Dalam dunia ekonomi satu talenta sama dengan 34 kg emas atau bernilai 6000 dinar. Orang harus bekerja 16-17 tahun untuk mendapat (hanya) satu talenta. Bayangkan orang yang menerima 5 dan 2 talenta; bahkan 1 talenta pun bukan ukuran yang kecil.
Jadi, talenta tidak identik dengan bakat-bakat pribadi. Talenta merupakan pemberian Tuhan yang sangat berharga dan luhur: ciptaannya, Sabdanya, Gereja, Sakramen. Semua dipercayakan kepada kita sesuai kemampuan setiap orang, serta diberi kebebasan untuk menjalankannya.
Yang terjadi antara tuan dan hamba adalah sebuah perjanjian. Tuan memberi talenta dari hartainya sendiri. Hamba mendapat kepercayaan untuk mengembangkannya. Hamba, tetapi diberi kepercayaan. Dua hamba pertama dengan gembira menjalani kepercayaan yang diberikan tuan.
Ketika tuannya kembali mereka menyerahkan hasilnya dua kali lipat. Sebaliknya hamba ketiga mengembalikan 1 talenta. Ia takut dan malas, telenta tuannya telah disembunyikan. Ia berprasangka negatif tentang tuannya: menuai di tempat ia tidak menabur, memungut di temapt ia tidak menanam.
Apa yang hendak dikatakan Yesus dengan perumpamaan ini? Apa saja talenta yang dipercayakan kepada hamba-hamba: Iman, Rahmat, Injil, Gereja, Sakramen, Liturgi. Semua ini adalah bentuk kepercyaan Allah kepada kita. Semua disediakan supaya hidup kita lebih baik.
Bayangkan hamba ketiga datang kepada tuannya dan berkata: semua yang tuan beri, tidak berguna bagi saya. Ini saya kembalikan. Tuan beri atau tidak beri sama saja. Saya takut kepada tuan. Nah, kata apa yang pantas untuk dia, kalau bukan “jahat dan malas”.
Kalau saya yang diberi kepercayaan berupa Injil, hidup seperti orang yang tidak kenal Kristus; kalau saya yang hari Minggu ke gereja, terima sakramen, bersikap buruk kepada sesama, bukankah saya mengubur talenta tuan? Bukankah talenta itu telah terkubur?. Padahal talenta dimaksudkan untuk menjadikan hidup lebih baik; membuat hidup bermakna dan berguna bagi orang lain.
Dalam bacaan pertama digmbarkan bahwa istri yang cakap, gambaran kebijaksanaan. Ia pandai mengatur rumah, tau mendidik anak, bekerja dengan tangan untuk menyenangkan suami dan anak-anak. Ini paralel dengan Injil, dan konkret: orang yang bijak tahu mengatur kehidupannya, mempertanggungjawbakan perjanjiannya dengan Tuhan dengan mengurus keluarga.
Santo Paulus mengingatkan jemaat Tesalonika, tidak penting bertanya kapan Tuhan datang. Ia datang seperti pencuri. Yang utama ialah menjalani kehidupan dengan bijaksana. Tidak hidup dalam gelap tapi dalam terang. Supaya kapanpun Tuhan datang kita selalu siap.
Menjadi hamba yang bijaksana= gadis-gadis yang membawa pelita dengan minyak agar siap ketiak tuan datang; seperti ibu yang cakap yang mengatur rumah tangga dengan baik; seperti hamba-hamba yang baik yang mengembangkan talenta. Kita dipanggil untuk mengembakan talenta: hidup menggereja, menghidupi Firman, berbuat baik bagi sesama, dst.
Kita tidak perlu merasa takut atau tidak pede, kalau dipilih jadi prodiakon, pengurus lingkungan, atau tugas lain dalam paroki, sebab Tuhan mempercayakan talenta sesuai dengan kemampuan setiap orang. Bukan soal jumlah 5 atau 2 atau 1 talenta, tetapi soal pertanggungjawabannya. Orang yang mau menggunakan kepercayaan Tuhan dengan baik adalah orang-orang bijaksana.
Terima kasih pater atas peneguhan Santapan Sabda Hari Minggu Biasa XXXIII. Salam dan doa, semoga pater sehat selalu dan senantiasa dalam perlindungan TUHAN???
Terima kasih ama. Tuhan memberkati selalu. Salam sehat.
Makasih Pater sangat menguatkan dan memotivasi renungan inii.
Terima kasih. Tuhan memberkati selalu. Salam sehat.
Terima kasih Pater..sangat menginformasi dan reflektif. Salam sehat.
Terima kasih Pater. Selama ini taunya talenta tu baka2 hehehe