Tema sentral Ensiklik Fratelli Tutti (FT) ialah persaudaraan dan persahabatan sosial. Pada bagian pengantar Ensiklik, Paus Fransiskus mengatakan bahwa baik Laudato si’ maupun FT dijiwai oleh gairah persaudaraan universal yang dihayati oleh Santo Fransiskus Assisi.
Ketika Fransiskus Assisi menempatkan martabat segenap ciptaan sebagai saudari dan saudara, kebajikan yang menjiwainya ialah cinta akan kehidupan. Mencintai kehidupan berarti mampu merawat corak relasional yang ada pada setiap ciptaan. Kini corak tersebut dikalahkan oleh primat individualisme manusia. Bumi tak lagi bercorak relasional, melainkan menjadi ringkih (vulnurable world), terluka (wounded world), berkebutuhan khusus.
Tulisan-Tulisan Santo Fransiskus. Kutipan tulisan Santo Fransiskus terdapat pada pengantar FT. Sedangkan dalam pembahasan, ketokohan Fransiskus disinggung.
Petuah VI. Meniru Tuhan. “Marilah, saudara sekalian, kita memandang Gembala Baik yang telah menanggung sengsara salib untuk menyelamatkan domba-domba-Nya” (FF.155) [FT 1]. Sapaan ‘saudara sekalian’ (Latin: Omnes Fratres, Italia: Fratelli Tutti) dijadikan judul FT.
Di Petuah VI ini Fransiskus menyapa para pengikutnya yang semuanya adalah pria. Namun dilihat dari keseluruhan Petuah (28 Pasal), sapaan itu bermakna luas, yaitu bagi umat Kristiani, pria maupun wanita, yang mengikuti Kristus sebagai Gembala Baik.
Petuah XXV. Kasih Sejati. “Berbahagialah hamba, yang secara mendalam mangasihi dan menyegani saudaranya yang jauh darinya, sama seperti kalau saudara itu berada di dekatnya; dan di belakangnya tidak akan mengatakan sesuatu, yang pasti tidak akan dikatakannya dalam suasana kasih kalau berhadapan muka dengannya” (FF 175).
Bagi Paus, kata-kata Fransiskus dalam Petuahnya itu menekanakan corak kasih persaudaraan yang melampaui batas fisik dan asal-usul; kasih yang tulus, tidak berpura-pura [FT 1].
Anggaran Dasar Tanpa Bulla [AngTBul]: “Mereka yang pergi ke tengah kaum Muslim dan orang tak beriman”. Pasal XVI: 3. “Karena itu setiap saudara yang mau pergi ke tengah kaum Muslim dan orang tak beriman, hendaknya pergi dengan izin minister-dan-hambanya” (FF 42).
Selanjutnya Fransiskus memberi petunjuk kepada para saudara perihal sikap mereka dalam perjumpaan dengan kaum Muslim: XVI: 6-7 “Cara yang satu ialah: tidak menimbulkan perselisihan dan pertengkaran, tetapi hendaknya mereka tunduk kepada setiap makhluk insani karena Allah dan mengakui bahwa mereka orang Kristen. Cara yang lain ialah mewartakan Firman Allah bila hal itu mereka anggap berkenan kepada Allah” (FF 43) [FT 3].
Corak Persaudaraan. Paus menggambarkan bahwa hati Santo Fransiskus terbuka melampaui batas agama, bangsa, bahasa, warna kulit. Ia sendiri pun pernah menjumpai Sultan Al-Kami di Mesir ketika perang salib berkecamuk, dengan sikap rendah hati dan sederhana. Ia menjumpai Sultan dalam damai, tanpa kekerasan atau rancangan perang. Kepada Sultan ia membawa pesan kasih berdasarkan keyakinannya akan dari kasih Allah (1 Yoh 4: 16) [bdk FT 3-4].
Komentar Jacques Dupuis (1997: 104): “Untuk pertama kalinya dalam sejarah Gereja, ada sebuah pendekatan terhadap saudara-saudara Muslim yang sungguh diinspirasikan oleh Kitab Suci, yang dirumuskan secara jelas; … Untuk pertama kali pula, dalam sebuah aturan hidup sebuah Tarekat Religius, terdapat bab khusus yang membahas cara penginjilan serta pendekatan terhadap kaum Muslim. Suara Fransiskus adalah suara kenabian untuk membangun pemahaman mutual serta rekonsiliasi antara orang Kristiani dan saudari-saudara Muslim.”
Sesama Makhluk Fana. Persaudaraan yang dihayati Fransiskus Assisi didasarkan pada keyakinan akan kasih Allah Bapa bagi segenap ciptaan. Baginya, umat manusia adalah anak-anak dari satu Bapa. Persaudaraan bukan perasaan sentimental, melainkan kenyataan yang menghendaki jawaban dan aksi nyata atas pertanyaan siapakah saudara dan saudariku?
Tentang sikap Fransiskus, Paus menulis: “Santo Fransiskus, yang merasakan persaudaraan dengan matahari, laut dan angin, merasakan pula kesatuannya yang lebih erat dengan mereka dari dagingnya sendiri” [FT 2]. Kefanaan manusia dimaknai Fransiskus sebagi dasar bagi sikap bersaudara. Manusia patut bersaudara satu sama lain, karena sama-sama adalah peziarah:
“Marilah kita bermimpi sebagai satu umat manusia, sebagai musafir dari daging manusia yang sama, sebagai anak-anak yang mendiami bumi yang sama, masing-masing dengan kekayaan iman dan keyakinan, masing-masing dengan suaranya, semua saudara”! [FT 8].
Paus menakankan etos persaudaraan dengan titik berangkat corak dasar makhluk insani sebagai makhluk daging. Penting dicatat bahwa dalam iman Kristiani, ‘menjadi daging adalah jalan pilihan Tuhan’ (P. Coda) untuk memulihkan martabat manusia dari keterpurukan dalam dosa.
Meniru Tuhan. Pertanyaannya: bagaimana saya dapat menjadi saudara bagi sesama? Judul Petuah Santo Fransiskus yang dijadikan judul FT adalah Meniru Tuhan. Apa yang mau ditiru? Yang ditiru ialah pemberian diri. Yesus bukan hanya menjadi pria dari Nazaret: Ia menjadi daging. Sebab itu, “Marilah, saudara sekalian, kita memandang Gembala Baik yang telah menanggung sengsara salib untuk menyelamatkan domba-domba-Nya” (FF 155).
Terimakasih Pater Tulisannya
Sama-sama. GBU
Terimakasih Pater……selalu ada kesadaran baru dan diteguhkan dalam ziarah hidup ini….Pace e bene
Pace e Bene ! Terima kaasih
Terima kasih pater.. Salam dan doa, semoga pater sehat selalu. —-Teruskan melanjutkan tulisan–Menarik. ???
Tuhan memberkati selalu ama. Pace e Bene!