Maria bukan wanita yang pura-pura rendah hati, juga bukan sekedar kaget karena dikunjungi malaikat. Ia sungguh-sungguh bingung dan merasa terkejut karena isi ucapan malaikat yang langsung dipahaminya sebagai sesuatu yang misterius. Ketakutan Maria itu ditenangkan Malaikat dengan sapaan: “jangan takut” dan penyampaian rencana Allah yang istimewa bagi Maria: Maria akan mengandung dan melahirkan seorang anak yang disebut Anak Allah yang Mahatinggi.
Namun Maria tidak dapat menyembunyikan kebingungannya. Ia bukan tidak tahu apa-apa tentang seksualitas. Ia justru sudah bertunangan; namun ia bertanya karena, meskipun sudah bertunangan ia masih perawan. Maria bukan tidak yakin, tetapi ia bertanya: bagaimana itu mungkin terjadi? Artinya bagaimana caranya rencana istimewa Allah itu dapat terwujud dalam dirinya?
Keterkejutan Maria membuka kesempatan bagi Malaikat untuk menyatakan bahwa rencana Allah itu pasti melampaui pemikiran manusia. Bagi Allah tidak ada yang musthail: Maria akan mengandung dari Roh Kudus, dan kekuatan Allah sendiri yang akan menaunginya. Penyertaan Allah itu telah terbukti dalam diri Elisabeth saudaranya yang mandul tetapi sedang mengandung pada masa tuanya. Janji penyertaan Allah itu melahirkan iman dan kepasrahan yang mendalam dari Maria: “Aku ini hamba Tuhan. Terjadilah padaku menurut perkataan-mu”.
Terkejut dan bertanya-tanya mengenai panggilan, lebih-lebih pada awal sebuah pilihan hidup, tidak selalu berarti sebuah pesimisme. Pengalaman itu, pada tingkatan yang wajar, justru merupakan tahap penting untuk menegaskan kebebasan dan memurnikan motivasi sebuah pilihan. Bahkan itu juga penting sekali untuk menegaskan bahwa panggilan pertama-tama merupakan penyelenggaraan Allah sendiri, bukan murni rencana dan kehendak manusia. Mengakui kebingungan berarti memberi kesempatan kepada Allah untuk semakin terlibat dalam perjalanan panggilan.
Dasar terjauh untuk terbuka pada kehendak Allah ialah rencana Allah bagi kita. St. Paulus menegaskan bahwa yang menjadi rencana Allah kepada manusia sebelum menciptakan jagat raya ialah supaya kita menjadi kudus dan tak bercela di hadapan-Nya. Bahkan dikatakan bahwa kita dipilih dan ditentukan untuk menjadi putera-Nya.
Satu-satunya tujuan Allah menciptakan manusia ialah agar ia diselamatkan: dijadikan lebih utuh, menjadi lebih dekat dengan Penciptanya. Dan dasar dari rencana Allah itu ialah cinta-Nya yang semakin intensif dan total, bahkan mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk mengangkat martabat manusia dari lumpur dosa.
Soalnya ialah bahwa manusia, sebagai makhluk yang berkehendak, sering kali menyalahgunakan kebebasan yang diberikan kepadanya: Ia dapat berjanji untuk setia, namun pada suatu saat tergoda untuk melanggar janjinya. Manusia berjanji untuk jujur, namun lain waktu ia dapat berbohong. Ia berkomitmen untuk setia pada panggilan, namun pada saat lain ia juga tertarik pada hal lain yang bertentangan dengan janjinya.
Dalam hal ini Maria memang menjadi model iman kita karena ia telah memperlihatkan teladan kesetiaan yang utuh: Ia tidak hanya mengatakan “terjadilah padaku menurut perkataanmu”, namun ia memang terbukti konsisten dengan janjinya itu. Maria adalah pendengar Sabda yang baik – yang pandai menyimpan perkara-perkara penting dalam hati dan merenungkannya. Tidak hanya itu ia sekaligus pelaksana Sabda yang setia. Ia setia menyertai Sang Sabda, bahkan kalau itu menyebabkan bahwa jiwa Maria ditembusi sebuah pedang; bahwa ia kecewa ketika anaknya bersikap dingin tatkala ditemukan di bait Allah dan di tengah kerumunan orang.
Jelaslah bahwa ada campur tangan Allah dalam diri Maria. Namun campur tangan Allah itu ditanggapinya dengan kesiapsediaannya. Maria tentu dapat menolak rencana istimewa Allah. Namun itu bukan pilihannya. Di sinilah letak kepantasan Maria sebagai Bunda, Bunda yang setia memelihara rahmat Allah dalam dirinya sehingga pantas dihormati oleh Gereja sebagai Bunda tanpa noda. Kiranya kesalehan Maria itu juga yang mendorong Paus Pius IX untuk, melalui dogma Inffabilis Deus menetapkan ajaran Maria Immaculata sebagai dogma dalam Gereja Katolik.
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan karena rencana keselamtan-Nya yang indah bagi kita, sambil kita menimbah spiritualitas Maria, yaitu dia yang menggunakan kebebasannya untuk berpasrah dalam rencana Allah. Menyadari bahwa kita adalah manusia terbatas, maka seruan malaikat Gabriel menjadi kekuatan baggi kita: salam, engkau yang dirahmati. Tuhan sertamu. Jangan takut, Allah berkenan kepadamu. Amin.
Maria adalah pendengar Sabda yang baik – yang pandai menyimpan perkara-perkara penting dalam hati dan merenungkannya. Tidak hanya itu ia sekaligus pelaksana Sabda yang setia. Ia setia menyertai Sang Sabda, bahkan kalau itu menyebabkan bahwa jiwa Maria ditembusi sebuah pedang; bahwa ia kecewa ketika anaknya bersikap dingin tatkala ditemukan di bait Allah dan di tengah kerumunan orang.
Sangat luar biasa, semoga aku sanggup meneladan sikap bunda Maria.
Pax te cum!
Keimanan Maria dijadikan Model,Maria menyimpan rahasia itu dalam hatiNya ketika menemukan Yesus sedang berada di bait Allah dan dikerumuni banyak orang….Semoga model keimanan Maria merasuk kedalam Gereja (persekutuan umat Allah)…. (Salam.& Doa..semoga romo sehat selalu)
Selamat hari minggu ama.
Bunda Maria Doakan Kami…Lindungi kami…
Terima kasih Pater untuk pencerahannya
Mksh Pater,atas renungan ttng Maria, semga dgn kita dapat mengikuti teladanya dlm hidup kita