Anselmus, biarawan Benediktin, menjadi abas di biara Bec di Normandia, Uskup Agung Canterbury dari 1093 sampai 1109, salah seorang penulis ternama dalam tradisi Teologi Latin. Ia lahir di Aosta, Italia utara pada 1033. Orang Italia lebih suka menyebut Anselmus dari Aosta, dan bukan Anselmus dari Canterbury sebagaimana umumnya ia dikenal.
Petualangan Masa Muda. Sebagai orang muda di zamannya ia berpetualang ke seluruh wilayah utara, setelah menolak keinginan ayahnya agar ia belajar ilmu politik dan terjun dalam perpolitikan. Dalam kerinduan mengenyam pendidikan yang lebih cocok dengan keinginannya, pada tahun 1059 ia memutuskan pergi ke biara benediktin di Bec, Normandia tengah.
Biara tersebut baru berusia sekitar 20 tahun, pendirinya Herlui, masih hidup. Di biara ini Anselmus belajar di bawah bimbingan guru hebat, Lanfranc, pemimpin biara di Bec. Tampaknya Anselmus pernah mendengar tentang Lanfranc sebelumnya, sehingga ia terdorong untuk datang ke Bec. Anselmus kemudian menjadi guru di Bec setelah Lanfranc pindah.
Anselmus memiliki minat yang tinggi pada Teologi dan Filsafat. Ia kemudian dikenal karena argumen pembuktian adanya Allah. Pada 1060, ia menjadi lebih akrab dengan lingkungan studi di biara di Bec. Pada usia 27 tahun ia putuskan menjadi biarawan di Bec. Dan sejak 1063, ia praktis menjadi guru dan panasihat biara, karena Lanfranc pindah sebagai abas di Perancis.
Pada masa Anselmus dunia studi Filsafat dan Teologi masuk dalam lingkungan biara. Dalam konteks ini menarik untuk dicatat bahwa argumen-argumen sentral Anselmus lahir dari doa dan meditasi. Dalam dunia pemikiran Kristen, metode berpikir Anselmus merupakan ikon dialog antara Filsafat dan Teologi atau antara pemikiran logis dan iman akan Allah.
Karya-Karya Utama. Sebagai pengajar di Bec, ia mulai menulis karya pertamanya Monologion, sebuah karya meditatif tentang esensi ilahi – tema yang sangat ia gemari. Karya kedua ialah Prosologion ditulis antara 1077-8. Sekitar tahun 1085 dua karya tersebut telah dikenal di Prancis, Inggris, dan Roma. Argumennya dalam Prosologion ditanggapi Gaunilo, seorang biarawan dari luar Marmoutier, sehingga mereka terlibat disput atau debat.
Anselmus juga terlibat debat dengan Roscelin, seorang pengajar Teologi dan Filsafat di beberapa sekolah Prancis, seputar Teologi Trinitas. Dan dari debat ini ia menulis karya lain, Tentang Inkarnasi Sabda untuk menjelaskan posisinya. Di awal tugasnya sebagai Uskup Agung di Canterbury, ia menulis karya terkenal Mengapa Allah Menjadi Manusia (Cur Deus Homo).
Monologion memuat sebuah meditasi intelektual tentang esensi ilahi (divina essentia). Di sini ia membahas doktrin Trinitas dalam pengaruh buku De Trinitate karya Santo Agustinus (354-430). Anselmus mengutip analogi psikologis Agustinus, yaitu pandangan bahwa manusia adalah citra Allah Trinitas, karena memiliki tiga kemampuan – analogi dari tiga Diri Ilahi: memori, intelek dan kehendak. Karya ini diterbitkan setelah dibaca dan dikoreksi oleh gurunya Lanfranc.
Allah Sebagai Pengada Tertinggi. Karyanya Prosologion memuat argumentasi terkenal tentang pembuktian akan adanya Allah. Argumen ini umum dikenal sebagai ‘pembuktian ontologois’. Bagian kedua dari Prosologion memuat argumentasi yang dimaksud: Inti sari argumennya ialah sebuah definisi yang mengatakan bahwa Allah adalah pengada yang lebih besar dari pada itu tidak dapat dipikirkan (something-than-which-nothing-greater-can-be-thought).
Anselmus menegaskan pula bahwa ‘sesuatu yang lebih besar dari padanya tidak dapat dipikirkan itu nyata tidak hanya dalam pemikiran, tetapi sungguh (vere) nyata pula dalam kenyataan (in re). Penjelasan itu oleh Anselmus diyakini sebagai argumen tunggal (unum argumentum) untuk membuktikan bahwa Allah ada, dan bahwa Allah yang diimani orang Kristen itu terbukti.
Beriman Agar Mengerti. Argumen Anselmus dikritik karena bersifat apriori semata, jadi melulu pengandaian logis, bukan berdasarkan bukti riil. Kritik itu tepat, tetapi justru menegaskan corak dasar argumen. Dalam bahasa teologis, Anselmus memperlihatkan kepada para pembaca bahwa ia sendiri sudah percaya bahwa Allah ada. Dalam pengantar Prosologion ia telah menegaskan tujuan argumen dia: iman mencari penalaran (faith seeking understanding).
Dalam konteks itu argumentasi Anselmus ini mewariskan metodologi Teologi standar, yang umum dikenal dengan frase Fide quarens intellectum, artinya Beriman karena itu mengerti. Bagi Anselmus, orang harus percaya dulu pada pewahyuan diri Allah, agar ia dapat mengerti dengan nalar doktirn-doktrin pokok tentang kebenaran iman Kristiani. Allah itu ada. Ia pengada yang melampaui nalar manusia. Itu berarti menyangkal adanya Allah dengan nalar adalah sebuah kontradiksi dalam berpikir, sebab Allah selalu lebih besar dari apa yang manusia pikirkan.
Dalam dunia Teologi, pengandaian tentang adanya Tuhan adalah prinsip fundamental, suatu keharusan. Pengandaian ini lah yang disebut iman. Percaya akan eksistensi Tuhan merupakan prinsip metodologis dalam Teologi. Percaya agar Mengerti: Frase terkenal ini adalah sari pati metode Teologi, yang telah dimulai oleh St. Agustinus, Uskup Hippo (354-430).
Cur Deus Homo. Karya ini memuat argumentasi Anselmus menjawab pertanyaan tentang misteri Inkarnasi Yesus Kristus. Mengapa Allah menjadi manusia? Argumen Anselmus dikenal sebagai ‘teori korban’. Manusia telah berdosa terhadap Allah, dan itu juga berarti melawan tatanan sempurna yang telah dijadikan Allah. Allah murka. Ia hendak menghukum manusia.
Manusia harus menebus dosanya. Namun karena dosa itu melawan Allah yang Sempurna, maka tidak ada manusia yang layak membalas Allah. Manusia harus bertanggung jawab atas dosanya, namun ia sendiri tidak sanggup. Supaya tatanan adil dan sempurna dari Allah dapat dipulihkan, maka dibutuhkan seseorang yang layak sebagai kurban pelunas dosa.
Ada dua syarat yang harus dipenuhi orang yang dianggap layak itu: pertama, ia tak berdosa; kedua, ia harus setara dengan Allah, mengingat bahwa dosa telah merusak tatanan ilahi. Dua syarat itu jelas tidak dapat dipenuhi manusia. Maka yang layak ialah seseorang yang sungguh manusia dan sungguh ilahi. Dengan demikian, menurut Anselmus, kematian Yesus di salib dapat dimengerti. Pertanyaan ‘mengapa Allah menjadi manusia’ terjawab.
Argumen Anselmus ini hidup dalam praktek kesalehan orang Kristen: manusia sadar akan kedosaanya sehingga patut menjalani silih agar diampuni Allah. Namun argumen ini juga banyak dikritik bahkan ditolak, karena menampilkan Allah yang kejam, yang menuntut korban supaya Ia puas. Sekolah Fransiskan, terutama Duns Scotus (1266-1308) menolak penjelasan Anselmus, dan menekankan paham kasih Allah yang radikal sebagai motif peristiwa salib Kristus: Inkarnasi terjadi melulu karena kasih Allah yang tanpa batas, bukan karena dosa manusia sejak Adam.
Bagi teman-teman yang tertarik untuk membaca tulisan-tulisan Santo Anselmus, buku kumpulan karya-karya Anselmus yang diedit dan diberi pengantar oleh Brian Davies dan G. R. Evans, terbitan Universitas Oxford, merupakan sumber yang kami rekomendasikan.
Terimakasih ulasannya pater dan sudah merekomendasikan tulisan2 ttg Anselmus. ??
Sama2 sdr Fidel.
Terima kasih Pater.
Biarawan ini sangat berpengaruh dalam ilmu Teologi.
Apakah bliau juga masuk dalam bilang para kudus/ seorang santo?
Buku yg direkomendasikan ini apakah sudah ada terjemahan dalam bahasa Indonesia Pater? Terima kasih