Keheningan adalah salah satu kebutuhan manusia. Hening tidak identik dengan diam dan berada di tempat yang sunyi dan sepi. Dalam keramaianpun orang dapat mengalami keheningan batin. Jadi, makna hening lebih dalam dari sekedar sebuah suasana di sekitar kita. Keheningan terkait dengan suasana batin, bahkan menjadi sarana untu berkomunikasi dengan Tuhan.
Hening untuk Mendengar-kan. Kita butuh keheningan untuk menyimak sesuatu dangan baik; untuk memahami dan menarik kesimpulan lebih baik atas sebuah gagasan pemikiran atau untuk sekedar menjawab sebuah pertanyaan. Lebih jauh lagi, ketika hendak mengambil keputusan yang penting, kita butuh cukup waktu hening, agar dapat menimbang dan membuat keputusan yang baik dan benar. Keheningan juga ibarat ruang tamu dalam diri seseorang, tempat untuk menyambut tamu yang sedang berbicara. Keheningan memungkinkan kita tidak hanya mendengar (to hear), tetapi juga memperhatikan (to pay attention) lawan bicara di hadapan kita.
Hening Sebagai Sikap Etis. Hening adalah kebutuhan untuk berdialog dengan diri sendiri, mendengarkan suara hati, agar kita tidak berkata atau bertindak hanya menurut naluri yang spontan dan tidak terkontrol. Pada umumnya umat beragama meyakini bahwa suara hati mewakili suara Tuhan. Ketika orang mengalami dilema dalam mengambil keputusan, terutama dalam kaitan dengan pertimbangan moral, keheningan membantu orang mengambil keputusan terbaik – sekurang-kurangnya agar efek negatif keputusan itu lebih sedikit.
Di era digital ini, keheningan menjadi sesuatu yang urgen. Tentu suasana tenang dan sunyi bukan jaminan bagi keheningan batin. Dalam diam dan sepi, seseorang mungkin saja sedang tenggelam dalam keramian media, terhubung sana sini, tetapi tidak aware dengan dampak buruknya. Orang yang sedang mendengar melalui earpohone tampak sendiri, tatapi ramai karena asyik menikmati suara yang masuk ke telinganya. Keterhubungan dengan jagad raya informasi mendatangkan banyak kemudahan, namun tidak jarang berhasil memprovokasi emosi kita, sehingga orang kehilangan kontrol, dan tidak lagi bijak dalam menanggapi berita/informasi. Paus Fransiskus mengingatkan kita agar tidak hanya menjadi pengembara di jagad medsos, karena berjalan kian kemari tetapi tidak menemukan oase yang memberi kesegaran batin.
Akhir-akhir ini ruang medsos di Indonesia diramaikan oleh berita tentang orang-orang yang mudah menyebarkan kata-kata atau ujaran negatif sehingga menjerumuskan mereka dalam masalah yang besar. Contoh pengalaman tersebut mengajarkan bahwa kualitas batin seseorang turut mempengaruhi cara ia berselancar di medsos. Dalam dunia Filsafat, terdapat keyakinan bahwa tangan manusia adalah perpanjangan inteligensinya. Artinya kalau inteligensi kita sudah keruh, jari (digit) kita bergerak tanpa kontrol di layar ponsel atau komputer: you are what you type! Karena itu jika orang hanyut terbawa banjir Medsos, tentu yang salah bukan jarinya, tetapi…..
Dimensi Spiritual. Dalam tradisi Liturgi Kristen, hening merupakan bagian yang penting. Dalam perayaan Ekaristi, terdapat banyak bagian di mana kita berpartisipasi dalam hening. Pada awal ajakan permohonan ampun kita hening untuk menyadari kerapuhan diri di hadapan Tuhan. Pada setiap ajakan doa, ada jedah hening sebelum doa diucapkan.
Dalam liturgi Sabda, khotbah dapat diganti dengan hening sejenak meresapi inti Sabda. Momen Konsekrasi diikuti umat dalam keheningan batin. Setelah menerima Tubuh Kristus, hening juga perlu untuk mengucap syukur atas kehadiran Kristus – jadi tidak harus diisi dengan nyanyian dari kelompok koor. Pendek kata, hening menjadi bagian penting dalam doa dan liturgi Kristen. Dalam hal ini dapat dimengerti mengapa banyak generasi tua merasa risih dengan generasi digital yang masih sempat berkomunikasi atau berselancar dengan gadget sementara Ekaristi berlangsung: mereka dianggap gemar dan pandai berkomunikasi tapi enggan berjumpa (encounter) dengan sesama di dunia nyata.
Bagi banyak orang kudus, sikap yang tepat untuk menemukan kehadiran Allah ialah diam. Dalam diam kita menemukan misteri besar yang disebut Tuhan. Ketika orang memandang Tuhan dengan mata fisik, ia tak menangkap misteri ilahi; malahan ia semakin jauh dari-Nya, bahkan tidak menangkap apapun. Kita hendak memandang sang Misteri dengan mata hati dan mendengarkan Dia dengan telinga hati.
Sikap yang perlu dibarui ialah kecenderungan manusia yang merasa bahwa komunikasinya dengan Tuhan sudah beres, baik-baik saja. Manusia sering menempatkan Allah dalam kaca mata pemahaman dan imajinasinya sendiri. Dalam doa-doanya, misalnya, manusia cenderung membatasi Allah dengan keinginan dan hasrat-hasratnya; ia lebih suka meminta, bahkan menuntut, sehingga ruang untuk bercakap-cakap dengan Tuhan menjadi semakin sempit; sulit baginya untuk mendengarkan bisikan Tuhan yang lembut.
Dimensi Biblis. Ciri paling mendasar doa kristiani ialah keheningan: “Masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu” (Mat. 6: 6). Yesus juga mengajarkan bahwa hendaknya doa kita tidak bertele-tele seperti orang munafik, tidak pamer, karena toh “Bapamu sudah mengetahui apa yang kamu perlukan” (6: 7).
Dalam hal keheningan Yesus sendiri memberi contoh. Di awal karya-Nya, setelah hiruk-pikuk penyembuhan, “pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi keluar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa” (Mrk. 1: 35). Dalam karya-Nya Yesus pernah membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes ke sebuah gunung yang tinggi, mereka sendirian saja, untuk mempersiapkan peristiwa penting (9: 2). Ketika menghadapi peristiwa pahit dalam hidup-Nya, dalam rasa takut dan gentar, Yesus pergi berdoa di taman Getsemani, memasrahkan diri hanya pada kehendak Bapa-Nya (bdk. 14: 32 dst).
Yesus menciptakan keheningan batin dengan pertama-tama mencari suasana sunyi. Di sana Ia memfokuskan diri kepada Bapa; siap ikut kehendak Bapa. Yesus mendasari pewartaan-Nya dengan doa-hening, artinya dengan mempererat relasi-Nya dengan Bapa, berserah kepada-Nya. Di saat membuat keputusan yang menentukan dalam karya-Nya, Yesus mengutamakan kehendak Bapa: “tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu yang terjadi” (Luk. 22: 42).
Tuhan berbicara dalam Diam. Keheningan membantu kita mendengar suara Tuhan yang sering kali begitu lembut di tengah keramaian hidup kita. Yesus sendiri juga mencari tempat yang sunyi untuk berdoa dan mendengarkan suara Bapa-Nya. Yesus mengoreksi sikap kita: Sering kali komunikasi kita dengan Allah bersifat statis, karena hanya dari pihak kita yang berbicara terus-menerus, tanpa mendengarkan jawaban Allah. Kita sering lupa bahwa Allah selalu berinisiatif mendengar keluh kesah dan permohonan kita. Sikap kitalah yang menyebabkan harapan kita kepada-Nya menjadi semacam ilusi ketidakpuasan.
Bagi para mistikus, ketika kita berdiam diri pun, Tuhan selalu mendengarkan. Ia mengetahui isi hati kita. Tuhan sendiri selalu berbicara, juga dalam diam. Santo Augustinus mengatakan bahwa Allah lebih dekat dengan kita dari pada diri kita sendiri. Santo Fransiskus dari Assisi adalah contoh orang yang mampu menangkap kehendak Tuhan secara mendalam melalui keheningan: Ia sering kali menghabiskan waktu berdiam di kapel dan di gua atau gunung, agar ia dapat mendengarkan apa yang Tuhan katakan kepadanya. Tetapi hening bagi Fransiskus bukan hanya berarti tidak ramai. Dalam keramaian ia tetap memiliki keheningan batin. Semoga Roh Kudus memampukan kita, menerangi hati kita, untuk merasakan keheningan batin di tengah riuh-rendahnya jagad medsos.
Keheningan sudah luntur di jaman ini, walau di sadari sangat di butuhkan. Terimakasih pater tulisan ini bagus. Mengingatkan saya supay tetap memelihara keheningan batin.
Terima kasih Pater pencerahan..walau sdh diketahui namun kadang lupa jg dlm aplikasi. Gbu
Tuhan memberkati selalu
Terima kasih Romo atas tulisan tentang keheningan. Saya beruntung dapat mengikuti Komunitas Meditasi Kitab Suci (KMKS) yang didirikan oleh almarhum Romo Frans Doi, yang sampai sekarang masih eksis di paroki Kalvari. Dengan keheningan, menghayati firman Tuhan dengan metode Lectio Devina. Yang pasti indah….. dan masih dilakukan di jaman yang serba sibuk ini.
Saya menunggu tulisan-tulisan berikutnya ya Romo.
Tuhan memberkati selalu
Semoga dalam.keramaian.kita tetap.memiliki keheningan batin..Dalam.keheningan kita menghadirkan Tuhan…***Terima kasih ama pater,selalu menyuguhkan tulisan yang membuat saya terus penasaran menunggu tulisan berikutnya***.(Salam & Doa..semoga ama pater sehat selalu)
Terima kasih telah mengunjungi blog saya dan membaca artikel ini. Salam ama.
Keheningan memberi ruang utk lebih hening dan mendengarkan nurani…
Terimakasih tulisannya…
Pax te cum!
Selamat Sore Pater Andre .** Terima kasih atas renungannya yang indah itu Pengalaman saya bersama keluarga saat sekarang mencari waktu Hening untuk betdoa bersama saja cukup sulit namun kalau doa pribadi masih bisa jalan.. muda2an ada perubahan nanti
.
Salam hangat untuk semua di rumah, Manggarai.Sehat selalu.
Terima kasih kak Pater sharenya yang sangat luar biasa…. .
Smga kami semua makin mencari Tuhan ditengah hiruk pikuknya dunia ini…
Amen.. slm sehatbdan tetap semamgaat dr kami….
Tuhan lebih dekat dengan diriku daripada diriku sendiri.
Terima kasih Pater
Terimakasih banyak sda Dina….ulasan yang sangat membantu dan mengarahkan diri untuk lebih memiliki ruang hening dalam hidup. Terimakasihhhhhhhh…hal yang membahagiakan adalah saat keheningan menyerap seluruh ada kita yang rapuh dan menikmati saat itu dengan rasa bahagia yang membebaskan……
Dalam keramaian ia tetap memiliki keheningan batin… Gracias Padre.