Tradisi Gereja Katolik meyakini adanya kaitan sangat erat antara misteri Allah Trinitas dan Mariologi atau teologi tentang Bunda Maria. Gereja menghormati Bunda Maria sebagai Putri Allah Bapa, Bunda Allah Putra, dan Mempelai Allah Roh Kudus. Maria dapat digambarkan sebagai kediaman seluruh misteri Trinitas (Triclinium totius Trinitatis). Tidak ada satu ciptaan pun kecuali dalam diri Maria, Tiga Pribadi Ilahi berdiam. Berdiam bukan dari kekal, tetapi oleh karena peristiwa inkarnasi, yaitu misteri penjelmaan Sabda Tuhan menjadi manusia[1].
Maria digelari sebagai Putri Allah Bapa[2]. Gelar itu mengandung pengertian bahwa paternitas Allah Bapa tampak pada citra diri Maria sebagaimana ciptaan lain. Namun lebih dari ciptaan lain, Maria adalah ciptaan yang istimewa, sebab ia “penuh rahmat Allah” (bdk Luk 1: 28). Ia adalah model sempurna ciptaan Allah. Ia perempuan sempurna, Eva Baru. Tak ada ciptaan atau manusia lain yang dinaungi secara istimewa dan cuma-cuma oleh rahmat Allah selain Maria. Dalam naungan rahmat Allah, Maria tergerak untuk menjawab ya (fiat Maria dalam Luk. 1: 38) pada rencana Allah, yaitu menebus dan menyelamatkan dunia.
Maria juga adalah Bunda Allah Putra[3]. Rahmat Allah memang terwujud secara sempurna dalam diri Yesus Putra Allah, Ia yang sungguh Allah dan sungguh manusia. Sedangkan Maria adalah ciptaan yang dinaungi rahmat Allah secara istimewa. Mariologi adalah sebuah konsekuensi dari Kristologi. Maria layak diberi tempat istimewa karena dipilih Allah untuk melahirkan Putra-Nya. Dari Tiga Pribadi Ilahi, yang berinkarnasi dalam sejarah adalah Putra. Dan misteri inkarnasi ini nyata dalam sejarah oleh daya kuasa Allah yang terwujud dalam ciptaan, nyata dalam daging manusia, yaitu lahir dari rahim perawan Maria. Maria melahirkan Putra Allah yang telah menjelmakan diri-Nya dalam diri manusia.
Oleh sebab itu, jelas bahwa penghormatan Gereja kepada Maria tak dapat dilepaskan dari peran Yesus Kristus Putra Allah. Gereja meyakini Per Mariam ad Jesum, tetapi sebaliknya juga Per Jesum ad Mariam. Misteri tentang peran Maria tidak bisa dilepaskan dari (dan hanya bisa dimengerti dalam rangka) misteri Kristus sebagai sungguh Allah sungguh Manusia. “Siapa yang mau mengikuti jalan Yesus, ia akan selalu menjumpai Maria, dan dari Maria lah ia belajar model kemuridan yang baik: selalu berada bersama Yesus dalam segala situasi”[4].
Peran Maria dalam pewahyuan diri Allah Putra, oleh Gereja diyakini sebagai kepenuhan dari nubuat Perjanjian Lama, sebagaimana dirumuskan oleh Santo Paulus: “setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan” (Gal. 4: 4). Kata-kata nubuat itu memperlihatkan bahwa peristiwa inkarnasi Sabda mengandaikan penerimaan dan kerja sama dari pihak manusia. Kerja sama Maria merupakan sebuah kerja sama keibuan. Sikap Maria itu oleh penginjil Yohanes ditampilkan dalam dua adegan penting: keterlibatan Maria dalam pesta pernikahan di Kana (Yoh 2: 1-12) dan penyerahan Maria kepada murid yang dikasihi Yesus, sebelum Ia wafat di salib (19: 25-27)[5].
Maria adalah Mempelai Allah Roh Kudus[6]. Dalam Injil Lukas, malaikat Gabriel berkata dengan jelas kepada Maria: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” (Luk 1: 35). Kabar malaikat itu menyatakan sebuah kesuburan misterius dalam rahim perawan Maria. Perkataan malaikat juga memberi tanda jelas bahwa Daya Roh Kudus memungkinkan penjelmaan Sabda menjadi daging dalam rahim Mara.
Dalam konteks ini Maria juga digelari sebagai Kenisah Roh Kudus. Dalam rahimnya yang tak bernoda itu, Roh Kudus berdiam dan mewujudkan daya-Nya yang memungkinkan Sabda menjelma menjadi daging, namun tetap ilahi. Terkait dengan Roh Kudus, peran Maria juga ditempatkan pada saat ia ikut menantikan datangnya Roh Kudus yang dijanjikan oleh Yesus putranya, bersama para Rasul dalam doa yang tekun (Kis 1: 13-14). Saat para Rasul menantikan Pentakosta dapat dimakanai sebagai saat sekolah Maria. Maria tak hanya melahirkan Putra. Ia juga turut serta menantikan turunnya Roh Kudus, yaitu saat lahirnya Gereja[7].
Kaitan erat antara Trinitas dan Maria dapat dirangkum dalam ajaran Konsili Vatikan II ini: “Ia (Maria) dianugerahi karunia serta martabat yang amat luhur, yakin menjadi Bunda Allah Putra, maka juga menjadi Putri Bapa yang terkasih dan kenisah Roh Kudus” (LG. 53).
Ajaran Konsili tersebut menunjukkan bahwa gelar ‘Putri Allah Bapa’, ‘Bunda Allah Putra’ dan ‘Mempelai Allah Roh Kudus” tak perlu dipahami sebagai sebagi pembagian peran Pribadi-Pribadi Ilahi dalam diri Maria, melainkan bahwa karya Allah Trinitas ke dunia, di lihat dari perwujudan-Nya dalam diri Maria sebagai ciptaan, merupakan satu-kesatuan, suatu persekutuan. Dalam konteks ini, pantas pula menyebut Maria sebagai “Mempelai Allah Trinitas”. Allah adalah misteri Mahatinggi. Dan jika Ia memilih ciptaan, yaitu Maria sebagai kenisah-Nya, maka dapat dikatakan pula bahwa Maria adalah ‘pelindung misteri’. Dalam diri dan iman Bunda Maria, kaum beriman Kristiani menemukan citra Allah Trinitas.
[1] Bdk. Gagliardi, La Veritá è Sintetica, 449.
[2] Bdk. Gagliardi, La Veritá è Sintetica, 452.
[3] Bdk. Gagliardi, La Veritá è Sintetica, 452-453.
[4] Bdk. Gagliardi, La Veritá è Sintetica, 466.
[5] Bdk. P. Coda, Dalla Trinità, 320-321.
[6] Bdk. Gagliardi, La Veritá è Sintetica, 452-454.
[7] Bdk. P. Coda, Dalla Trinità, 321.
Terimakasih Tulisannya Pater….
Maria adalah pelindung “misteri”. Gracias Padre