Martin Luther, bapa Reformator, sampai tahun 1544, dua tahun sebelum wafatnya, masih tetap meyakini secara penuh bahwa Maria itu tanpa dosa ketika ia mengandung Yesus, dan ia pun tidak meragukan keperawanan maupun keibuan Maria.
Dalam bukunya Mary A History of Doctrine and Devotion (1963), Hilda Graef, pakar mariologi, memaparkan pandangan Martin Luther tentang Bunda Maria sejak tahun 1516 sampai 1544, melalui Khotbah (Sermon) tentang beberapa tema: Magnifikat, keperawanan, kelahiran, gelar sebagai Ratu Surga, Ibu Tuhan, dan sebagainya.
Tentu sebelum Luther benar-benar berpisah dari Katolik, pandangannya masih sejalan dengan Katolik. Tahun 1516 Luther masih menyampaikan khotbah tentang Maria tak bernoda (Immaculata) dan Maria diangkat ke Surga (Maria Assumpta).
Tahun 1520, tiga tahun setelah ia memakukan 95 tesisnya di Wittenberg, ia masih mengutip St Bernardus dan Agustinus, untuk menjelaskan keyakinannya bahwa Maria telah menerima Yesus dalam jiwanya sebelum mengandung dalam rahimnya.
Setahun kemudian, dalam Exposition of the Magnificat, pada awal maupun akhir karya, ia menuliskan doa permohonan kepada Maria ‘Ibu Tuhan yang lembut’ untuk memperolehkan baginya roh untuk mampu menjelaskan makna Nyanyian Pujian itu dengan utuh. Luther mempertahankan keyakinan akan keperawanan Maria yang utuh: juga ketika melahirkan Yesus (in partu), ia tetap perawan.
Sebagai seorang Reformator, pandangannya kemudian lebih bercorak sola gratia: bukan Maria yang menjadi sentral, tetapi rahmat Tuhan. Luther berkali-kali menegaskan bahwa Maria dari dirinya tidak memiliki apa-apa, kosong. Luther memuji kerendahan hati dan pengosongan diri Maria, sehingga ia hanya mengandalkan rahmat Allah.
Di sisi lain, Luther kurang konsisten, karena ia percaya penuh bahwa Maria tidak berdosa, dan dan karena itu Maria berbeda dari semua manusia lain, meskipun dalam hal ini yang berperan ialah rahmat Allah. Luther juga tidak menolak gelar Ratu Surga, namun mengingatkan agar gelar itu tidak menjadi suatu berhala (Abgöttin).
Tahun 1522 dalam Sermon on Mary’s Nativity, Luther mengemukakan pandangan yang semakin jauh dari Katolik (unorthodox). Ia mengatakan bahwa Maria sama saja seperti kita semua. Seperti kita semua ia membutuhkan rahmat Tuhan. Jadi, tidak perlu penghormatan yang istimewa kepada Maria.
Di lain pihak, Luther tidak melarang para pengikutnya untuk berdoa dengan memohon bantuan kepada Maria. Masih di tahun yang sama, ia berkhotbah tentang hati Maria yang Berdukacita. Misalnya ketika Maria mencari Yesus yang tinggal di Baid Allah, dan mendapatkan jawaban yang ‘kurang sopan’ dari Yesus.
Dalam aturan bagi Gerejanya di tahun 1523 ia tidak melarang diadakan pesta-pesta terkait Maria. Misalnya ia menghendaki agar pesta Purifikasi dan Kabar Malaikat kepada Maria tetap dibolehkan, mengingat keterpustan pada diri Kristus dan pesta itu.
Devosi Luther kepada Maria memang tidak sekuat orang Katolik pada Abad Pertengahan. Namun pada tahun 1527 dan 1528, dalam khotbah tentang Kabar Malaikat, ia memuji sikap Maria dalam pesta pernikahan di Kana: Maria percaya pada kebaikan Yesus putranya, dan meminta para pelayan untuk melakukan perintah-Nya.
Dalam hal ini ia menyebut Maria sebagai ‘a little drop of water’, untuk mengatakan bahwa meskipun yang utama ialah rahmat Allah, namun peran Maria tidak bisa diabaikan. Maka ia tidak melarang gelar Maria sebagai Bunda Pengantara.
Karena mengutamakan rahmat Tuhan, meskipun Luther menentang salam Ave Maria, ia tetap meyakini bahwa Maria itu penuh rahmat Allah, dan karena itu ia bebas dari dosa dan perbuatan jahat. Dalam konteks ini, ia tidak menolak doktrin Maria dikandung tanpa noda dosa (Immaculata Conceptio) yang dibela para Fransiskan.
Pada 25 Maret 1532 Luther melontarkan kritik kepada orang yang berdevosi kepada Maria. Konteks kritiknya ialah banyak doa Rosario yang ditujukan kepada Maria. Ia mengingatkan bahwa hendaknya doa-doa lebih diarahkan kepada Kristus. Devosi berlebihan kepada Maria membuat orang lupa akan anaknya.
Dinamika pandangan Luther tentang Maria ini memperlihatkan bahwa Luther tidak mengabaikan Maria. Sampai tahun 1543 Luther tidak meninggalkan keyakinan akan keperawanan dan keibuan Maria. Bahkan sampai 1544, keyakinan bahwa Maria itu tetap perawan ketika mengandung Yesus tetap ada dalam hati Luther.
Sebagai Reformator, Luther menekankan peran rahmat Allah, sehingga devosi kepada Maria jangan sampai menggantikan Yesus sebagai satu-satunya Pengantara Rahmat.
Dengan kata lain, pandangan Luther, secara keseluruhan, berada pada alur yang wajar jika dibandingkan dengan pandangan Katolik. Penolakan, bahkan anti terhadap Maria, sepenunhya adalah pilihan generasi yang muncul jauh sekali setelah Luther.
aguspati616@gmail.com
Terima kasih pater… Penjelasan Pandangan Luther mengenai Bunda Maria sudah sangat jelas.. Mungkin penerus gereja reformasi setelah Luther kurang memperhatikan (berkatekese) kepada jemaatnya.. Salam dan doa, semoga pater sehat selalu dan senantiasa dalam perlindungan TUHAN.
Terima kasih Patet atas pencerahan tentang pandang an Luther tentang Bunda Maria