Bonaventura mengenal sekelompok istilah teknis yang pada Zaman Skolastik ditempatkan dalam suatu kategori yang disebut ‘term-term transendental’. Term-term tersebut ialah ada, satu, baik, benar, indah (esse, unum, bonum, verum, pulchrum). Dalam konteks teologi, term-term itu dikaitkan satu sama lain, karena sama-sama merupakan ciri yang melekat pada Allah. Hanya dalam diri Allah, ciri-ciri tersebut bersesuaian satu sama lain secara sempurna.
Mengatakan bahwa Allah ada berarti mengakui bahwa Dia itu satu, benar, baik dan indah. Dalam Allah ciri-ciri itu tidak terpisah satu sama lain, melainkan ada bersama secara harmonis. Kiranya karena digunakan untuk menggambarkan kodrat Allah, maka term-term itu disebut bersifat ‘transendental’. Secara sederhana ‘transendental’ berarti ciri-corak yang melampaui deskripsi yang dapat diberikan terhadap sebuah realitas. Ciri tertentu yang Anda sematkan pada Allah berdasarkan pengalaman atau pemahaman Anda tidak mengatakan tentang seluruh diri dan sifat Allah.
Misalnya ketika Anda mengatakan bahwa Allah hadir dalam hidup Anda, sebenarnya Allah itu Maha-Hadir, Ia sudah selalu hadir bagi Anda. Ketika Anda mengatakan bahwa Allah itu baik, sebenarnya Dia itu Maha baik, kebaikan-Nya lebih besar dari apa yang dapat Anda pikirkan. Ketika Anda mengibaratkan Allah itu dengan keindahan, Dia itu Maha indah. Atau, ketika Anda mengatakan bahwa alam itu indah, Allah adalah perancangnya. Ketika Anda mengatakan bahwa seorang pria itu tampan, Anda sedang mengagumi keindahan Ilahi yang lebih luhur.
Kembali ke tema kita kali ini: teologi keindahan (pulchrum). Apa artinya indah? Santo Agustinus menjelaskan kata indah secara sederhana. Indah berarti “kesejajaran angka” (aequalitas numerosa). Atau dapat kita mengerti lebih luas: keharmonisan angka-angka, ekuivalensi dalam jumlah. Menarik bahwa ilmu-ilmu eksak berbicara tentang kongruensi atau kesesuaian antara elemen-elemen alam semesta yang memungkinan bumi berjalan secara taratur. Dan pada umumnya kita tidak mengatakan bahwa sesuatu yang tidak teratur itu indah.
Dalam pengaruh definisi Agustinus tentang keindahan, Bonaventura melukiskan bahwa keindahan yang dapat kita serap secara inderawi (alunan musik, pemandangan alam, diri manusia) sesungguhnya adalah pancaran sebuah rancangan yang lebih luhur. Dalam keindahan ada keharmonisan. Dalam keindahan terpancar sebuah estetika jumlah dan angka. Dalam keindahan terpancar sebuah rancangan yang konsisten.
Dalam keindahan ada konsistensi antara kata-kata dan tindakan manusia, bukan ambiguitas. Di balik alunan suara yang merdu tersusun keharmonisan nada. Pendek kata, keindahan inderawi adalah pancaran inteligensi Ilahi. Kali berikut kita perlu mendalami topik inteligensi Ilahi.
Terima kasih Pater.
Mengagumi keindahan isi semesta ini sama dengan mengagumi Allah sebagai perancangnya. maka ketika keindahan ini tidak dihargai dengan sikap egois makan kita sedang menghina Allah