Coba lihat dan sadari sejenak benda-benda yang anda miliki atau yang ada di sekitar anda: rumah, kendaraan, surat berharga, meja kerja, komputer, ponsel, tas, dompet, maupun pakaian yang dikenakan. Bertanyalah kepada diri: Apakah semua yang ada, dan yang saya klaim sebagai milik ini murni bukan hasil atau dampak dari perbuatan yang bernama ‘korupsi’?
Jika anda merasa perlu merenung sejenak sebelum menjawab pertanyaan tersebut, artinya bahwa korupsi adalah kenyataan yang dekat dengan keseharian kita. Dalam buku karya Eman Dapa Loka ini, korupsi dilihat sebagai sisi lain dari ‘pekerjaan’ manusia. Artinya korupsi tidak hanya terkait fenomena luaran atau benda-benda sekitar, melainkan aktivitas bahkan pilihan sikap manusia.
Naluri Memiliki dan Menguasai. Manusia mempunyai naluri untuk memiliki. Manusia berusaha memiliki sesuatu untuk dikonsumsi, digunakan, atau dibanggakan. Setelah mendapat apa yang diinginkan manusia merasa puas. Tetapi puas bukan berarti selesai mengingini. Tidak. Keinginan itu melekat pada manusia. Kisah Firdaus di halaman awal Alkitab sudah membuktikan bahwa, bahkan larangan Tuhan pun tidak niscaya dapat menghentikan naluri manusia untuk memiliki.
Adam dan Hawa sudah dilarang Tuhan untuk memakan buah pohon pengetahuan. Namun keinginan mereka tetap ada. Naluri untuk mengambil dan memakan buah terlarang ada pada mereka. Hawa tergoda memakan buah dari pohon pengetahuan, dan memberikannya pula kepada Adam. Manusia kemudian sadar bahwa ia telanjang di hadapan Allah, lalu mulai melempar tanggung jawab atas perbuatannya. Namun semua sudah terjadi (bdk Kej 3: 6-13).
Manusia juga memiliki naluri untuk berkuasa. Berkuasa artinya dapat mengendalikan orang atau hal di luar dirinya. Kain tak ingin melihat persembahan adiknya Habel lebih berkenan di hadapan Tuhan. Ia cemburu. Hatinya panas. Ia ingin mendapat apa yang lebih pantas dimiliki adiknya. Nyawa adiknya dihabisi. Tuhan bertanya kepadanya: “Di mana Habel, adikmu itu? Kain seolah-olah lepas tangan: “Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?” (Kej 4: 9).
Gengsi dan Harga diri. Tentang sikap ini kita perlu belajar dari kesalahan Herodes. Sebetulanya Herodes tidak melulu buruk dan jahat. Ia tampak memiliki kesadaran yang positif. Ia tidak hanya takut terhadap orang banyak yang menganggap Yohanes Pembaptis sebagai seorang Nabi. Lebih dari itu ia sendiri sebetulnya percaya bahwa Yohanes adalah seorang Nabi.
Kesan positif itu tampak dari penilaiannya tentang Yesus: “Inilah Yohanes Pembaptis, ia sudah bangkit dari antara orang mati dan itulah sebabnya kuasa-kuasa itu bekerja di dalam-Nya” (Mat 14: 2). Herodes juga sadar akan suara kebenaran di balik teguran Yohanes Pembaptis terhadapnya lantaran ia ingin mengambil Herodias isteri Filipus saudaranya.
Disposisi Herodes yang sesungguhnya tampak ketika ia, demi sumpahnya dan karena tamu-tamunya, tidak sanggup menolak permintaan anak perempuan Herodias, yaitu kepala Yohanes Pembaptis. Demi sumpahnya dan tamu-tamunya, artinya demi kehormatannya, ia akhirnya membelokkan jalan kebenaran yang sudah mulai terarah dalam dirinya. Herodes lebih memilih untuk mempertahankan kehormatan diri daripada menegakkan kebenaran yang pernah disuarakan kepadanya. Herodes terdesak oleh kata-kata dan pilihan sikapnya sendiri.
Sikap Herodes itu menggambarkan suatu kecenderungan dalam diri manusia: Orang yang sedang terbius oleh kesenangan yang ekstrim pada orang atau hal tertentu mungkin akan kesulitan mengendalikan pembicaraanya. Dan dalam suatu tindakan yang paling positif sekalipun, seseorang bisa tergoda untuk, entah sengaja atau tidak sengaja, sadar atau tidak sadar, menyangkal suara kebenaran demi mempertahankan gengsi dan harga dirinya.
Jebakan Rantai Pekerjaan. Di tempat kerja anda semua orang bertindak korup. Korupsi uang menjadi hal biasa, bahkan telah menjadi sistem. Tidak ada yang menuduh, semua kompak. Suatu saat anda sangat membutuhkan uang, katakanlah karena ibu anda sakit keras dan membutuhkan biaya yang sangat mahal. Anda benar-benar tidak mempunyai uang, tidak ada kemungkinan lain.
Nah, bos kantor anda tampil sebagai penyelamat: siap membayar biaya rumah sakit, tetapi dengan syarat anda bersekongkol dengannya. Anda harus memilih antara menerima tawaran bos, sehingga nyawa ibu tertolong atau konsisten jujur, tetapi mungkin tidak dapat menolong nyawa ibu?
Contoh banal dilema sulit semacam itu dapat terjadi dalam keseharian kita. Dalam kasus di atas, jika akhirnya orang itu berkompromi, apakah orang itu koruptor? Apakah orang itu telah membuat keputusan moral yang baik? Atau dalam bahasa agama: apakah orang itu berdosa?
Tidak mudah menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Namun ada satu hal pasti: setiap orang sadar, apakah perbuatannya itu benar atau tidak, korup atau tidak korup, dosa atau tidak. Dengan kata lain, ia tidak dapat menghindar dari suara hati yang mengatakan tentang kebenaran suatu tindakan. Suara hati membuka tabir kebenaran dari tindakan yang tersembunyi rapi.
Bersyukur dan Solider. “Apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya”? (1Kor 4: 7). Pertanyaan Paulus ini bermakna mendalam: Dengan menyadari bahwa segala yang kita miliki adalah pemberian cuma-cuma, termasuk pekerjaan dan profesi, kita belajar bersyukur, tahu berterima kasih, dan tidak merebut milik orang lain.
Ketika Yohanes Pembaptis akan membaptis, ada kelompok orang yang disebut orang banyak, datang kepadanya dan bertanya: “Apa yang harus kami perbuat?” Yohanes menjawab: “Barang siapa mempunyai dua helai baju, hendaklah ia membaginya dengan yang tidak punya, dan barang siapa mempunyai makanan, hendaklah ia berbuat demikian” (Luk 3: 10-11).
Buku bung Eman ini menarik karena berangkat dari fenomena sahari-hari tanpa mengadili dengan patokan moral. Buku ini menantang pembaca untuk menjawab secara jujur pertanyaan di atas: aku bebas dari korupsi? Jika anda berniat melawan korupsi, ajakan berikut kiranya relevan: mari hidup penuh syukur, berterima kasih atas hasil kerja, dan berbagi dengan sesama.
Dari Jembatan Serong,
pada Peringatan St. Yohanes dari Salib
Membaca sambil kilas balik..
Hampir terjadi setiap hari..Terimakasih tulisannya.
Semua hal yang muncul dalam diri manusia,pengaruh baik atau pengaruh buruk membuat kita mengambil 2 pilihan,.__Mau yang baik atau buruk,mungkin dibaringi dengan kebiasaan..Terima kasih pater (Salam & Doa ..semoga pater sehat selalu )