TEOLOGI. Sebuah istilah yang kiranya sudah sering kita dengar. Banyak orang telah mengenal, bahkan akrab dengannya. Namun, apa sebenarnya definisi dan makna yang terkandung dalam istilah ini? Kalau Teologi itu sebuah ilmu, apa yang dipelajari di dalamnya, dan bagaimana metode belajarnya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut coba dijawab dalam artikel ini.
Theos dan Logos. Kata Teologi terbentuk dari dua istilah bahasa Yunani: theos dan logos. Theos berarti Yang Ilahi atau Tuhan, logos berarti ide atau gagasan, kata, ilmu, diskursus atau pembicaraan, pemikiran. Maka Teologi berarti pemikiran tentang Yang Ilahi, Tuhan atau Allah. Jadi Teologi merupakan sebuah cabang ilmu, dan orang yang berkecimpung dalam dunia Teologi disebut teolog.
Seperti ilmu pengetahuan pada umumnya, ilmu Teologi memiliki metode belajar yang khas, merujuk sumber-sumber asli, mengandalkan tokoh-tokoh klasik yang pemikirannya menentukan arah ilmu Teologi, serta mengindahkan konteks waktu dan zaman di mana seseorang sedang berteologi. Unsur terkahir ini menunjukkan bahwa Ilmu Teologi menyentuh realitas konkret manusia.
Corak Ilmiah. Fariabel-fariabel itu menunjukkan bahwa Teologi memiliki corak ilmiah: Seorang teolog melakukan studi dan membangun argumentasinya berdasarkan sumber-sumber yang valid, dapat diuji, dan pada akhirnya dapat diterapkan atau berdampak bagi kehidupan nyata. Jadi, ilmiah yang dimaksudkan di sini bukan sekedar berarti terbukti dan masuk akal, tetapi juga menyentuh hati.
Di lain pihak, harus dikatakan bahwa sebagai sebuah cabang ilmu, Teologi juga memiliki kekhasan, bahkan perbedaan dari cabang ilmu lain. Untuk memahami ciri yang membedakan Teologi dari ilmu-ilmu lain, pertama-tama perlu dikatakan bahwa pengertian dasar dan makna Teologi mengandaikan dua hal penting: Pertama, Tuhan itu ada. Kedua, Ia mengungkapkan diri-Nya bagi manusia.
Tanpa iman tidak ada Teologi. Dalam dunia Teologi, pengandaian tentang adanya Tuhan adalah prinsip fundamental, suatu keharusan. Pengandaian ini lah yang disebut iman. Percaya akan eksistensi Tuhan merupakan prinsip metodologis dalam Teologi. Percaya agar Mengerti: Frase terkenal ini adalah sari pati metode Teologi, warisan St. Agustinus, Uskup Hippo (354-430).
Kalau dikatakan bahwa Teologi berarti ilmu atau pembicaraan tentang Tuhan, pertanyaannya: Apakah Tuhan dapat dimengerti oleh nalar manusia? Atau: apakah para teolog memiliki pengetahuan sempurna tentang Tuhan? Jawabannya jelas, nalar manusia tidak pernah sanggup memahami Tuhan atau Wujud Ilahi secara sempurna. Prinsip ini jelas dan tak terbantahkan.
Dengan demikian pemahaman istilah Teologi perlu diperdalam. Dengan mendefinisikan Teologi sebagai ‘pengetahuan tentang Yang Ilahi atau Tuhan’, yang mau ditekankan bukan klaim seorang teolog membuktikan adanya Allah, melainkan tugas utamanya. Tugas seorang teolog ialah berbicara atau berupaya memahami Tuhan, dengan pengandaian bahwa ia sudah percaya bahwa Tuhan ada.
Tegasnya, karena telah beriman akan Allah, maka seorang teolog dapat mengerti tentang Dia. Kesimpulannya, sumber pertama ilmu Teologi ialah Tuhan (Theos), bukan pengetahuan manusia (teolog). Bagaimana sumber pertama itu dapat dimengerti oleh manusia? Bukankah Allah itu misteri paling luhur, Ia Maha Kuasa dan Maha Esa, tak akan terselami oleh daya nalar manusia?
Bersumber pada Firman. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut ialah ini: Tuhan sendiri mau berbicara, maka manusia dapat berbicara tentang Dia. Dalam dunia Teologi diyakini bahwa Tuhan bersabda maka manusia dapat mendengar dan memahami sabda-Nya itu. Di sini kita menemukan prinsip kedua yang penting dalam Teologi, yaitu Sabda atau Firman Tuhan.
Fondasi dasar bangunan Teologi ialah Alkitab, sebab ia memuat perkataan Allah sebagaimana telah didengar dan diimani oleh manusia, teristimewa para panulis Kitab Suci. Secara teknis, dalam Teologi digunakan istilah wahyu yang berarti ungkapan diri Allah. Allah adalah misteri, namun melalui Firman-Nya misteri itu tersingkap, maka manusia menanggapinya dengan iman.
Kita telah memiliki pengertian dasar tentang Teologi dan kekhasan metodologi berupa dua unsur mendasar, yaitu iman akan adanya Allah dan Firman sebagai sumber bagi pemahaman manusia tentang wahyu ilahi. Kita perlu mendalami apa itu wahyu dan iman. Kita juga perlu belajar dari model metodologi St. Agustinus dan pengembangannya oleh St. Anselmus Canterbury (1034-1109).
Makasih Pater
Mksh sdra. Atas artikenya.
Terima kasih Pater.
Sangat bermanfaat. Penjelasan yang gamblang (jelas), tidak mendua, mudah dimengerti. Semoga pemerhati dan pencinta rubrik bersukacita karena memeroleh yang dicari. Salam.
Terima kasih Romo Eddy
Terimakasih pater, penjelasan ini mudah di mengerti. Senang.
Trima kasih Pater….Artikelnya..
Terimakasih Pater Andre sudah membantu saya semakin memahami tentang Tuhan dan beriman. Salam sehat?