Bayangkanlah bahwa Anda sedang memandang sebuah ‘kembang putih yang indah’. Proses apa yang terjadi ketika Anda memandang sebuah kembang putih? Terjadi kontak antara mata dan kembang tersebut.
Kontak itu terjadi karena ada cahaya. Dalam terang, mata dapat melihat dengan jelas kembang tersebut. Proses tersebut merangsang otak untuk mengerti bahwa ada objek yang bernama ‘kembang putih’.
Selanjutnya Anda menarik kesimpulan lebih spesifik: ‘kembang putih itu indah’. Proses mengamati (mengindera) sebuah kembang putih akhirnya melahirkan kesimpulan, yang terungkap melalui kata-kata: ‘kembang putih itu indah’. Orang yang memiliki kehalusan sensibilitas, akan dengan lebih mudah melukiskan bahwa ia seolah-olah sedang ‘mengecap’ atau ‘merasakan’ keindahan kembang putih itu.
Salah satu tema menarik dari pemikiran Santo Bonaventura (1217-1274) ialah teologi keindahan (pulchritudo). Teolog zaman modern Hans Urs von Balthasar, seorang ahli Bonaventura, dalam Teologi Estetika-nya menulis begini: “Di antara para Skolastik terkemuka, Bonaventura adalah orang yang dalam teologinya membahas tema keindahan, bukan hanya karena ia sangat sering mengulangnya, melainkan karena tema itu mengekspresikan sebuah pengalaman mendalam, dan mewarnai struktur konseptual teologinya sehingga tampak sebagai sebuah ciri baru”.
Dalam Prolog Breviloquium Bonaventura menulis: “Indahlah semesta alam, namun lebih indah lagi Gereja yang dihiasi oleh karisma-karisma suci; sungguh indah Jerusalem Sorgawi, namun yang terindah (super-maxima) hanya Tritunggal Mahakudus”. Bagi Bonaventura Tuhan patut disembah karena Dia Maha Indah. Keindahan Allah ialah keagungan kasih-Nya yang selalui didambakan manusia. Manusia dapat menilai sesuatu indah karena Penciptanya indah. Manusia mengerti keharmonisan karena Penciptanya memancarkan keharmonisan paling luhur.
Bagi Bonaventura keindahan bukan sekedar apa yang tampaknya indah di mata, namun suatu pancaran dari kedalaman. Dunia ini indah karena dijadikan baik adanya. Model utama dari keindahan dunia ini ialah Dia yang disebut sebagai Citra Allah. Kristus adalah citra Allah karena Ia memancarkan keindahan Allah.
Kristus adalah ekspresi ‘seni Bapa’ (Ars Patris). Keindahan yang dipancarkan oleh Putra itu bersifat kekal. Karena itu Bonaventura juga menggambarkan Yesus sebagai ‘seni yang kekal’ (Ars Aeterna).Yesus sendiri bersaksidengan sadar, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh 14: 9).
Thank pater buat tulisannya setelah membaca ini saya baru tau keindahan yang sesungguhnya.