Karunia ketiga: Roh Pengetahuan. Siapa tidak ingin memiliki pengetahuan? Siapa tidak bangga memilikinya? Knowledge is power! Pengetahuan mencerahkan akal budi manusia. Iman Kristen memaknai pengetahuan secara mendalam: sebagai karunia Roh.
Santo Bonaventura merefleksikan empat kategori pengetahuan: Filsafat, Teologi, pengetahuan akan Rahmat, dan akan Kemuliaan. Teologi dan Filsafat merupakan pemberian (gift), tetapi pengetahuan akan rahmat merupakan anugerah dalam arti sesungguhnya. Sedangkan pengetahuan akan kemuliaan bukan hanya sebuah anugerah, melainkan juga ganjaran (reward). Filsafat alam merupakan pengetahuan akan sebuah kebenaran sejauh dapat diteliti (investigable). Teologi merupakan pengetahuan tentang kebenaran yang diimani (believable). Pengetahuan akan rahmat merupakan pengetahuan akan kebenaran yang patut dicintai (lovable). Pengetahuan akan kemuliaan merupakan pengetahuan kekal akan kebenaran yang didambakan (desirable)” [DD IV, 4-5].
Kebijaksanaan filosofis tampak dalam kemampuan berpikir dan mengutarakan buah pemikiran secara teratur dengan retorika yang logis dan persuasif. Dengan kemampuan filosofis orang mampu membuat perbedaan antara hal-hal yang konkret dan yang abstrak. Filsafat moral (Etika) berperan membantu orang menata perilakunya, mengadakan olah batin, agar dapat bersikap sesuai norma moral. Kebajikan filosofis tersirat dalam Kebijaksanaan Raja Salomo. Ketika kepadanya ditawarkan anugerah oleh Allah, ia tidak memohon kekayaan atau kuasa, melainkan kebijaksanaan dalam memutuskan perkara (DD IV, 8-10).
Karunia pengetahuan teologis bersumber pada Sabda Tuhan. Firman Tuhan itu bagai samudera luas: Ibarat samudera, Alkitab memuat kedalaman dan kekayaan misteri ilahi, yang memberikan dasar kokoh bagi Gereja. Misteri Sabda tak terselami oleh akal sehat manusia. Semakin orang mengetahui Sabda ilahi, semakin ia menyelami kedalaman rahasianya. Laksana air yang mengandung aneka unsur hayati, demikian pula Sabda Tuhan mengandung makna yang sangat kaya. Pengetahuan manusia tidak sanggup merangkul kekayaan Sabda. Firman Tuhan juga ibarat samudera yang stabil. Di atas samudera ini, bahtera Gereja berlayar (DD IV, 13-15).
Simbol air yang digunakan di sini menarik untuk direnungkan: Bagi Bonaventura, dasar alam semesta adalah air, bukan bumi (tanah). Kita mengetahui bahwa air merupakan sumber energi terbesar dalam tubuh manusia. Menurut tradisi Kristen, air menyimbolkan daya Roh Kudus: Di atas air (baptis) Gereja berdiri. Firman Tuhan (air) adalah dasar bagi Gereja (bumi). Artinya tanpa Firman, Gereja akan goyah (DD IV, 17).
Melalui simbol air itu, Bonaventura menekankan pentingnya pengetahuan akan Firman, khususnya bagi para pemimpin Gereja. Pemimpin yang menakhodai bahtera Gereja tanpa Firman, itu ibarat kapal kehilangan arah. Sekolah nakhoda adalah sekolah Firman. Celakalah orang yang menolak Firman, namun lebih celaka lagi orang yang mengerti Firman, namun tidak mau mengajarkannya dengan baik dan benar kepada sesama.
Penolakan terhadap Firman Tuhan dapat terjadi karena orang tidak mau mempelajari-nya, tetapi penolakan lebih serius terjadi pada orang yang mengetahuinya, namun tidak mengajarkan seturut pengetahuan itu. Bentuk penolakan kedua ini berdampak lebih buruk: “If I hinder the welfare of another, I do something worse than what the devil does because the devil acts as an enemy” (DD IV, 19).
Kategori ketiga ialah pengetahuan akan rahmat, yang merupakan pengetahuan suci yang bersumber pada diri Kristus. Dalam hal ini memiliki pengetahuan (logos) berarti taat pada Kristus, sang Guru Kebenaran. Akhirnya pengetahuan paling luhur datang dari tingkat pengetahuan paling sempurna, yaitu kemuliaan. Pengetahuan akan kemuliaan ini membawa ganjaran, yaitu pengenalan akan Kristus Guru Bijaksana. Dikatakan ‘sempurna’ karena ia membawa kepenuhan hidup, yaitu kesatuan manusia dalam persekutuan Kasih Ilahi (DD IV, 25).
Sebagai karunia Roh, hendaknya pengetahuan digunakan bagi perkembangan diri dan sesama. Bonaventura mengkritik ilmuwan yang mengejar pengetahuan demi rasa ingin tahu atau keuntungan material:
“Ada orang yang ingin tahu demi rasa ingin tahu saja: ini merupakan berhala rasa ingin tahu (curiositatis). Orang lain mengumpulkan pengetahuan agar mendapat pengakuan: ini menyebabkan kesombongan diri. Ada pula yang menjual pengetahuannya untuk mendapat uang atau kehormatan: ini adalah komersialisasi pengetahuan. Syukurlah bahwa masih ada orang mau menggunakan karunia pengetahuan untuk membentuk dirinya dengan baik dan dengan demikian membantu sesama: ini merupakan amal kasih dan kebijaksanaan” (DD IV, 23).
Hendaknya karunia roh pengetahuan diwujudkan dalam tindakan kasih. Roh pengetahuan hendaknya membantu orang semakin mengasihi Allah sebagai Yang Maha Mengetahui. Dengan mengutip kata-kata Santo Paulus, Bonaventura menegaskan bahwa pengetahuan tanpa kasih itu bagaikan sebuah berhala: “Pengetahuan yang demikian itu membuat seseorang menjadi sombong, tetapi kasih membangun” (1Kor 8: 1) [DD IV, 24].
Penemuan ilmu pengetahuan hendaknya terarah kepada sikap bijaksana: Ilmuwan sejati tidak hanya berhenti atau puas pada pemikiran logis atau pencapaian bukti-bukti objektif untuk penelitian, tetapi juga dengan pengetahuannya menjadikan hidup manusia lebih bermakna. Bonaventura mengibaratkan penyalahgunaan roh pengetahuan dengan obsesi orang yang “sibuk membuat sarang tawon yang tidak menghasilkan madu, padahal lebah saja tahu membangun sarang yang menghasilkan madu” [Hexaёm. I, 8].
Renungan: Ya Bapa, Engkau lah sumber segala pengetahuan. Aku bersyukur atas karunia ilmu pengetahuan yang Engkau berikan. Bantulah aku ya Bapa dengan Roh Kudus-Mu, agar aku dapat menggunakan pengetahuan demi kemuliaan nama-Mu, dan bukan hanya untuk kepentingan-ku saja.
Aku bersyukur atas karunia ilmu pengetahuan yang Engkau berikan,. Semoga aku dapat menggunakan pengetahuan demi memuliakan namaMu dan bukan hanya kepentingan ku saja.. Terima kasih Pater.. (Salam & doa, semoga Pater sehat selalu. –SALAM SEHAT.
Amin, Gracias Padre