Berikut adalah sintesi kesaksian Sekretaris Pribadi Benediktus XVI, Georg Gänswein, yang terungkap dalam wawancara dengan wartawan Radio Vatikan.
Sebagian besar hidup Anda telah dihabiskan bersama Paus Emeritus Benediktus XVI. Apa yang Anda rasakan?
Secara manusiawi saya merasa lelah, saya menderita, merasa sakit. Namun secara spiritual, saya merasa sangat baik. Saya tahu bahwa sekarang paus Benediktus sudah berada di tempat di mana ia mau.
Apa kata-kata terakhir Paus?
Kata-kata terakhir saya tidak dengar dengan telinga saya. Yang mendengarnya adalah seorang perawat yang sedang berjaga di malam hari. Ini terjadi sekitar pkl. 03 dini hari. “Tuhan, aku mencintai-Mu”, persis begitu. Dia mengatakannya kepada saya keesokan paginya. Kata-kata terakhir itu bisa dipahami.
Esok pagi, seperti biasa, kami berdoa pagi bersama. Saya berkata kepada Bapa Suci, saya berdoa dengan suara keras, dan Anda ikut serta dalam hati saja. Dia membuka mata, dan terlihat mengangguk. Kami pun mulai berdoa bersama.
Sekitar pkl. 08 pagi ia bernafas terengah-engah. Dua dokter di situ mengatakan tampaknya saatnya hampir tiba. Saya dan para medis di situ berkumpul. Saya memang sudah persiapkan doa untuk orang dalam sakrat maut dalam bahasa Italia. Kami berdoa, sementara paus semakin sulit bernafas. Kami berdoa dalam hening.
Pkl. 19.34 dokter memastikan dia sudah meninggal. Kami pun kembali berdoa, bukan untuk orang sakrat maut, tapi untuk orang yang telah meninggal, dan kami menyanyikan lagu “Alma Redemptoris Mater”.
Saya segera menelpon Bapa Paus Fransiskus. Ia menjawab: ‘saya segera datang’. Paus datang, duduk berdoa dekat tempat tidur di mana Paus emeritus terbaring, dan kemudian memberi berkat, menunduk. Semua ini terjadi di 31-12-2022.
Apa kata-kata wasiat spiritual Paus yang paling menyentuh hati?
Wasiat yang paling menyentuh ditulis pada 29 Agustus 2006, pada pesta wafatnya Yohanes Pembaptis. Ini ditulis pada 2006. Tahun kedua masa kepausannya. Ditulis tangan. Hurufnya kecil, namun jelas, bisa dibaca. Sepanjang dua halaman. Inilah sesungguhnya dia: Dia sebagai Benediktus.
Dua poin utama: syukur dan peneguhan iman. Bersyukur kepada Tuhan dan kepada keluarganya. Paus meneguhkan umat agar beriman teguh, tidak goyah terhadap berbagai teori, baik itu teologi maupun filsafat. Teori yang tampaknya bagus pun akan hilang, tetapi iman tetap teguh. Dan Gereja lah yang harus mengajarkan iman.
Apa ajaran yang paling kuat dari seluruh masa kepausannya?
Kekutannya sudah dia kemukakan sejak ia menjadi Uskup Agung di Munich. Ia menekankan tentang Kebenaran, dengan mengutip Surat ketiga Rasul Yohanes. Ia berbicara tentang Coperatoris Veritatis, rekan kerja Kebenaran.
Artinya bagi dia kebenaran bukan sesuatu, bukan teori atau gagasan, bukan sesuatu yang dipikirkan, tetapi Pribadi, yaitu diri Yesus Anak Allah.
Pribadi Yesus Kristus adalah Kebenaran. “Akulah Jalan, Kebenaran, dan Hidup” (Yoh. 14: 6). Kita mengikuti Yesus Sang Kebenaran, bukan mengikuti teori tentang kebenaran. Dan kebenaran ini membawa sukacita. Dan pesan ini bukan beban, tetapi sebuah bentuan: peneguhan bagi kita dalam memanggul beban sehari-hari. Tentu ada kesulitan, namun iman harus tetap berdiri teguh.
Dunia tidak pernah akan lupa dengan peristiwa pengunduran diri Paus dari jabatan Paus pada 11 Februari 2013. Ada pula yang berpandangan bahwa setelah mundur ia secara tertentu masih menjadi Paus.
Saya juga berbicara dengan Paus sendiri: Bapa Suci, banyak orang bertanya-tanya, sebenaranya apa alasan Anda mengundurkan diri? Mereka yakin pasti ada sesuatu. Paus sendiri mengatakan bahwa, kalau orang pada dasarnya melawan dia, apapun yang ia katakan, sekalipun alasan sebenrnya, tidak akan dipercaya.
Mgr Goerg menegaskan bahwa alasan mundur sesungguhnya keluar dari mulut Ratzinger: “saya tidak sanggup lagi memimpin Gereja”. Itu saja. Ia mengatakan kepada saya: “saya sampaikan keputusan saya, bukan minta pendapat Anda”.
Dan Mgr Georg pernah bertanya kepada Paus: Mengapa harus ditulis dalam bahasa Latin? “Karena ini bahasa Gereja”, jawab Paus. Mereka menerjemahkannya lalu mengerti. Alasan sebenarnya dia sudah katakan, tidak perlu dicari-cari lagi.
Apa hal yang paling menyentuh selama masa sebagai emeritus?
Uskup Georg ingat bahwa Paus Benediktus, ketika sebagai dosen, ia mengajar teologi, adu argumen dengan orang lain. Ini wajar sebagai seorang intelektual. Tapi beda ketika sebagai Uskup dan Paus. Ia adalah gembala. Sebagai Paus ia orang pertama yang harus memberi kesaksian tentang Injil. Ia mendapat kepercayaan untuk menggembalakan umat. Ia harus menjaga Kebenaran.
Sebetulnya dengan mengundurkan diri semua hal tentang tugas kepausan sudah selesai. Dan dia sendiri berpikir bahwa dalam waktu satu tahun ia meninggal.
Namun 10 tahun berjalan setelah pengunduran diri. Paus sendiri mengatakan, saya tidak tahu, tapi saya diberi sepuluh tahun. Tiga bulan lalu ia mengatakan bahwa melihat 10 tahun ke belakang, ia merasa sangat bersyukur. ‘Saya diberi wakut 10 tahun, dan saya berusaha mengisi semampu saya: berdoa untuk Gereja’.
Bagi Anda secara personal, apa ajaran yang paling kuat dari Benediktus?
Jawaban uskup Georg bisa dirangkum dengan satu kata: “iman”. Yaitu iman yang dihidupi, sehingga orang itu sendiri menjadi iman. Iman itu tertulis, diwartakan, tetapi terutama dihidupkan. Hidup Paus Benediktus adalah kesaksian iman.
Dalam testimoninya ia mengatakan bahwa menoleh ke 10 tahun terakhir, ia sungguh bersyukur. Apakah dia bahagia? Hidupnya sudah terpenuhi?
Ia seorang yang secara mendalam percaya bahwa dalam Kasih Tuhan, tidak ada yang salah, meskipun secara manusiawi bisa terjadi eror. Menoleh ke peristiwa pengunduran dirinya, ia yakini itu adalah keputusan rasional.
Ini yang membuat dia merasa damai, bersikap rendah hati, teguh dalam iman. Yang utama ialah iman. Sebab dasar dari semua teori ialah iman.