Biasanya cermin berfungsi membantu orang mengatur penampilannya, agar ia merasa lebih nyaman atau lebih percaya diri, misalnya ketika harus tampil atau berada dalam sebuah acara formal.
Banyak orang membawa cermin kecil dalam tas tangan agar setiap saat dapat memeriksa penampilan wajahnya. Pada umumnya tampilan wajah menjadi bagian tubuh yang mendapat perhatian khusus, karena wajah mengekspresikan suasana batin seseorang.
Santa Klara dari Assisi mengibaratkan salib Kristus dengan cermin. Sebagaimana di hadapan cermin orang memperbaiki penampilannya, demikian pula di hadapan cermin salib, manusia mendandani citra dirinya. Semakin jelas manusia memandang cermin salib, semakin mudah ia menemukan citra dirinya.
Sebagai pengikut Santo Fransiskus Assisi, Klara merenungkan bahwa ketika manusia memandang salib, ia menemukan keutamaan yang membentuk keindahan kodratnya. Di hadapan salib manusia memandang tidak hanya diri secara fisik, melainkan seluruh dirinya. Di hadapan cermin Ilahi, ia memandang martabatnya sebagai citra Allah. Dengan kata lain Klara meyakini bahwa di hadapan salib manusia seakan-akan sedang berkata kepada dirinya: “Aku mengenali diriku dengan lebih baik di dalam Allah daripada dari diriku sendiri”.
Dalam surat kepada Santa Agnes, saudarinya, Klara menulis:
“Berikanlah perhatian Anda kepada Cermin Keabadian, arahkan budi Anda kepada Pantulan kemuliaan dan tujukanlah hati anda kepada Gambar wujud Ilahi. Hendaklah Anda merubah diri Anda seluruhnya dengan memandang gambaran keilahian-Nya” (3 SurAg 12-13).
Salib terkesan menakutkan. Namun yang terpantul dari cermin ilahi ialah ungkapan kasih Allah. Sebagaimana dikatakan Ilia Delio dalam Clare of Assisi A Heart full of Love, salib Kristus merupakan sebuah paradoks:
Manusia yang memandang dirinya di hadapan cermin salib menyadari bahwa ia makhluk pendosa namun diampuni dan dibenarkan oleh Allah; ia manusia rapuh dan fana, tetapi kuat karena disembuhkan Roh Allah; manusia makhluk terbatas, tetapi tidak putus asa karena ia percaya pada Allah yang menjamin hidupnya; manusia takut akan maut, namun diteguhkan oleh harapan akan hidup kekal Allah Pencipta kehidupan.
Keyakinan Santa Klara ini tentu berakar pada kata-kata Yesus dalam Injil: “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.” (Mat 10: 38-39).
Bagi Santa Klara pada salib tampak bahwa Tuhan tidak menuntut sesuatu apa pun dari kita, melainkan memberi diri-Nya bagi kita. Demikianlah Santa Klara memandang kehidupan dengan logika salib: Sang Cinta sendiri rela menjadi manusia, merentangkan tangan-Nya di kayu salib untuk merangkul manusia dalam kasih. Sungguh sebuah pandangan hidup yang indah: Dalam kematian Tuhan, Klara justru menemukan kunci kehidupan. Salib yang tampak sebagai wajah penderitaan justru memancarkan kasih Allah yang total bagi manusia.
Mistik salib Santa Klara ini tampak pula dari kata-kata Santo Bonaventura: “Banyak orang mencintai keindahan, namun keindahan tidak terletak pada hal-hal luaran, yang hanya merupakan hasil tiruan. Keindahan yang sesungguhnya terdapat dalam keindahan Kebijaksanaan” (Hexaёm. XX, 24).
Kebijaksanaan yang dimaksud Bonaventura di sini ialah salib Kristus, yaitu ungkapan kasih Allah yang radikal. Dalam buku Soliloquium Bonaventura melukiskan dengan indah makna simbolik salib Kristus:
“Dari salib Kristus menantikanmu, kepala-Nya tertunduk hendak menciummu, lengan-lengan-Nya terentang hendak memelukmu, tangan-tangan-Nya terbuka menyambutmu, tubuh-Nya terkulai pasrah seutuhnya, kaki-kaki-Nya terpaku menantimu dalam diam, bahu-bahu-Nya terbuka menyambut kedatanganmu”
(Solil. I, 33-34).
Mistik salib hendak mengatakan bahwa yang harus kita lakukan sekarang ialah sedikit berbicara tentang Kristus, tetapi membiarkan Dia tinggal dalam diri kita agar orang dapat menyaksikan hidup Kristus dalam diri kita.
“Bercermin pada salib dapat menciptakan pantulan bayangan Kristus dengan sempurna”
Terimaksih pater atas renungan di masa prapaskah. Selamat mejalani Ret-ret Agung.
Mohon dukungan doanya Pater buat saya selama masa prapaskah ini agar saya dapat bercermin dengan Salib.
Pace e Bene.
Terima kasih telah mengunjungi blog saya dan membaca artikel ini. Pax te cum!
Terimakasih tulisannya Pater. Semakin memahami makna bercermin yang sesungguhnya…
Terima kasih telah mengunjungi blog saya dan membaca artikel ini. Pax te cum
Terimakasih pater Andreas atawolo. Tulisan yang semakin menarik dan mengajak bermenung. Bercermin pada salib mengajak untuk seperti Bonaventura memaknai salib dari salib Yesus menantimu…..
Terima kasih telah mengunjungi blog saya dan membaca artikel ini. Pax te cum! ?
Salib Kristus menjadi kekuatan bagiku dalam menjalani kehidupan dan panggilanku sekaligus yg selalu mengingatkanku akan komitmen dan janjiku…
Trimaksih banyak Pater, salam Damai
Bercermin pd Salib…aku sungguh kecil tak berarti. Terima kasih Pater.Pax te cum!
Iya hanya Dia yang tahu betapa berdosanya saya..hanya Dia yang tahu ada upaya utk menjadi baik….. hanya Dia yang tahu gagal dan gagal lagi usaha itu….dan Hanya Dia yang mati utukku orang yg pantas ini.
Terima kasih Pater
Salib yang tampak sebagai wajah penderitaan justru memancarkan kasih Allah yang total bagi manusia.. Mari kita selalu berusaha membiarkan Dia(Kristus) tinggal dalam diri kita agar orang dapat menyaksikan hidup Kristus dalam diri kita.. Terima kasih pater,, Salam & doa, semoga pater sehat selalu.