Gelar utama bagi Santa Maria ialah “Bunda Allah”. Bagi Gereja Katolik, Gelar ini merupakan salah satu dogma tentang Maria, yang ditetapkan pada sebuah sidang akbar para uskup (Konsili) di Efesus, pada tahun 431.
Ajaran Dogmatis. Pada Konsili Efesus itu, Gereja mengajarkan keyakinan akan peran Maria sebagai Bunda Allah (Yunani: Theotokos. Theos: Tuhan, Tikto: dia yang melahirkan. Latin: Deipara. Deus: Tuhan. Parire: yang melahirkan).
Gelar Theotokos ini ditetapkan Konsili sebagai bentuk sikap Gereja melawan ajaran sesat yang disebut nestorian, sebuah aliran yang dipimpin oleh seorang uskup bernama Nestorius. Kaum nestorian menolak gelar “Bunda Allah”, karena bagi mereka gelar itu tidak memiliki pendasaran dalam Kitab Suci.
Bagi para nestorian, Injil hanya mengatakan bahwa Maria adalah Bunda Yesus, bukan Bunda Allah. Sebab itu mereka hanya mau menerima gelar Christotokos, yang berarti Bunda Kristus, dengan tekanan bahwa Maria hanya melahirkan manusia Yesus.
Akar Biblis. Ajaran Nestorius ditolak oleh Konsili. Teks Injil yang oleh Gereja dijadikan dasar bagi gelar ini ialah kata-kata Elisabet kepada Maria ketika ia dikunjungi Maria: “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku”? (Luk 1: 43).
Kata ‘Tuhan’ dalam teks ini dikaitkan dengan nama Yahwe, gelar untuk Allah yang biasa digunakan orang Israel dalam Perjanjian Lama (Gagliardi 2017, 466). Seruan Elisabet juga menegaskan kata-kata Malaikat Gabriel kepada Maria: “Sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” (Luk 1: 35).
Keilahian Yesus. Yang dilahirkan Maria tentu saja manusia bernama Yesus. Namun manusia Yesus ini juga memiliki kodrat ilahi, yaitu kodrat yang lahir dari Allah Bapa. Yesus adalah ‘Anak Allah’ (Luk 1: 35). Oleh sebab itu, Maria bukan hanya Bunda Kristus, melainkan juga, dan pertama-tama adalah Bunda Allah (Theotokos).
Gelar ‘Maria Bunda Allah’ mengungkapkan kodarat Yesus Kristus, sebagaimana diajarkan dalam Dogma Kristologi, yaitu bahwa Yesus satu pribadi, namun memiliki dua kodrat: sungguh insani dan sungguh ilahi. Dogma Kristologi ini telah diajarkan Gereja dalam Konsili Nikea I (325) serta Konsili Kalsedon (451).
Perayaan Liturgis. Perayaan Santa Maria Bunda Allah telah mulai dirayakan di Roma sekitar abad keenam, dari tradisi penghormatan sebuah gereja di kota Roma antik. Tradisi itu lalu diangkat ke level Gereja Universal.
Sebagai perayaan liturgis, sejak tahun 1931, yaitu bertepatan dengan perayaan lima belas abad Konsili Efesus (431), Paus Pius XI mengeluarkan ketetapan agar perayaan ini dirayakan pada setiap 11 Oktober, yaitu hari ketika Konsili mengeluarkan dogma.
Namun dengan pembaruan Penanggalan Liturgi pada 1969, perayaan ini dipindahkan ke 1 Januari, bertepatan dengan hari puncak Oktaf Natal (in octava Nativitatis Domini). Perayaan ini dimaknai sebagai puji-syukur atas berkat Tuhan, di mana Maria adalah model orang yang mendapat berkat dan rahmat istimewa dari Tuhan: “Salam hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai Engkau” (bdk Luk 1: 28).
Tahun Baru adalah perayaan penanggalan tahun masehi. Tidak ada hubungan liturgis antara Tahun Baru dan Hari Raya Maria Bunda Allah. Tahun Baru bukan sebuah perayaan liturgis menurut penanggalan Gereja. Jika orang mau ‘menghubungkan’ kedua momen tersebut, itu merupakan cara pemaknaan yang meluas.
Segala Perkara Menjadi Mosaik. Penempatan Hari Raya ini pada awal tahun sering kali dimaknai sebagai ungkapan kepenuhan rahmat Allah dalam perjalanan hidup manusia. “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat” (Gal 4: 4).
Maria ditampilkan sebagai model pendengar Sabda Tuhan. Sebagai Bundah Allah, menurut St Agustinus, Maria pertama-tama adalah murid Kristus. Dalam Injil yang dibacakan pada Hari Raya Maria Bunda Allah, terdapat frase: “Tetapi Maria menyimpan segala perkara di dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk 2: 19).
Frase itu dapat dimaknai begini: Maria menyusun semau perkara yang ia alami agar menjadi sebuah mosaik indah, yang memberikan pesan bermakna bagi ziarah hidupnya. Maria menjadi model bagi umat beriman untuk belajar memaknai setiap perkara hidup, melihatnya secara keseluruhan, tidak terpisah-pisah, agar pesan karya keselamatan Allah di balik semua peristiwa itu dapat ditemukan.
Perlu ditambahkan pula bahwa sejak 1967 Paus Paulus VI menetapkan 1 Januari sebagai hari Perdamaian Dunia. Teradapat alasan lain yang bermakna, jika sejak pembaruan penanggalan liturgi, Gereja menetapkan I Januari sebagai Hari Raya Maria Bunda Allah: Orang merefleksikan peran Maria sebagai Ratu Perdamaian semesta. Gereja memohon damai melalui doa Bunda Maria, Bunda Allah.
Selamat Sore Pater Tk atas artikel ttg Maria yg sangat bagus,
Maria adlh Bunda Allah, bunda kita semua, semga dgn teladan kesetiaan Maria dapat membawa kita setia pda panggiln kita masing2,
Terima kasih Pater Andre sharingnya.
saya tunggu lg pengajarannya.
sehat sll Pater.
Pace e bene.
Makasih pater. Bagus bangat. ??
Tks pater Andre..atas..pencerahan…ttg Bunda Maria…JBU
Sama2. GBU
Sama2. Sehat selalu ya. Blessings.
Trima kasih Pater Andre atas pencerahan tentang BundaAllah…Selamat Tahun baru…sehat , sukses selalu dan penuh sukacita….
Terima kasih pater–telah memberikan pemahaman yang mendalam tentang MARIA BUNDA ALLAH.. =Salam dan doa, semoga pater sehat selalu dan senantiasa dalam perlindungan TUHAN???
Terima kasih Pater Andre…..