Istilah dogma berasal dari bahasa Yunani, dokéō, yang berarti meyakini, jadi pengertian awalnya terkait sikap percaya. Sebagai term biasa atau umum, dogma berarti opini atau hal yang dipandang benar. Dalam pengertian ini, setiap orang memiliki dogma, artinya memiliki opini, cara pandang atau prinsip yang diyakini benar. Memiliki dogma berarti tahu menjawab pertanyaan: Apa yang aku percaya?
Ekspresi Iman. Istilah dogma dalam konteks iman Gereja Katolik diartikan secara berbeda. Mula-mula diangkat dari dunia hukum, yaitu suatu keyakinan yang terdokumentasi, jadi semacam dekrit yang tertulis jelas. Keyakinan tertulis itu berlaku bagi komunitas tertentu, dan menjadi dogma sejauh diterapkan kepada pihak lain. Orang yang menerima dekrit itu berjanji taat pada norma komunitas.
Prinsip yuridis ini mengatakan bahwa orang yang mau percaya pada sebuah norma tentu perlu mengungkapkan kesediaannya untuk taat. Kesediaan itu dinyatakan dalam rumusan iman. Orang yang mau menjadi anggota Gereja mengatakan ‘Aku percaya’ (Credo: Aku menyerahkan hati).
Jadi, seorang beriman percaya pada apa yang ‘terdokumentasi’ dalam Gereja; ia taat pada norma-norma telah membentuk komunitas Gereja. Dengan mengatakan Credo, orang beriman tahu bahwa ia percaya akan Allah Trinitas yang terwujud dalam Yesus Kristu, dan bahwa ia percaya bersama Bunda Gereja.
Inspirasi Biblis. Berdasarkan beberapa teks Alkitab, istilah dogma disamakan dengan titah, perintah, ketetapan atau keputusan (Dan 2: 13, 6: 11, 16; Luk 2: 1: Kis 16: 4, 17: 7; Ef 2: 15; Kol 2: 14). Dan sebenarnya dalam beberapa teks Kitab Suci, sudah ada ajaran bersifat ‘dogmatis’. Penulis Ul 6: 4-24 secara imperatif memerintahkan umat untuk mengasihi Allah yang Esa, tak menyimpang ke ilah lain.
Perjanjian Baru dengan tegas mengajarkan kepercayaan pada Yesus sebagai Anak Allah (1Yoh 4: 15), satu-satunya Tuhan (1 Kor 8: 6), mengutuk orang yang menduakan Injil Kristus (Gal 1:8-9), dan menegaskan bahwa mereka yang tak tinggal dalam ajaran Kristus pantas diabaikan (2 Yoh 1: 9-11). Dalam perkembangan lebih lenjaut, term dogma ditafsirkan lebih luas, tidak sangat kaku.
Anti-Dogma=Anti-Esensi Gereja Meskipun term dogma dimengerti secara dinamis, namun mengandung prinsip yang tetap sama: Aku Percaya (Credo)! Sebuah komunitas sosial seperti Gereja, memiliki norma tertentu. Bagi Gereja, melalui norma itu imannya diekspresikan. Sebab itu, beriman tanpa dogma berarti iman yang kosong. Menjadi anggota Gereja tanpa menerima dogma berarti menolak cara Gereja mengekspresikan iman; dan menyangkal Dogma secara esensial berarti menolak Gereja.
Pada Abad Pertengahan, paham Dogma diterapkan secara ketat: pembedaan antara ajaran yang benar dan salah dirumuskan secara ketat; pihak yang dianggap salah dikucilkan bahkan dikutuk (anatemasit).
Dalam Ajaran Konsili Trente (1545-63) misalnya, tak jarang kita menemukan pola rumusan seperti ini: ‘Siapa yang menyangkal keyakinan Gereja bahwa… [disebutkan suatu ajaran Gereja], …terkucillah ia’. Pola rumusan seperti itu relevan pada masa itu karena banyak ajaran yang berbeda atau bertentangan dengan pandangan dan keyakinan Gereja Katolik. Namun sikap dan cara Gereja terus berkembang.
Kuasa Mengajar Gereja. Dalam bahasa Latin, kata docēre berarti mengajar. Bagi Gereja Katolik, Dogma merupakan ajaran resmi tentang Iman dan Moral yang diterima oleh seluruh Gereja, karena diyakini baik, benar, dan karena itu tidak dapat sesat (infalibilitas). Pengajar Dogma disebut Magisterium; yang termasuk dalam Magisterium Gereja ialah Konsili, Paus, Konferensi Para Uskup, serta para ahli.
Sejak era pembaruan oleh Konsili Vatikan II, dogma lebih menjadi istilah teknis untuk mengartikan ajaran resmi yang diakui Gereja Katolik berdasarkan wahyu ilahi, dan karena itu baik dan benar. Tentu saja Gereja tidak asal menetapkan sebuah Dogma. Berikut ini beberapa kriteria memahami Dogma.
Kirteria utama sebuah Dogma ialah fokus pada misteri pewahyuan diri Allah. Benar dan salahnya Dogma itu harus ditempatkan pertama-tema dalam rangka iman akan Allah yang tampak dalam diri Yesus Kristus. Objek iman Kristen ialah Allah, bukan Dogma. Suatu Dogma itu benar bukan demi rumusan, melainkan karena memadai untuk membantu Gereja semakin teguh beriman kepada Allah.
Dengan kata lain, Dogma tidak dimaksudkan untuk menjawab semua pertanyaan logis manusia. Dogma adalah bahasa iman. Sebab itu harapan untuk memperoleh jawaban memuaskan atas rasa ingin tahu saintifik tentu tidak akan terpenuhi dengan membaca Dogma atau Doktrin Gereja. Prinsip dasar Dogma adalah juga prinsip dasar Teologi, yaitu percaya dan menerima pewahyuan diri Allah.
Kedua, bagaimanapun Dogma adalah rumusan bahasa manusia [berdasarkan iman akan Allah]. Bahasa manusia terbatas, tidak mampu merangkum seluruh misteri Allah yang tak terbatas. Dalam membahasakan misteri iman, bahasa manusia diungkapkan dalam simbol, gambaran, atau analogi. Selain itu, sering kali ajaran suatu ajaran dogmatis bermula dari konteks tertentu pula.
Prinsip ketiga, penting disadari bahwa dogma bukan rumusan sekali jadi, melainkan diuji dalam proses yang panjang. Proses pengujian itu memperhatikan terutama kebenarannya berdasarkan Kitab Suci, Tradisi. Pengujian juga terjadi melalui melalui doa dan perayaan liturgis, atau praktek kesalehan.
Karena itu kebenaran dogma tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga praktis, jadi teruji dalam pengalaman nyata umat beriman di masa lalu. Pengalaman itu telah membuktikan bahwa suatu dogma telah terbukti dapat membantu tumbuhnya iman jemaat, tak mengerdilkan spirit iman.
Keempat, ajaran dogmatis dihasilkan dari Magisterium Gereja, artinya kebenarannya bukan atas nama pribadi tertentu, sekalipun seorang Paus, Uskup, atau tokoh penting. Ketika seorang Paus mengumumkan sebuah Dogma, ia telah menguji dan merefleksikannya bersama para Kardinal, mendengar usul Konfrensi para Uskup, dan memperhatikan pemikiran para ahli Teologi.
Pemahaman dasar di atas diperlukan untuk memahami Dogma-Dogma yang diajarkan dalam Gereja Katolik. Rubrik ini telah membagikan beberapa tulisan terkait Dogma Trinitas, Dogma Kristologi dan Dogma Maria. Bahasan-bahasan tersebut tentu perlu dikembangkan dalam edisi berikut.
Mantap. Terima kasih Pater untuk ulasanya.