Jika benar ada tuan atas waktu, apakah dia telah menciptakan waktu?
Menurut Kitab Genesis, ketika dunia dijadikan, tidak dikatakan tentang penciptaan waktu. Dari enam hari penciptaan tidak satupun hari di mana waktu dijadikan. Orang seperti St. Agustinus dari Hippo menyibukkan diri dengan pertanyaan ini: Apakah waktu telah ada sebelum dunia dijadikan? Apa yang dilakukan pencipta sebelum menciptakan semesta? Ada orang yang percaya bahwa sebelum menciptakan semesta, yang dilakukan sang pencipta hanyalah mencintai.
Menarik pula bahwa pada hari ketujuh sang pencipta beristirahat: Apakah itu maksudnya bahwa setelah bekerja ia menikmati waktu santai? Ah, kita simpan dulu pertanyaan-pertanyaan sulit ini. Cara berpikir yang kronologis memang sulit diterapkan pada sang pencipta. Anyway, terima kasih telah meluangkan waktu membaca alinea-alinea ini.
Tuan atas waktu kiranya tidak selalu terjesan angkuh seperti dikisahkan kemarin itu: ibarat tuan pesta yang pendek sabar. Figurnya boleh digambarkan dengan cara berbeda: sabar dan penyayang.
Apakah Anda pernah membaca kisah termasyhur tentang ‘anak yang hilang’? Kisahnya: seorang anak, bungsu dari dua orang bersaudara, meminta harta warisan kepada ayahnya. Anak itu lalu pergi dan menghabiskan waktu di perantauan dengan hidup berfoya-foya, bahkan dengan pelacur-pelacur. Ia lupa diri. Ia baru sadar diri setelah ia tidak punya uang lagi, merasa lapar dan haus. Melarat. Makanan babi pun tak layak diberikan padanya. Anak itu pun menyesal, teringat banyak makanan di rumah bapanya.
Ayah anak ini malahan menghabiskan waktu untuk menunggu anaknya, seolah-olah tidak peduli bahwa ia telah dikhianatinya. Sang ayah ini setia menunggu, melihat-lihat dari kejauhan, dia yakin anaknya akan kembali.
Akhirnya kembali juga anak bungsu itu. Bukannya memberi hukuman yang adil, ayah itu malah mengadakan pesta meriah syukur untuknya; mengenakan padanya jubah, cincin dan sepatu baru. Kasih ayah ini memang di luar batas waktu dan nalar manusia.
Luar biasa ayah ini! Ia mengisi waktunya dengan tindaksn kasih dan pengampunan. Seandainya dia adalah tuan atas waktu, maka kita memang harus belajar darinya untuk memaknai waktu. Kita memang sulit mengisi waktu dengan tindakan kasih dan pengampunan. Lebih mudah mengisinya dengan mengadili.
Rasanya tidak pernah selesai membahas waktu karena buat saya waktu mempunyai arti yang luas.terkadang kita bisa menjadi sahabat atas sang waktu ato sebaliknya kita bisa menjadi musuh atas sang waktu itu sendiri.
Sebuah tanggapan yang bermakna mendalam. Terima kasih.