Kesehatan menjadi hal utama di masa pandemi korona ini. Orang berupaya melindungi tubuh dari virus korona dengan mengkonsumsi makanan sehat. Orang membutuhkan jenis makanan yang dapat menambah imunitas tubuh agar dapat menangkis serangan penyakit.
Pola hidup sehat terkait erat dengan konsumsi makanan alami yang mengandung vitamin untuk menambah antibodi. Tubuh manusia membutuhkan asupan gizi yang terkandung dalam pangan organik.
Makanan Alami dan Sehat. Para ahli gizi menganjurkan bahwa untuk sebuah pola hidup sehat, hendaknya kita mengkonsumsi makanan sehat, yaitu bahan-bahan alami seperti sayur-sayur hijau, kacang-kacangan, buah-buahan, daging dan ikan segar. Pola makan sehat didukung pula dengan upaya menghindari produk makanan dan minuman cepat saji yang mengandung bahan pengawet, serta menghindari kebiasaan buruk, seperti merokok, minum alkohol, atau bekerja sampai larut malam.
Orang-orang Indonesia seharusnya patut bersyukur karena hidup di tanah yang subur, di negara beriklim tropis, cuaca yang bagus, yang menyediakan kekayaan alam sangat beragam. Bumi Indonesia tidak kekurangan bahan makanan yang dapat diolah menjadi obat-obatan untuk menambah imunitas tubuh. Kita memiliki rempah-rempah berkualitas bagus yang dapat diolah secara sederhana dan dikonsumsi tanpa memerlukan campuran produk-produk kimia. Ibu Pertiwi memelihara dan mengasuh kita dengan baik.
Pola hidup sehat yang digambarkan di atas merupakan prinsip yang sudah umum. Sayangnya hal tersebut mulai tenggelam seiring dengan perkembangan bisnis makanan yang memproduksi makanan olahan yang mudah didapat dan praktis untuk dihidangkan. Prouduk-produk makanan cepat saji dengan bahan pengawet ditengarai perlahan-lahan memperlemah imunitas tubuh manusia. Kehidupan urban yang dinamis dan bergerak cepat, membentuk pola makan kurang sehat, dan berdampak buruk pada kesehatan tubuh. Dengan kata lain, hidup sehat terkait erat dengan pola hidup sehat, terutama konsumsi makanan yang bersih dan alami.
Godaan “Mengubah Batu Jadi Roti”. Yesus pernah digoda iblis untuk mengubah batu menjadi roti, ketika Ia sedang berpuasa dan merasa lapar. Yesus digoda menggunakan kuasa-Nya untuk mengenyangkan perut: “Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti”. Yesus menolak godaan itu: Tentu saja Yesus tidak menyangkal bahwa manusia butuh makan di saat lapar. Meski demikian, Ia tidak menggunakan kuasa ilahi-Nya demi mendapat kepuasan sesaat. Dengan mengatakan “manusia hidup bukan dari roti saja”, Yesus menyatakan bahwa makanan memang penting bagi tubuh, tetapi bukan jaminan keselamatan jiwa manusia.
Kata-kata Yesus itu dapat dimaknai sebagai pesan yang relevan dengan anjuran hidup sehat: Kita diingatkan bahwa makanan dikonsumsi bukan demi memenuhi selera makan saja, tetapi terutama untuk kesehatan dan daya tahan tubuh. Kata-kata Injil secara implisit menyadarkan kita akan sikap terhadap makanan: makanlah demi kebutuhan dan kesehatan tubuh, taatilah anjuran dokter: jika Anda dilarang mengkonsumsi makanan tertentu, ikutilah, agar tubuh Anda sehat. Dengan kata lain, pola konsumsi makanan dapat menjadi semacam berhala, kalau orang hanya ingin memenuhi selera makan, tetapi mengabaikan apa yang penting bagi kesehatan tubuhnya. Iman Kristen mengajak kita menghormati martabat tubuh melalui sikap ugahari terhadap makanan.
Makanan Tanda Sakramental. Tradisi Kekristenan menggunkan unsur-unsur makanan sebagai simbol sakramental. Misalnya gandum, anggur, minyak, air, ikan, dan garam. Simbol-simbol dari dunia makanan ini cocok sebagai ungkapan rahmat Tuhan yang menguatkan dan memulihkan jiwa-raga kita. Air yang membersihkan, minyak yang menyembuhkan, garam yang memberi citarasa, dan roti yang mengenyangkan merupakan ungkapan konkret daya kerja rahmat kasih Tuhan.
Dalam Injil digambarkan bahwa Yesus sering mengadakan perjamuan makan bersama para murid dan banyak orang, bahkan dengan orang-orang berdosa (bdk. Mrk. 2: 13-17). Melalui perjamuan makan itu Yesus mengungkapkan kerahiman Allah bagi pendosa, sehingga mereka mengalami rahmat keselamatan dari Allah. Perjamuan merupakan ritus rekonsiliasi bagi para pendosa. Dengan makan bersama Zakheus dan Matius Pemungut cukai misalnya, Yesus mengampuni mereka dan mendorong mereka untuk bertobat.
Dalam mukjizat penggandaan Roti dan Ikan (Mrk 6: 30-44), tindakan Yesus pada roti dan ikan mirip dengan yang Ia lakukan pada Perjamuan Akhir: mengambil, memberkati, memecah-mecahkan dan membagikan. Yesus berbagi, tidak makan sendiri. Kita boleh berimajinasi, seandainya Yesus hidup sekarang di Indonesia, Ia senang memilih pangan organik untuk mengadakan perjamuan. Ia mengundang banyak orang untuk turut makan, sebab Ia prihatin pada luka kemanusiaan dan jeritan rahim bumi akibat keserakahan segelintir orang. Kesadaran tentang pola hidup sehat serta simbol-simbol sakramental dari dunia makanan organik terkait erat dengan Ekaristi sebagai ungkapan pemberian diri Yesus sebagai makanan yang mendatangkan keselamatan jiwa dan raga kita.
Perjamuan-Perjamuan Yesus. Makna Ekaristi dapat kita pahami dari pengalaman konkret sehari-hari. Kita ambil sebagai contoh, pengalaman makan bersama. Contoh ini dipilih karena memang dengan cara itu pula Yesus mewariskan makna Ekaristi: ‘Ambillah dan makanlah, inilah Tubuh-Ku. Ambillah dan minumlah, inilah Darah-Ku. Lalu Ia mengamanatkan para murid-Nya untuk merayakan Ekaristi: ‘Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku’.
Telah dikatakan bahwa Yesus tidak hanya mengadakan perjamuan makan sebelum kematian-Nya. Selama hidup Ia sudah sering mengadakan perjamuan sebagai ungkapan puji dan syukur, solidaritas dengan orang-orang yang berkekurangan, maupun pengampunan bagi para pendosa. Dan setelah bangkit dari maut, Ia juga mengadakan perjamuan. Kisah terkenal perjamuan setelah kebangkitan Yesus ialah ketika Ia makan bersama dua murid di Emaus: ketika Ia mengambil roti dan memecahkannya, mata para murid terbuka dan mereka mengenal Dia.
Makna Makan Bersama. Makan adalah kebutuhan dasar manusia. Dan kita tahu bahwa makan bersama itu bermakna bukan hanya karena makanan yang disantap, tetapi terutama relasi yang dibangun melaluinya. Relasi melalui makan bersama, misalnya dalam keluarga atau bersama sahabat, bermakna intim dan personal. “There is nothing more vital and intimate than eating…, eating is also an experience of extreme nearness, even intimacy….To Christians, food can be thought of as an expression of agape….Eating can be the means not only of physical and emotional change, but also of spiritual transformation” (Montoya 2009, 88-90).
Pengalaman paling pertama makan bersama kiranya terjadi dalam keluarga. Keluarga-keluarga tradisional pada umumnya mengadakan makan bersama di rumah: Sebaik-baiknya dipimpin bapak keluarga; diadakan doa pada awal dan akhir makan; semua duduk bersama mengelilingi meja; sering kali orangtua menasihati anak-anak sambil makan, karena ada keyakinan tradisional bahwa makanan akan dicerna bersama pesan-pesan bijak orangtua. Tampaknya pengalaman seperti ini sudah terasa asing bagi keluarga-keluarga zaman now. Dengan adanya produksi fast food dan kesibukan pribadi, makna makan bersama terasa semakin kabur.
Puji dan Syukur. Makan bersama juga terjadi dalam ruang lingkup yang lebih luas: dalam komunitas, bersama para sahabat, dan berbagai kesempatan lain. Disebut ‘makan bersama’ karena terdapat makanan yang dihidangkan dan terjadi dalam kebersamaan. Sambil menikmati makanan orang-orang saling membagi rasa sukacita; ada relasi yang dibangun atau menjadi lebih erat melalui hidangan yang sama.
Ada pula tujuan lebih beragam yang diungkapkan dengan makan bersama: Sering kali kita mengadakannya sebagai ucapan syukur atas karya-karya Tuhan yang telah terjadi dalam hidup. Misalnya, syukur ulang tahun, syukur lulus ujian, mendapat pekerjaan. Makan bersama juga diadakan ketika kita hendak menyambut orang-orang yang kita kasihi; dan sebaliknya kita juga mengadakan perjamuan ketika hendak berpisah dengan seseorang, sambil berharap bahwa pada kesempatan lain kita dapat berkumpul kembali dalam suasana sukacita.
Dengan kata lain makanan bukan hanya materi (thing), tetapi juga makna (meaning); dia adalah tanda yang menyatukan: “Food as a sensual medium of communication” [Montoya 2009, 48]. Peristiwa ‘makan bersama’ tidak hanya mengungkapkan relasi luaran tetapi juga ikatan batin antara mereka yang ikut di dalamnya. Makan bersama memenuhi baik kebutuhan fisik-natural maupun kerinduan eksistensial manusia sebagai makhluk sosial.
Yang tersedia di meja makan bukan hanya makanan (food) tetapi santapan (meals): yang pertama berkaitan dengan makanan-material, yang kedua dengan kebersamaan orang-orang yang berbagi dalam santapan: “The meal is as much a fundamental element of humanity as shared rationality or language” [O’loughlin 2015, 62].
Dalam Ekaristi semua orang bersatu dalam perjamuan, dan Kristus adalah tuan pestanya. Santo Paulus menggunakan istilah yang tepat untuk Ekaristi: Perjamuan Tuhan. Ia memaknai Ekaristi sebagai ungkapan koinōnia (persekutuan) dalam hidup Yesus. Dalam Ekaristi, Tubuh Kristus lah penyatu jemaat: “Karena roti adalah satu, maka kita sekali pun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu” (1Kor 10: 17). Ekaristi merupakan anugerah kesatuan paling istimewa, karena dengannya semua jemaat disatukan dalam kehidupan Allah sendiri. “Kebersamaan Ekaristik tidak dibangun oleh manusia sendiri, tetapi oleh Kristus sebagai Tuan Rumah melalui hidangan-Nya, yang adalah diri-Nya sendiri” [Martasudjita 2005, 237].
Puji Syukur Semesta. Kembali tentang makanan yang kita santap sehari-hari. Pernahkah Anda coba aware tentang bagaimana mungkin makanan itu tersaji di hadapan Anda, siap disantap: tentang petani yang memeras keringat bercocok tanam, tentang pekerja yang mengangkut hasil pertanian, tentang orang yang berjualan di pasar, tentang orang yang mengolahnya penuh cita rasa, orang yang menyajikannya, dan akhirnya sekarang terhidang di hadapan Anda? Hidangan yang tersedia di hadapan kita melibatkan begitu banyak orang.
Yesus Roti Hidup. Terdapat banyak unsur pada makanan yang kita santap: Padanya terkandung berbagai zat, nutrisi, atau pun elemen-elemen yang berpadu membentuk hasil produksi yang terhidang siap disantap. Makanan juga mengandung unsur kekebalan yang berguna bagi ketahanan tubuh. Ketika dikonsumsi, elemen-elemen makanan ‘berinkaransi’ menjadi darah dan daging yang vital sehingga metabolisme biologis tubuh tetap berlangsung. Itulah hidup! Daging dan darah merupakan dua elemen pokok tubuh manusia.
Menari untuk direfleksikan bahwa dalam perjamuan akhir Yesus berkata: “Inilah Tubuh-Ku… terimalah dan makanlah, inilah Darah-Ku, terimalah dan minumlah…”!. Kata-kata Yesus itu mengungkapkan bahwa Ia menyerahkan seluruh diri-Nya bagi manusia. Ia adalah makan yang membawa keselamatan. Makna makanan Ekaristi jelas di sini: Jika makanan jasmani begitu bermanfaat bagi hidup jasmani kita, bukankah pemberian diri Yesus begitu mendalam maknanya bagi hidup rohani kita?
Yesus juga mengindentikkan hidup kekal dengan tindakan makan Daging dan minum Darah-Nya: “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal dalam Aku dan Aku dalam dia” (Yoh. 6: 56). Ajakan Yesus itu mengerucut pada pilihan iman yang terwujud dalam Ekaristi, yaitu makan Roti Hidup atau roti surgawi, yang tidak membawa kepada kematian, melainkan kehidupan kekal. “Akulah roti hidup”, kata Yesus.
Ekaristi adalah anugerah untuk tinggal dalam Kristus, bersatu dengan-Nya secara utuh lahir dan bati, hidup kini dan akan datang. Dalam konteks ini, katadaging dalam Injil Yohanes bermakna mendalam: “Dengan kata daging, penginjil Yohanes menekankan realisme yang lebih tegas, yaitu bahwa roti Ekaristi adalah benar-benar Tubuh Kristus, dan bukan hanya simbol belaka. Dalam rupa roti dan anggur ekaristis, Yesus Kristus sungguh-sungguh hadir karena roti dan anggur ekaristis itu benar-benar Tubuh dan Darah Kristus” [Martasudjita 2005, 244].
Terima kasih Pater
Terima kasih Pater.. —-Salam Sehat,, semoga Pater sehat selalu..
Trima kasih Pater…?
Perjamuan Malam terakhir warisan Sang Guru Agung yang menjadi Puncak Iman kita tidak akan lenyap karena Dia selalu bersama kita. Bukan kata2 metafora belaka.. Dia menunjukkan itu melalui Pemberian Tubuh Darah-Nya yg dikurbankan di atas Salib. Segala2nya Ia berikan utk kita…
Tdk dapat dibandikan dengan makanan apapun …apalagi yg dipesan lewat go-food hehehe.
Semoga kitas sehat jasmani dan rohani
Terima kasih Pater. Luar biasa
Dengan menyantap makanan dan minuman, dapat mengenyangkan tubuh kita…Lewat Santapan bersama, kita semakin akrab karena lewat kebersamaan kita saling memahami dan saling melenngkapi satu sama lain.. dan tentunya membuat kita semakin bersatu —–Santapan Rohani, Lewat Ekaristi kita disuguhkan Santapan Sabda dan Santapan Rohani ,,lewat menyantap Tubuh dan Darah Kristus yang dapat mengenyangkan jiwa kita… Terima kasih Pater,, Salam dan doa, semoga Pater sehat selalu.
Terimakasih Pater tulisan ini
Kristus sungguh sungguh hadir. Gacias Padre.
Ini berarti misa livestreaming tanpa komuni umat terus-menerus bisa memperlemah imunitas jiwa ya Pater…