Dalam sebuah program wawancara di Televisi Rai3 bertajuk Che Tempo che Fa, pada tanggal 27 November 2022, host bertanya kepada Paus Fransiskus: “Bapa Suci, tampaknya Anda tidak pernah sendirian. Apakah Anda memiliki sahabat-sahabat”?
Paus Fransiskus: “Iya saya punya sahabat-sahabat. Meraka membantu saya. Mereka mengenal saya sebagai seorang yang normal,…sebagai manusia biasa yang memiliki sahabat, dan saya mengenal hidup mereka”.
“Saya manusia biasa yang memiliki hal-hal yang wajar. Dan saya memang senang punya sahabat. Saya bercerita kepada mereka kisah saya, dan sebaliknya saya juga mendengarkan kisah mereka. Sesungguhnya saya butuh persahabatan. Inilah salah satu alasan mengapa saya tidak tinggal di apartemen resmi kepausan….
Paus-paus sebelumnya adalah orang suci, dan saya bukan orang suci. Saya butuh relasi yang bersifat manusiawi. Karena itu saya memilih tinggal di penginapan Santa Marta, karena di sini bisa berbicara dengan banyak orang, bertemu dengan teman-teman. Hidup di sini bisa saya jalani, yang di sana (tinggal di apartemen kepausan) tidak sanggup saya jalani. Justru persahabatan menguatkan saya. Saya punya sedikit sahabat, namun sahabat yang sejati”.
Wartawan mengajukan pertanyaan pribadi lain – sambil menunjukkan sebuah foto Paus Fransiskus ketika ia masih kecil di Argentina, ketika bermain sepak bola di San Lorenso. Wartawana: “Bapa Suci, apa sebenarnya cita-cita Anda sejak kecil”?
Paus: “Saya mau mengatakan sesuatu yang mungkin mengejutkan Anda. Hal pertama yang saya cita-citaka ialah menjadi tukang daging (penjual daging). Mengapa? Karena ketika pergi belanja ke pasar dengan oma atau mama, saya lihat tukang daging dengan tas pinggang yang penuh uang. Lalu satu saat saya katakan, saya mau menjadi tukang daging. Mengapa? Tanya mereka. Ya, karena mereka punya banyak uang….begitulah keinginan seorang anak”.
“Kemudian saya belajar ilmu kimia. Saya suka kimia. Saya bekerja di laboratorium. Dan di sana saya menjadi tertarik dengan dunia obat-obatan. Waktu itu saya sedang mempersiapkan diri masuk Fakulitas Medicina. Sementara itu saya merasa ada panggilan. Saya pun mulai masuk seminari pada usia 19 tahun. Jadi semula ilmu kimia, obat-obatan, lalu akhirnya ada di sini (sebagai Paus)”.
Wartawan: “Bapa Suci, toh di sini Anda menjadi seorang ‘medis’ juga. Menjadi perawat jiwa-jiwa, jadi tidak terlalu jauh berbeda”.