“Darah ini, jika diterima dengan layak, akan mengusir setan-setan, memanggil para malaikat datang kepada kita, bahkan Tuhan dari para malaikat … Darah yang telah ditumpahkan ini menyucikan seluruh dunia. . . Ini adalah harga bagi alam semesta, dengannya Kristus menebus Gereja… Marilah kita renungkan semua pemberian Tuhan, kita patut berterima kasih dan memuliakan Dia tidak hanya dengan iman, tetapi juga dengan perbuatan.”
Berkembang dari Masa ke Masa. Kutipan di atas merupakan penggalan kalimat Santo Yohanes Krisostomus († 407), yang dikutip oleh Paus Yohanes XXIII († 1963) dalam Surat Apostolik Inde a Primis, yang ia keluarkan pada 30 Juni 1960, menjelang pesta Darah Mulia Kristus. Paus yang sama pul yang telah memperkenalkan Litani Darah Yesus, karena ia sendiri sejak masa kecil telah memiliki devosi Darah Yesus nan Mulia. Oleh dia pula devosi Hati Yesus, Nama Yesus, dan Darah Yesus dimaknai sebagai satu-kesatuan karena berpusat pada diri Yesus Kristus.
Surat Apostolik Yohanes XXIII itu, 41 tahun kemudian dikenang dengan meriah oleh Santo Yohanes Paulus II († 2005) pada Angelus 1 Juli 2001: “Hari ini adalah awal bulan Juli, bulan yang menurut tradisi populer dikhususkan untuk mengontemplasikan Darah Mulia Kristus, sebuah misteri kasih dan kerahiman yang tak terselami. … Darah Kristus adalah bukti nyata kasih Bapa Surgawi bagi semua orang tanpa kecuali”.
Jauh sebelum seruan dua Paus itu, devosi Darah Mulia Yesus telah berakar pada Injil dan berkembang terutama pada Sekolah Mistik di Abad Pertengahan, dengan figur seperti Santo Bernardus, Santa Getrudis, Angela Foligno, Katerina Siena. Pada 1582, di Valenzia, Spanyol, untuk pertama kali devosi ini dirayakan dalam ritus liturgi. Devosi ini pun tersebar luas berkat jasa St. Gaspar del Bufalo, pendiri Kongregasi para Misionaris Darah Mulia.
Atas anjuran Yohanes Merlini, anggota Kongregasi tersebut, pada masa kepausan Pius IX (†1878) devosi ini diakui dan ditetapkan sebagai sebuah pesta bagi Gereja universal pada hari Minggu pertama bulan Juli. Paus Pius X († 1914) kemudian mengangkat devosi ini ke derajat pertama ritus liturgi, yaitu sebagai sebuah perayaan pada setiap 1 Juli.
Penanggalan Ekstra. Meski demikian dalam Penanggalan Liturgi Roma tidak tertera perayaan Darah Mulia Kristus pada 1 Juli. Sebab, pada 1970, dalam spirit pembaruan liturgi oleh Konsili Vatikan II, diadakan perubahan Penanggalan Liturgi, di mana perayaan ini dipadukan dengan perayaan Tubuh Tuhan (Corpus Domini). Maka Gereja Roma memiliki Perayaan Tubuh dan Darah Kristus; sedangkan perayaan Darah Kristus yang Mulia tercantum dalam penanggalan ekstra.
Menurut Penanggalan Liturgi resmi Konferensi Wali Gereja Indonesia, tanggal 1 Juli merupakan Hari Raya khusus bagi Kongregasi Suster Amal kasih Darah Kristus atau ADM, sebagai Pesta Nama Tarekat. Sebelum itu, pada 14 dan 19 Juni, Gereja merayakan dua Hari Raya yang terpusat pada Yesus: Tubuh dan Darah Kristus dan Hati Yesus yang Maha Kudus. Rangkaian perayaan ini menandakan bahwa penghormatan pada Darah Yesus memiliki bobot teologis-kristologis yang kuat, jadi tak sebatas sebuah devosi populer.
Mengalir dari Hati Yesus. Darah merupakan elemen tubuh yang sangat penting. Dalam tradisi Yahudi, diyakini bahwa darah adalah ‘nyawa segala makhluk’ (Im 17: 14). Umat Israel kuno mengalami sendiri bahwa darah merupakan tanda keselamatan dari Allah (bdk Kel 12: 7). Darah menjadi tanda kesetiaan Allah pada janji-Nya untuk menyelamatkan umat Israel (bdk 24: 6-8).
Bagi orang Kristen, penghormatan bagi Darah Kristus tentu berakar pada diri Yesus. Dalam Perjamuan Akhir Ia menyerahkan diri bagi para murid dalam wujud piala Darah-Nya, dari perjanjian yang membawa keselamatan: “Terimalah dan minumlah. Inilah Piala Darah-Ku, Darah perjanjian baru dan kekal, yang ditumpahkan bagimu dan bagi semua orang demi pengampuan dosa”.
Sebagaimana dipaparkan Brant Pitre dalam Jesus and the Last Supper, dalam Perjamuan Akhir Yesus mengidentikkan anggur dengan Darah-Nya, yaitu sebagai darah perjanjian (Mat 26: 27-28; Mrk 14: 23-24; Luk 22: 20; 1Kor 11: 25). Dengan tindakan itu Yesus sendiri menjadi kepenuhan dari makna simbol darah dalam Perjanjian Lama. Darah Yesus adalah meterai janji Allah untuk menyelamatkan manusia.
Yesus berbicara tentang Darah Perjanjian dalam suasana perjamuan. Hal ini mengingatkan kita akan darah hewan kurban yang dipersembahkan oleh Musa, yang memuncak pada perjamuan bersama para tua-tua Israel (Kel 24: 11). Dulu Musa mengambil darah hewan kurban, menumpahkannya pada mezbah serta dipercik kepada orang Israel, sebagai ungkapan penetapan perjanjian (Kel 24: 6); kini Yesus menumpahkan Darah-Nya sebagai wujud totalitas kasih Allah.
Penyerahan diri Yesus dalam Perjamuan Akhir itu memuncak pada pemberian diri-Nya di salib. Di salib Yesus menundukkan kepala dan menyerahkan nyawa-Nya kepada Bapa (bdk. 19: 30). Dalam Injil Yohanes dilukiskan bahwa setelah Yesus mati, seorang prajurit menikam lambung-Nya dengan tombak, dan ‘segera mengalir keluar darah dan air’ (19: 34).
Menyerahkan nyawa berarti menyerahkan Roh, yaitu seluruh diri dan hidup. Setelah menyelesaikan perutusan-Nya di dunia, Yesus tidak mengklaim itu sebagai keberhasilan-Nya. Lambung-Nya tertusuk, mengalirkan darah dan air. Itulah tanda totalitas persembahan diri-Nya kepada Bapa demi keselamatan manusia. Hati Yesus yang lemah lembut mengalirkan kehidupan kekal bagi manusia (Mat 11: 29).
Kematian Membuahkan Kehidupan. Raymond Brown, dalam The Gospel According to John, melihat kaitan ciri teologis antara adegan penikaman lambung Yesus ini dengan kata-kata 1 Yoh 5: 6: “Inilah Dia yang telah datang dengan air dan darah, yaitu Yesus Kristus, bukan saja dengan air, tetapi dengan air dan dengan darah. Dan Rohlah yang memberi kesaksian, karena Roh adalah kebenaran”.
Baik Yoh 19: 34-35 maupun 1 Yoh 5: 6 menekankan bahwa dari lambung Yesus yang mati di salib mengalir keluar sumber kehidupan: air dan darah. Adegan ini menegaskan bahwa Yesus mati sungguh sebagai manusia, bukan tampaknya mati. Para Bapak Gereja kemudian memberi makna sakramental atas teks-teks tersebut: menghubungkan simbol air dengan Baptis dalam Gereja, dan darah sebagai simbol kurban Ekaristi. Paragraf 254 Kompendium Katekismus Gereja Katolik: “Di kayu salib, darah dan air, yang merupakan lambang Sakramen Pembaptisan dan Sakramen Ekaristi, mengalir ke luar dari lambung yang ditikam”.
Yesus telah mati. Namun maut bukan akhir dari segalanya. Kematian-Nya merupakan persembahan yang hidup bagi para pengikut-Nya. Kematian Yesus tampak sebagai sebuah paradoks, sebab oleh kematian-Nya mengalirlah kehidupan baru, bahkan yang kekal.
Kematian Yesus merupakan ungkapan kemenangan hidup atas maut. Darah Yesus adalah harga keselamatan kita (Ef 1: 7); sebuah tebusan yang murni, karena mengalir dari Anak Domba yang tak bernoda (1 Ptr 1: 18-19); totalitas kasih laksana kurban yang harum bagi Allah (Ef 5: 2). Darah Kristus yang tumpah di salib membuahkan hidup kekal bagi manusia. Seperti tertulis dalam himne Adoro Te devote, Begitu mulia Darah Kristus, sehingga ‘satu tetes saja pun cukup untuk menyucikan dosa seluruh dunia’.
Agar Dunia Disembuhkan oleh Darah-Nya. Santa Katerina dari Siena († 1380), salah seorang mistikus Darah Kristus, gemar mengawali surat-suratnya dengan kata-kata ini: “Aku menulis kepada kalian dalam darah-Nya yang sungguh berharga”. Dan kepada bapa pengakuannya, Raimundus dari Capua, ia menulis: “Benamkan dirimu dalam Darah Yesus yang Tersalib, berlumurlah dalam Darah itu, basuhlah dirimu dengan Darah itu, tumbuh dan bentengilah dirimu di dalam Darah itu”.
Dalam masa krisis karena wabah korona ini kita pantas memohon pembaruan dunia oleh Darah Kristus, senada dengan doa di akhir Litani Darah Yesus: “Ya Allah Bapa Mahakuasa dan penuh belas kasihan, Engkau yang telah menebus dunia dengan darah mulia Putra-Mu yang tunggal, perbaruilah curahan keselamatan oleh darah-Nya bagi kami dan segenap umat manusia, agar kami selalu memperoleh buah berlimpah dari kehidupan kekal”. Amin.
Karena dosa ,,rusaklah hubungan manusia dengan Allah. Tetapi karena Cinta Allah begitu besar pada manusia Ia ingin memulihkan hubungan itu. Sesungguhnya dengan bersabda saja hal itu bisa terjadi,,,,tetapi itu bukan cara Allah. Ia memilih menebus umat-Nya dengan Darah Putara-Nya,,,,sampai tetes terkahir di kayu Salib.”Semua karena Cinta”
Terima kasih Pater…….ulasan yang mendalam. Menyadarakan sy bahwa betapa saya sungguh dicintai Tuhan
Terimakasih pater, membaca tentang darah Kristus rasanya tak terungkapkan. Menarik dan bagi saya hal ini baru.
Dimana saya boleh dapat doa darah Kristus pater?
Kekuatan Darah Yesus———–Darah yang ditumpahkan menyucikan dunia.. Terima kasih atas suguhan lewat tulisan yang sangat menarik dan berguna bagi kami para Pewarta,,, Salam dan doa, semoga Pater sehat selalu.
Terimakasih Pater Andre untuk tulisannya yang sangat bagus. Salam sehat???
Darah Krustus menyelamatkan kita.
Terima Kasih Patrr telah meneguhkan. Sejak awal Tahun 2022 sudah mempraktekan devosi kepada Darah Yang Berharga dari Tuhan Yesus Kristus. Saya berharap pandemi ini akan segera berakhir dan segala sesuatu nya akan menjadi lebih baik. Dan saya senantiasa memohon agar Ruhan senantiasa menutup bungkus keluarga kami dengan Darah yang paling berharga ini yaitu Darah Yesus Kristus.
Terima Kasih Pater telah meneguhkan. Sejak awal Tahun 2022 sudah mempraktekan devosi kepada Darah Yang Berharga dari Tuhan Yesus Kristus. Saya berharap pandemi ini akan segera berakhir dan segala sesuatu nya akan menjadi lebih baik. Dan saya senantiasa memohon agar Ruhan senantiasa menutup bungkus keluarga kami dengan Darah yang paling berharga ini yaitu Darah Yesus Kristus.