Zaman modern merupakan hamparan maha luas berbagai hasil kemajuan, kemudahan, hiburan; tetapi sekaligus – karena itu – hiruk-pikuk, tekanan, kecemasan, dan kesempitan diri manusia. Orang modern membutuhkan kenyamanan dan mencari jaminan pasti terhadap kecemasannya. Setelah tenggelam dalam kepenatan kerja, orang memulihkan diri. Mereka mendatangi pusat-pusat kebugaran, relaksasi, dan tempat meditasi. Orang juga datang berkonsultasi dengan para peramal; katanya di ruang konsultasi peramal ada ketenangan batin, karena orang boleh mengintip nasibnya.
Dapat diakatakan bahwa motif paling sederhana yang mendorong umat beragama berdoa ialah kerinduan memperoleh penghiburan atau jawaban dari Tuhan terhadap keluh-kesanya. Misalnya, agar sembuh dari sakit, sukses dalam karier, mendapat pasangan hidup, dan keharmonisan rumah tangga. Namun tidak jarang orang mengeluh dan protes kepada Tuhan karena belum mendapat jawaban memuaskan. Marilah kita melihat bagaimana Injil mengajarkan – mungkin juga mengoreksi – paham dan praksis doa, dan bagaimana cara Allah menjawab.
Mengheningkan Batin, sepih, fokus. Ciri paling mendasar doa kristiani ialah keheningan: “Masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu” (Mat. 6: 6). Yesus juga mengajarkan bahwa hendaknya doa kita tidak bertele-tele seperti orang munafik, tidak sebagai pamer, karena toh “Bapamu sudah mengetahui apa yang kamu perlukan” (6: 7).
Dalam hal keheningan Yesus sendiri memberi contoh. Di awal karya-Nya, setelah hiruk-pikuk penyembuhan, “pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi keluar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa” (Mrk. 1: 35). Dalam karya-Nya Yesus pernah membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes ke sebuah gunung yang tinggi, mereka sendirian saja, untuk mempersiapkan peristiwa penting (9: 2). Ketika menghadapi peristiwa pahit dalam hidup-Nya, dalam rasa takut dan gentar, Yesus pergi berdoa di taman Getsemani, memasrahkan diri hanya pada kehendak Bapa-Nya (bdk. 14: 32 dst).
Yesus menciptakan keheningan batin dengan pertama-tama mencari suasana sunyi. Di sana Ia memfokuskan diri kepada Bapa. Yesus mendasari pewartaan-Nya dengan doa, artinya dengan mempererat relasi-Nya dengan Bapa, berserah hanya kepada-Nya. Di saat membuat keputusan yang menentukan dalam karya-Nya, Yesus mengutamakan kehendak Bapa: “tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu yang terjadi” (Luk. 22: 42).
Kehendak Allah yang terjadi, di bumi dan di Surga. Yesus mengajar para murid-Nya berdoa. Doa itu sekarang kita kenal sebagai doa “Bapa Kami” (Mat. 6: 9-13; Luk.11: 2-4). Yesus mengajarkan bahwa dalam doa, kita pertama-tama memohon datangnya Kerajaan Allah. Kehendak Allah meraja, manusia membiarkan diri dipengaruhi-Nya.
Pendoa yang baik percaya dan berharap bahwa Tuhan menjawab doanya, tetapi tidak harus memenuhi setiap keinginannya. Pendoa kristiani menyampaikan keluhannya kepada Allah tanpa seolah-olah mengatur kehendak Allah. Sebab “Bapamu tahu, bahwa kamu memang memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah Kerajaan-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan juga kepadamu” (Luk. 12:30-31).
Jika kita pernah menuntut Allah dalam doa-doa kita, Injil mengajak kita memandang keluasan rencana Allah: Burung gagak yang tidak menabur dan menuai diberi makan oleh-Nya; bunga bakung yang tidak memintal dan menenunpun indah melebihi kemegahan Salomo. Maka seharusnya kita lebih bersyukur, sebab betapa kita lebih dihargai Allah (bdk Mat 12: 24-29). Kalau seekor burung pipit dilindungi Tuhan, tentu manusia lebih berharga. Bahkan rambut kepala kitapun diperhitungkan-Nya (bdk. Mat. 11: 29-30).
Mohon Pembebasan, terlepas dari kejahatan dan dosa. Dalam kuasa Allah, si pendoa memohon pembebasan. Mari kita perhatikan bahwa Yesus mengajarkan kita untuk terutama mohon pembebasan dari kuasa jahat. Bentuk kejahatan yang paling menguasai kita ialah yang ada dalam diri kita.
Permohonan yang satu ini sangat penting. Sebab hanya orang yang mengalami dan bersyukur atas pembebasan dari Allah lah yang mampu menerima diri dan sesama dengan bebas pula. Sebaliknya orang yang sulit mengampuni, mungkin masih dibelenggu oleh kejahatan dalam dirinya: benci, iri hati, dendam, sombong, egois. Bukankah pengalaman membuktikan bahwa dalam kungkungan belenggu-belenggu itu, orang sulit menangkap kebaikan Allah dan sesama?
Bertekun, bukan ‘nonstop’ tetapi ‘selalu’. Tujuan utama doa bukan hiburan instant, melainkan agar orang semakin menerima dirinya sebagaimana adanya di hadapan Allah. Oleh karena itu Yesus mengajak kita bertekun dan tidak malu-malu. Allah kita bagaikan seorang sahabat yang pasti membuka pintu dan memberikan apa yang diminta kalaupun pintunya diketuk malam-malam (bdk Luk 11: 8).
Dalam doa kita belajar pengharapan kristiani. Yesus pun meneguhkan harapan kita: mintalah, carilah, ketuklah maka kamu akan mendapat (ay 9-10). Sebab, lebih dari seorang sahabat, kebaikan Allah kita melebihi kebaikan seorang ayah kepada anak kandungnya: “Jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di Sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Mat 7: 11; Luk 11: 13).
Perihal ketekunan dalam doa, kita juga dapat bercarmin dari keberanian seorang janda meminta hakim yang lalim menyelesaikan perkaranya (Luk. 18: 1-8). Kisah itu memberi penegasan bahwa penghakiman Allah jauh lebih bijaksana dari penghakiman manusia. Kalau hakim yang jahat itu mau membela janda yang terus meminta, betapa lebihnya Allah kita. Allah kita adalah Allah yang benar. Di hadapan Allah seperti itu, kita diminta untuk menarik hikmat dari ketekunan si janda. Kalau janda yang lemah itu terus meminta dan akhirnya mendapat pertolongan dari hakim yang jahat, maka hendaknya pengikut-pengikut Kristus lebih dapat bertekun memohon pembelaan dari Allah.
Untaian Kata-kata. 1) Injil tidak mengajarkan supaya kita berdoa “nonstop”, tetapi agar kita selalu berdoa. 2) Berdoa itu bahasa sederhananya “curhat” dengan Tuhan. 3) Berdoa ≠memakai jimat. Untuk memakai jimat, cukuplah menghafal mantra dan menggunakan benda jimat, lalu “mukjizat” terjadi. Doa, butuh waktu dan ketekunan. 4) Mintalah Roh Kudus untuk menyampaikan keluhanmu kepada Allah, agar “Dia yang akan berkata-kata dalam kamu” [Mat. 12: 20]. 5) Belajarlah berdoa. Awali dan akhiri hari, perjalanan, pekerjaanmu dengan doa, sekalipun kata-katanya pendek dan sederhana. 6) Berdoalah dengan cara yang Anda anggap paling cocok, tetapi jangan ikut “mood” melulu.Mintalah segala yang baik dari Allah, tetapi berikanlah kebebasan kepada Allah untuk menjawab dengan cara-Nya sendiri.
Tulisan yang bagus…thanks ya Romo.
Sama2. Terima kasih sudah mengunjungi blog
Terimakasih Pater… Semakin memahami bagaimana cara menyampaikan isi hati kepada Bapa…
Terimakasih tulisan ini…
Terima kasih Pater.
seungguhnya Tuhan tahu apa yang sy butuhkan, bahkan Ia pun sudah menyiapkan berkat untuk saya,,,yang dikehendaki dari saya hanyalah ketekunan. Tekun datang untuk curhat padaNya. Tekun datang untuk bersimpu di hadapan-Nya.
Umat beriman setiap kali mengalami persoalan hidupnya, pasti punya kerinduan mau berkomunikasi dengan Tuhan lewat doa.. Lewat doa kita mau “curhat” isi hati kita kepada Tuhan. Namun Tuhan pasti sudah tau apa yang mau kita katakan….. Semoga kita selalu berusaha datang kepada Tuhan dalam stiap kesempatan. Terima kasih pater, .Salam & doa,semoga pater sehat selalu.