Media. Di era media digital ini, dengan istilah media, kiranya kita memaksudkan dua unsur: benda atau perangkat gawai, dan terutama jaringan raksasa yang dikenal sebagai internet. Gawai akan berfungsi sebagai media jejaring sosial ketika tersedia jaringan internet. Para pengguna gawai paham bahwa tanpa jaringan internet, ia terputus dari media sosial. Dan jika dipelajari lebih dalam, akan dipahami bahwa balik jaringan internet yang menggerakkan jejaring media sosial itu ada sebuah logika saintifik yang bekerja lebih halus dan detail.
Seluruh semesta ini ibarat sebuah jejaring. Dunia disebut makrokosmos, dan di dalamnya terdapat manusia sebagai mikrokosmos. Hewan dan tumbuhan terbentuk dari jaringan-jaringan baik dalam strukturnya sendiri maupun sebagai suatu ekosistem. Manusia pun membutuhkan ciptaan lain dan membangun relasi dalam kelompok sosial. Gereja misalnya tergolong suatu jejaring sosial.
Berkat kemajuan media digital dan kecerdasan buatan, kita lebih paham dan sadar bahwa dunia adalah sebuah jejaring, sebuah inter-koneksitas. Katakanlah bahwa ada sebuah logos yang memungkinkan jejaring dunia tetap berjalan secara logis. Tanpa logos itu maka terjadi kekacauan atau ke-tidak logis-an. Jejaring identik dengan keteraturan, terkait sistem yang berjalan logis.
Allah Bersabda maka Jadilah. Ketika Allah menjadikan semesta dan segala isinya, Ia bersabda. Yang keluar dari diri Allah itu Logos Ilahi, sebuah Logika yang memungkinkan semesta berjalan dan berkembang. Allah menjadikan jejaring makrokosmos dan mikorkosmos sesuai logika-Nya: Ia adalah sumber wahyu, dan Sabda-Nya adalah Kecerdasan Ilahi yang mendesain jejaring ciptaan.
Benda dan makhluk ciptaan dapat disebut sebagai media-media yang menampakkan Media sejati dari dalam diri Pencipta, yaitu Logos Ilahi. Ibarat logika relasi antara internet dan gawai, tanpa Logos Ilahi, makhluk ciptaan ibarat benda-benda yang tak saling terkoneksi, kacau, terasing satu sama lain. Tanpa Logos Ilahi, ciptaan-ciptaan bagaikan gawai tanpa jaringan internet.
Ketika Allah bersabda kepada tokoh tertentu, seperti kita temukan dalam Alkitab, dapat dikatakan bahwa Allah menawarkan sebuah logika kepada manusia. Kita bahasakan saja begini: Orang yang mendengar Sabda Allah itu diundang oleh Allah untuk bersikap logis, yaitu hidup seturut Logika Allah (Logos Ilahi). Corak Logika Allah ialah setia, belas kasih, pengampunan, kehidupan, dan sebagainya.
Firman Setara dengan Yang Berfirman. Corak-corak tersebut terpancar dari kodrat Allah. Hal ini menegaskan keyakinan bahwa yang diberikan Allah kepada manusia bukan suatu benda paten, atau sebuah perangkat otomatis, melainkan cara pikir Allah, atau dalam bahasa Teologi: Sabda Allah. Kodrat Allah itu ilahi, maka Sabda-Nya ilahi pula. Ini menegaskan poin penting dari pokok sebelumnya: Sumber wahyu (Allah) itu setara dengan media wahyu (Firman).
Paparan di atas yang coba dibahasakan dari pengalaman kontekstual era kontemporer, mau mengantar pada keyakinan biblis tentang penjelmaan diri Allah dalam Firman-Nya. Kata-kata penginjil Yohanes menegaskan kesetaraan antara Allah dan Firman Allah: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah” (1:1). Kita perlu memahami dan menggali makna dari kalimat terkenal tersebut pada sesi-sesi berikut.
Terima kasih Pater
Artikel yang sangat Menarik dan mengandung makna yang sangat mendalam..Pater telah memberikan Pemahaman yang menghantar kami bisa mengerti “Logos Ilahi– (Benda dan makluk ciptaan),, Diibaratkan logika relasi antara Internet dan gawai…… Salam dan doa, semoga Pater sehat selalu.. Saya menunggu lanjutannya.
Setiap saat bisa terhubung dengan Sang Seniman tanpa tergantung dengan internet tetapi melalui bakat atau SabdaNya. Salam bahagia dan sehat Pater Andre. Trmksh.