Yesus memberi pengajaran tentang doa melalui contoh tentang dua orang yang berdoa di Bait Allah: Seorang Farisi dan seorang pemungut cukai. Contoh ini memberi pesan bagi kita.
Orang Farisi: orang yang memelihara hukum Taurat dan melaksanakannya secara ketat. Sebagai orang yang taat hukum, doanya pun persis dan tegas, yaitu ucapan syukur dan pujian kepada Tuhan, sambil mengingat perbuatan-perbuatan saleh yang dilakukannya.
Pemungut cukai: sehari-hari berurusan dengan uang; dia adalah rekan kerja para penguasa politis, sangat mungkin tergoda mencuri bagian yang bukan menjadi haknya. Ia berdoa dengan penuh kesadaran bahwa ia orang berdosa, karena itu tidak pantas di hadapan Tuhan. Ia berdoa tanpa berani menengadah ke langit. Ia mengakui bahwa tanpa belaskasih Allah ia kehilangan jati dirinya.
Mari kita perhatikan bahwa Injil tidak sedang mengatakan bahwa seorang pemungut cukai lebih baik dari orang Farisi. Penginjil Lukas mengatakan bawa perumpamaan ini ditujukkan kepada “beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain”.
Siapakah ‘beberapa orang’ itu? Tentu bukan hanya orang Farisi! Melalui contoh ini Yesus juga sedang menyapa kita semua yang membaca Injil. Doa kedua orang ini merupakan contoh bahwa ternyata sikap menganggap diri benar itu tercermin pula dari cara kita berdoa: bahkan doa dapat menjadi sarana menganggap diri benar atau sebaliknya cara memamerkan kesalehan.
Penilaian terhadap cara berdoa kedua orang ini kita dengar dari kata-kata Yesus sendiri: “Si Pemungut cukai kembali ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah, sedang orang lain itu tidak”. Pemunguat cukai dibenarkan oleh Allah? Atas jasa apa ia dibenarkan? Mengapa Yesus mengatakan bahwa ia dibenarkan oleh Allah, sedangkan orang lain itu tidak?
Yesus tidak menilai sebuah doa berdasarkan daftar kesalehan manusia. Bagi Yesus, pemungut cukai dibenarkan, karena dalam doanya ia percaya hanya kepada rahmat dan belakasih Allah, dan ia menyerahkan seluruh dirinya kepada belaskasih Allah itu.
Dalam doanya ia memperlihatkan imannya kepada Allah dan tidak membanggakan perbuatannya, apalagi memandang rendah orang lain dalam doa. Dengan kata lain, manusia dibenarkan oleh karena belaskasih Allah, bukan karena perbuatan-perbuatannya.
Injil hari ini menegaskan seruan refren Mazmur: “Orang yang tertindas berseru, dan Tuhan mendengarkan”. Pemazmur juga berseru: ‘Tuhan itu dekat kepada orang yang remuk jiwanya. Ia membebaskan hamba-hamba-Nya’. Dengan kata lain, doa yang tulus merupakan undangan bagi belaskasih Allah; sebaliknya kesombongan atas kesalehan sendiri menghalangi mata hati kita untuk memandang kerahiman Allah.
Dalam iman akan Allah kita dibenarkan. Bukan berarti bahwa manusia pasif saja, toh Tuhan itu Maha rahim. bukan! Melainkan bahwa: ketika kita sadar akan ketidaklayakkan di hadapan Tuhan (berdosa), namun mau membuka hati agar dibaharui oleh-Nya, di saat itulah kebenaran dari Allah menaungi kita. Orang yang dibenarkan oleh Allah menemukan suka cita dalam Allah.
Kita percaya bahwa hanya karena rahmat dan belas kasih Allah dan menyerahkan seluruh diri kepada belas kasih Allah….Terima kasih ama pater**Bahan katekese yang baik bagi para pewarta (cocok untuk katekese umat)****Salam & Doa ..semoga ama pater sehat selalu..
ketika kita sadar akan ketidaklayakkan di hadapan Tuhan (berdosa), namun mau membuka hati agar dibaharui oleh-Nya, di saat itulah kebenaran dari Allah menaungi kita.
Namun…..seringkali aku tidak sadar dan sombong utk mengakui bhwa aku org berdosa…..
Ampunilah aku Tuhan yg berdosa ini…..
Tuhan memberkati dan mengasihi kita semua. Amin