Epifani berarti penampakan. Dalam tradisi Kristen, epefani dikaitkan dengan kesaksian Kitab Suci Perjanjian Baru tentang kedatangan tiga orang Majus dari Timur ke Betlhem untuk menjumpai bayi Yesus, berkat bimbingan bintang (bdk Mat 2: 1-12). Kesaksian Kitab Suci ini dirayakan sebagai sebuah perayaan liturgis pada setiap tanggal 6 Januari. Pengalaman orang-orang Majus memberi contoh bahwa penampakan diri Tuhan menggerakkan hati manusia untuk mencari dan menjumpai Dia.
Simbol penting yang dimaknai pada Hari Raya Epifani ialah terang atau cahaya. Sejak Perjanjian Lama, terang merupakan simbol penting: Nabi Yesaya memuji kota Yerusalem sebagai terang yang memancarkan cahaya kepada bangsa-bangsa. Kegelapan telah menutupi bumi, namun Yerusalem tetap bercahaya. Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang ke sana. Raja-raja yang bukan dari keturunan Israel pun akan datang kepada cahaya yang terbit di Yerusalem. Ke sana mereka akan membawa emas dan kemenyan (bdk. Yes 60: 1-6).
Santo Paulus memberi kesaksian mengenai pengalaman imannya yang bersifat rahasia. Rahasia yang dimaksud ialah kasih karunia Allah. Rahasia itu dinyatakan dalam Roh melalui para Nabi dan para Rasul yang kudus. Kepada orang-orang bukan Yahudi, rahasia itu juga dinyatakan agar mereka menjadi ahli waris (bdk. Ef 3:2-3, 5-6). Menarik bahwa kasih karunia Allah itu rahasia, namun tidak eksklusif, dapat dinyatakan secara luas.
Penginjil Matius menceritakan penampakan Tuhan dengan tanggapan yang kontras antara orang Majus dan Herodes. Orang-orang Majus datang dari daerah Timur, jadi bukan bangsa Yahudi. Bagi orang-orang Majus, cahaya bintang memberi makna penting. Mereka percaya bahwa itu tanda istimewa, yaitu kelahiran Raja orang Yahudi. Mereka tidak hanya puas melihat tanda, tetapi mencari makna di balik tanda itu.
Keterbukaan para Majus diperkuat oleh cahaya bintang yang bergerak mendahului mereka hingga di tempat kelahiran bayi Yesus. Mereka bersukacita ketika berjumpa dengan sang Raja; merekapun masuk menjumpai bayi Yesus, mempersembahkan harta mereka kepada-Nya. Tujuan ziarah para Majus jelas: berjumpa dengan Sang Raja sebagaimana yang telah dinubuatkan dalam kitab para Nabi.
Sikap para Majus itu kontras dengan reaksi raja Herodes: Ia terkejut mendengar berita kelahiran seorang raja, segera mengadakan penyelidikan dengan saksama. Tampaknya ia antusias menyambut berita kelahiran Mesias, namun sebenarnya ia punya agenda tersembunyi di balik penyelidikannya; ia merasa terancam sebagai seorang raja, karena tahu bahwa ada raja lain yang akan menjadi saingan bagi kedudukannya.
Pencarian para Majus menjadi inspirasi bagi kita untuk belajar membaca tanda-tanda kehadiran Tuhan secara bijaksana. Tuhan selalu hadir bagi kita. Ia hadir ibarat bintang yang mengarahkan ziarah hidup kita. Tuhan bahkan tetap berbicara dan menyapa kita, juga ketika Ia tampaknya diam saja. Seperti pengalaman para Majus, Tuhan hadir bagi kita, namun kita perlu menanggapi penampakan itu, tidak tinggal diam saja.
Ziarah para Majus memberi inspirasi bagi kita untuk lebih peka memaknai tanda-tanda kehadiran Tuhan dalam pengalaman hidup sehari-sehari. Sebab tanda kahadiran Tuhan sering kali sulit kita sadari. Kesulitan pertama mungkin disebabkan oleh sikap kita sendiri: Mungkin saja Tuhan datang mendapati kita yang lebih suka menutup diri seperti Herodes, sehingga tidak dapat mengenal cahaya bintang yang memberi petunjuk jalan.
Orang-orang Majus membawa kabar kelahiran Yesus kepada Herodes. Namun hatinya lebih terpikat pada kuasanya sendiri. Sekiranya Tuhan mendapati kita seperti Herodes, hendaknya kita belajar lebih peka membaca tanda-tanda zaman dan membuka hati bagi sentuhan Tuhan. Kesombongan dan kuasa manusia ternyata dapat menghalangi mata hatinya, sehingga ia mencurigai, bahkan menolak kehadiran Allah sendiri.
Kita juga mungkin sulit menyadari epifani karena Tuhan menyatakan diri melalui orang-orang yang tidak kita perhitungkan karena status dan kedudukan sosial. Bahkan mungkin Tuhan juga menandakan diri-Nya justru dalam hal-hal yang mau kita hindari atau kita benci: penderitaan karena bencana alam, penyakit, dan kegagalan.
Menarik untuk memperhatikan pernyataan Santo Paulus bahwa kehadiran Tuhan merupakan suatu rahasia. Secara sederhana kita mengerti bahwa hal yang sifatnya rahasia itu tidak tersingkap bagi semua orang. Rahasia hanya akan tersingkap bagi mereka yang mau mencarinya dengan tekun, dengan harapan bahwa pencarian itu akan sampai pada tujuan yang sungguh bermakna bagi kehidupan. Dalam Injil Yesus menggambarkan Kerajaan Allah sebagai harta terpendam. Orang yang hendak mendapat harta itu rela menjual segala yang dimiliki demi mendapat harta tersebut, dan ia sangat bersukacita karena telah mendapatkannya (bdk Mat 13: 44).
Pengenalan manusia akan penampakan diri Tuhan tidak selalu berjalan sempurna, terutama karena kelemahan yang kita miliki sebagai makhluk ciptaan. Dalam dunia yang sibuk dan ramai, tak mudah bagi kita untuk mengenal cahaya bintang ilahi. Maka kemungkinan lain yang sangat penting kita lakukan ialah memohon dengan tekun kepada Tuhan agar Ia memperlihatkan wajah-Nya bagi kita. Tuhan menolong kita dengan rahmat-Nya agar ketika Ia memperlihatkan wajah-Nya, hati kita terbuka seperti para gembala dan orang-orang bijak dari Timur. Bintang surgwai membimbing kita menjumpai dan menyembah Yesus, Raja dan Penyelamat dunia.
Menyadaei kehadiran Tuhan memerlukan kepekaan karena mau membuka hati/diri bagi sesama. Tentu saja diperlukan Sikap rendah hati dan selalu bersyukur. Makasih Pater … say tunggu artikel/ renungan selanjutnya.
Selamat Epifania… God bless you
mantap ya Pater. kita tunggu terus artikel2 berikutnya
Terima kasih ya saudari. M. Tuhan memberkati selalu
Pengalaman orang orang Majus memberi contoh bahwa penampakan diri Tuhan menggerakan hati manusia untuk mencari dan menjumpai Dia…Terima kasih pater (Salam & Doa semoga ama pater sehat selalu)