Di salib Yesus begitu total mempersembahkan diri-Nya kepada Bapa, mempersembahkan Roh-Nya kepada Bapa. Begitu total persembahan diri-Nya sampai Ia merasa haus. Roh Kudus yang menyertai Dia sejak Ia dikandung perawan Maria, dan yang selalu menyertai Dia selama hidup dan karya-Nya, menjelang kematian-Nya di salib, menjadi persembahan diri-Nya yang utuh kepada Bapa.
Injil Markus melukiskan bahwa menjelang wafat-Nya Yesus berseru dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawa-Nya (15:37). Narasi ini diperkuat dengan rekaman suatu adegan yang disertai pengakuan kepala pasukan: Sungguh, orang ini adalah Anak Allah! (15:39).
Mirip dengan Markus, pengnjil Matius juga menekankan penyerahan diri yang bersifat personal dari Yesus kepada Bapa. Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya (27:50).
Demikian pula Lukas menekankan totalitas kepasrahan diri Yesus ke dalam tangan Bapa: Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku. Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya (23:46).
Injil Yohanes, Injil yang lebih teologis, memberi tekanan khusus tentang penyerahan diri Yesus kepada Bapa: di salib Yesus merasa haus: Aku haus (19: 28), dengan mengutip Mazmur 22: 16, “Kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku.”
Menarik bahwa Yesus yang telah menyatakan diri sebagai air hidup (4: 10-13; 7: 37) kini di salib justru berseru Aku haus. Kalau Ia sungguh ilahi, bukankah ini kesempatan untuk membuktikan bahwa Ia dapat memuaskan dahaga-Nya secara ajaib. Jadi, Yesus haus akan apa?
Seruan itu menyiratkan makna rasa haus yang mendalam, haus akan air hidup, yaitu Roh kasih yang mengalir dari Bapa kepada-Nya, Roh yang selama hidup Yesus menyatukan kehendak Dia dengan kehendak Bapa: Aku datang melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku.
Turunlah dari salib, selamatkanlah diri-Mu dan selamatkanlah kami. Tawaran ini menarik. Yesus dapat bertindak menurut kehendak-Nya sendiri, namun Ia tak melakukannya: Ia tidak mengeklaim Roh sebagai milik-Nya sendiri, melainkan mempersembahakan-Nya kepada Bapa.
Roh yang telah menyertai Yesus selama hidup-Nya, kini dipersembahkan kepada Bapa. Pada salib, Yesus mempersembahkan untuk menerima: Ia menghembuskan Roh agar Ia dapat bersatu kembali dalam persekutuan kasih dengan Bapa. Yesus benar-benar haus?
Ia benar-benar haus, karena telah mengosongkan diri, dan kini hanya minum dari kasih Bapa. Roh adalah kasih karunia yang menyatukan, kasih bersama Bapa dan Putra (St. Agustinus). Roh Kudus adalah kasih milik bersama (Bonaventura). Dalam Roh tidak ada egosentris.
Yoh 19: 30 menyingkapkan secara lebih dalam makna totalitas ketaatan Putra kepada Bapa dalam ikatan Roh: Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: Sudah selesai. Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.
Menyerahkan nyawa berarti menyerahkan Roh, yaitu kasih-Nya, ya seluruh kuasa-Nya. Jadi, jika pada peristiwa baptis di sungai Yordan, Roh turun dan tinggal di atas Yesus, sehingga Ia berkenan bagi Bapa, kini di salib, Roh itu dipersembahkan kembali kepada Bapa.
Jumat Agung membuka makna terdalam pernyataan diri Allah: Allah adalah kasih (1Yoh 4: 8, 16), dan Allah itu Roh (Yoh. 4: 24). Logika salib adalah logika kasih. Memiliki kasih berarti merasa haus karena telah memberi dengan total dan mengandalkan kasih Tuhan.
Dalam EnsiklikDilexit Nos Paus Fransiskus melukiskan alasan lain mengapa Yesus tersalib merasa haus. Paus merenungkan pengalaman mistik Santa Margherita Maria Alacoque (1647-1690) akan Yesus yang merasa haus, karena aliran kasih-Nya yang tidak diterima oleh jiwa-jiwa manusia.
Paus mengajak kita merenungkan bahwa ketika kita sungguh-sungguh mengasihi Yesus dan sesama di sekitar kita, sebenarnya dalam diri kita ada kehausan rohani, haus untuk minum dari air keselamatan, yaitu kasih yang terpancar dari hati kudus Yesus.
Dapat dikatakan bahwa adegan salib mengajukan pertanyaan kepada kita: Sudahkah kasihku kepada sesama sungguh merupakan persembahan diri, sehingga aku menjadi kosong dan haus akan kasih Allah?
Tuhan bantulah aku agar mampu merasakan sukacita dalam tindak memberi, bukan hanya dalam menerima, dan kalau aku telah banyak menerima kasih sesama, ajarilah aku untuk mempersembahkan kembali penuh syukur apa yang telah kuterima. Amin.
Selamat Hari Jumat Agung Pater. Terimakasih tulisan nya
Misteri ‘Aku haus’ menegaskan cinta Agape, yaitu sebuah penyerahkan diri total Yesus kepada Bapa agar hubungan manusia dgn Allah yg putus omakibat dosa dipulihkan kembali.
Terima kasih pater atas suguhan Makna Jumat Agung.. Salam dam dan doa semoga pater sehat selalu dan senantiasa dalam perlindungan TUHAN.