Kisah kematian tujuh orang bersaudara yang kita dengarkan dari Kitab kedua Makabe sungguh mencengangkan. Mustahil, rasanya membayangkan kisah itu. Menakutkan. Tujuh bersaudara itu tidak takut mati, siap dibunuh oleh raja penguasa demi mempertahankan keyakinan mereka. Bagaimana mungkin? Apa yang membuat mereka begitu berani?
Keyakinan mereka akan kebangkitan itu lebih besar dari rasa takut kepada raja. Harapan mereka akan hidup kekal lebih besar daripada ketakutan akan kematian badani. Bagi mereka raja dunia dapat menghancurkan hidup badani, namun Allah pasti menganugerahi mereka kebangkitan.
Keyakinan ke tujuh bersaudara Makabe ini membantu kita merenungkan kata-kata Yesus ketika Ia menjawab pertanyaan orang-orang Saduki: Seorang wanita dinikahi tujuh pria, semuanya mati tanpa meninggalkan anak. Perempuan itu pun mati. “Siapakah di antara ke tujuh pria itu yang akan menjadi suaminya pada hari kebangkitan”, tanya orang Saduki kepada Yesus.
Bagi Yesus, persoalannya bukan siapa yang menjadi suami atau istri, tetapi bahwa mereka tidak percaya pada kebangkitan; dan karena itu menafisirkan hukum Musa secara dangkal. Mereka telah keliru menilai kebangkitan dari aspek materi semata-mata, seolah-olah kebangkitan merupakan kelanjutan dari ambisi-ambisi manusia selama hidupnya di dunia.
Yesus menegaskan bahwa kebangkitan adalah sebuah realitas baru: Di dunia kebangkitan, manusia “sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah” (Luk 20: 36). Artinya realitas kebangkitan itu di luar jangkuan pemikiran manusia. Tugas manusia ialah menjadikan hidupnya di dunia lebih bermakna. Manusia dapat berharap akan kebangkitan; ia merindukan hidup abadi. Namun ia sendiri bukan penentunya.
Dan bagi seorang Kristen, sumber dari harapan kita ialah Yesus Kristus. Iman kita akan kebangkitan tidak bersandar pada ajaran atau aliran tertentu, melainkan pada pribadi Yesus Kristus. Kristus tidak mewarisi kita sebuah teori tentang kebangkitan. Kristus sendiri adalah kebangkitan itu sendiri: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup’ (Yoh 14: 6). Bagi seorang pengikut Kristus kematian bukanlah kata terakhir.
Orang yang hidup dalam harapan, tidak takut menghadapi tantangan dan kesulitan. Ia bahkan tidak takut pula pada maut. Kata ‘berharap’ sebagai kosa kata teologis, tidak identik dengan sikap pasrah/acuh tak acuh dengan kehidupan. Orang yang berharap itu justru optimis dalam hidup. Ia tidak lari dari dunia, melainkan berani menghadapinya. Ia mengisi hidupnya bukan sekedar sebagai sikap heroik, melainkan karena ia sadar akan tujuan akhir hidupnya.
Orang yang hidup dalam pengharapan ialah mereka yang mau mengembangkan anugerah-anugerah yang diberikan Tuhan; berupaya menjadi manusia yang utuh tanpa menyangkal batas-batas keberadaannya sebagai manusia. Lebih jauh lagi, orang yang berharap menemukan makna hidupnya dalam tindakan kasih dan solidaritas dengan sesama yang berputus asa.
Dalam bacaan liturgi kita juga mendengar bahwa Paulus berdoa bagi umat di Tesalonika agar mereka bertahan dalam kesetiaan kepada Injil. Ia juga memohon didoakan agar dapat bertahan dalam menghadapi tantangan dalam tugas pewartannya. Baik Paulus maupun jemaatnya menjadikan Kristus sebagai sumber harapan mereka.
Kata-kata Paulus kepada jemmat di Tesalonika merangkum pesan utama Sabda Tuhan: Jika kita menaruh harapan pada kasih Kristus, hidup kita menjadi sebuah sukacita. Sukacita yang dimaksudkan di sini bukan sekedar rasa senang sementara, melainkan sukacita batin, karena telah bertahan dan setia menjalani nilai-nilai Injil.
Sukacita itu memberanikan kita menghadapi keterbatasan-keterbatasan dalam hidup, bahkan terhadap kematian yang pasti mendatangi semua manusia. Sebab kita tahu bahwa makna terdalam hidup kita tidak kita capai di dunia ini, melainkan dalam kesatuan dengan Allah, Allah orang hidup, ‘Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub’ (Luk 20: 37-38). Iman Kristen meyakini bahwa Kristus adalah jawaban dan jaminan akhir peziarahan hidup manusia.
Kecemasan dan ketakutan saat ini adalah kekahwatiran tentang hidup, segala usaha dan kegiatan bertujuan agar meningkatkan hidup sejahtera , terus menerus, gambaran hidup sukses adalah ketika dia menjadi tua, tinggal menikmati kekayaanya, menikmati kenyamannnya. Kita sering lupa bahwa kesuksesan kita adalah juga karena orang lain. maks ketika kita sejahtera, kita juga harus turut serta oedulu dengan kesejahteraan orang lain
Selamat hari minggu. Salam utk keluarga. Tuhan memberkati selalu. ?
Hidup dalam harapan….Manusia terus berharap dan mempunyai keyakinan akan kebangkitan
… menaruh harapan akan kebangkitan sama seperti Kristus,manusia menjadikan Kristus sebagai sumber harapan untuk memperoleh hidup kekal.. Dalam 2 Makabe,Yudah makabe menggaris bawahi salah satu poinnya ialah kebangkitan badan..Terima kasih ama pater telah memberi katekese pada bacaan Minggu biasa XXXII.. (Salam & Soa..semoga ama pater sehat selalu)
Selamat hari minggu juga ama sekeluarga.
Superrr
Selamat hari minggu bro.. ?