Ireneus dikenal sebagai teolog sistematik pertama dalam kekristenan. Ia menjelaskan bahwa Allah telah menjadikan segala sesuatu dengan perantaraan Sabda-Nya saja. Traktatnya yang penting, Adversus Haereses (Melawan Bidaah) memuat pandangan tentang Trinitas. Ireneus memberi perhatian lebih pada gagasan Trinitas ad extra, yaitu Allah Trinitas yang telah mengungkapkan diri dalam sejarah keselamatan.
Baginya Allah tidak bergantung pada perantara lain. “Hanya satu Allah pencipta yang ada di atas segala kuasa dan pemerintahan (…) Dia adalah Bapa, Tuhan, Dasar, Pencipta dan Perancang; Ia telah menjadikan segala sesuatu dari diri-Nya, dengan perantaraan Sabda dan Kebijaksanaan”[1].
Ireneus berupaya melawan dualisme Gnostik untuk mempertahankan dimensi keesaan Allah: Satu Pencipta yang terjelma secara utuh dalam Logos Ilahi. Berdasarkan frase “mari kita menjadikan” dalam teks Kej. 1: 26, ia meyakini Putra dan Roh Kudus sebagai “dua tangan Allah”[2]. Oleh sebab itu penciptaan dan penebusan merupakan satu-kesatuan karena dikerjakan oleh tangan-tangan Allah sendiri. Gagasan tentang dua tangan Allah mendasari refleksinya tentang doktrin rekapitulasi, yaitu penyatuan kembali seluruh ciptaan dalam Allah.
Berdasarkan keyakinan akan Logos sebagai prinsip ilahi dalam dunia (oikos) serta doktrin penyatuan segenap ciptaan (rekapitulasi) dalam Allah, Ireneus memberi perspektif baru tentang dinamaika kosmos sebagai realitas utuh. Allah bukan hanya pencipta tetapi juga penyempurna ciptaan. Ia meyakini adanya sebuah ineligensi triade yang menjadi bangunan ekonomi (oikonomia[3]) keselamatan.
Dalam Demonstratio Apostolicae Praedications 5, Ireneus mengatakan bahwa… “Tuhan itu sesuatu yang rasional (logikos); karena itu oleh Firman (Logos) ia telah menjadikan segala yang telah dijadikan (bdk. Yoh 1: 3); dan karena Tuhan adalah roh (pneuma) [lih. Yoh 4.24], maka oleh Roh (Pneuma) Ia memperelok segala sesuatu”[4].
Inteligensi triade dalam tata ciptaan digambarkannya dalam dua gerakan dinamika Trinitas: Gerek turun, yaitu dari Bapa, melalui Putra, sampai ke Roh Kudus yang terungkap dalam diri manusia; dan gerak naik, yaitu dari Roh Kudus yang tinggal dalam diri manusia, melalui Putra, kembali kepada kesatuan dalam Bapa (gloria)[5]. Begini tesisnya: “Mereka yang (…) membawa Roh Tuhan dalam dirinya akan diantar menuju Sabda, yaitu Putra, dan Putra menerima mereka dan membawanya kepada Bapa, agar Bapa menyucikan mereka. Karena itu, tanpa Roh Kudus, orang tidak diperkenankan melihat Sabda Tuhan, dan demikian pula tanpa Putra, tak seorangpun dapat terarah menuju Bapa. Demikianlah pengenalan akan Putra Allah terwujud dalam Roh Kudus”[6].
Penekanan Ireneus pada Trinitas ekonomi tidak mengurangi penekanannya pada Trinitas ad intra (misteri Allah dalam diri-Nya). Atau tepatnya, dimensi yang pertama menjadi dasar bagi yang kedua. Berikut salah satu kutipan yang menekankan Trinitas ad intra yang dimaksud: “Pada pihak Allah, Putra telah ada sejak awal mula sebelum dunia dijadikan, pada pihak kita Ia ada dari sekarang, yaitu ketika Ia diwahyukan. Jadi, semula Ia belum ada bagi kita, sebab kita belum mengenal Dia. Oleh sebab itu, Yohanes murid-Nya menjelaskan kepada kita siapa itu Putra Allah: Ia yang telah ada bersama Bapa sebelum bumi dijadikan dan yang oleh Dia segala sesuatu telah dijadikan, ketika ia berkata: ‘Pada mulanya…’(Yoh. 1: 1-3). Dengan demikian ditunjukkan dengan jelas bahwa segala sesuatu telah dijadikan dengan perantaraan Sabda, yang sejak semula ada bersama Bapa, yaitu Putra-Nya”[7].
Kutipan di atas menggarisbawahi beberapa poin penting pemikiran Ireneus: Pertama, ia menegaskan kekekalan Putra dengan Bapa. Kedua, menekankan keniscayaan wahyu ilahi yaitu pernyataan diri Allah Trinitas agar manusia dapat mengenal sari pati diri Allah Trinitas; artinya tanpa peristiwa Yesus Kristus, kita tidak dapat mengenal rahasia ungkapan diri Allah; Yesus Kristus adalah bahasa Allah bagi manusia. Ketiga, sebagai konsekuensi, jika Putra tidak kekal, Bapak juga tidak kekal; sebab jika pernah ada suatu saat di mana Putra tidak ada, maka paternitas Bapa juga tidak kekal adanya (Ia pernah tidak berputra). Butir-butir ini kemudian disimpulkan Ireneus dalam Demonstratio 47: “Karena itu Bapa adalah Tuhan dan Putra adalah Tuhan, Allah itu Bapa dan Putra pula, sebab Dia yang lahir dari Allah adalah Allah”[8].
Sebagai catatan, Doktrin ‘dua tangan Allah’ dan dua gerak Trinitaris, menimbulkan kesan “gerakan ganda” Trinitas dalam tata keselamatan: gerak turun dari Bapa, melalui Putra, untuk sampai kepada Roh Kudus, yang mengomunikasikannya kepada manusia; gerak naik dari Roh Kudus yang berdiam dalam diri kita, melalui Putra, dan kembali kepada Bapa. Dari Ireneus sendiri belum ada penjelasan tentang asal Putra dan Roh Kudus, meskipun ia telah berbicara tentang dinamika keselamatan yang berciri trinitaris. Dari Ireneus kita belajar memahami bahwa Allah Trintias adalah Pencipta dan Penyelamat. Allah tak menciptakan kita dan membiarkan kita sendirian, melainkan menjadikan kita kembali bersatu dengan Dia sendiri.
[1] Adv. Haer., V, 33, 7 (P. Coda, Dalla Trinità, 340).
[2] Adv. Haer., IV, 1, 3 (Bdk. Nicola Ciola, Teologia Trinitaria, 55).
[3] Sejak Ireneus, penggunaan term ini menjadi semakin luas. Term oikonomia, aslinya berarti pengaturan rumah tangga, atau penataan kota. Sekarang diterjemahkan dengan kata ‘ekonomi’. Istilah ini dikenal sejak filsafat Stoa, pada sekitar 300 SM, yang dimengerti sebagai peran ilahi dalam menata dunia. Dunia merupakan rumah (bahasa Yunani: oikos) besar yang diatur/ditata oleh dewa-dewi. Orang Kristen pada gilirannya menggunakan istilah itu untuk menunjukkan peran Allah dalam tata keselamatan. Bdk. Dünsl, A brief history of the doctrine of the Trinity, 13 dst.
[4] Dünsl, A brief history of the doctrine of the Trinity, 17.
[5] Adv. Haer., V, 33, 7 (Bdk. Nicola Ciola, Teologia Trinitaria, 54-55).
[6] Demonstratio apostolica, 5 (P. Coda, Dalla Trinità, 340).
[7] Demonstratio 43 (Gagliardi, La Veritá è Sintetica, 406).
[8] Gagliardi, La Veritá è Sintetica, 408.
Terima kasih Pater
… Allah menjadikan kita agar kembali bersatu dengan Dia, Gracias Padre