Salah satu gelar paling populer yang diberikan kepada Bunda Maria ialah Bintang Laut (Stella Maris). Gelar ini mengibaratkan Maria sebagai bintang petunjuk arah bagi nelayan dalam pelayaran.
Gelar ini sudah tampak dalam sebuah himne yang dibuat oleh Efrem dari Siria († 373). Ia menghormati Maria sebagai terang karena ia adalah figur Hawa Baru yang menghalau dunia dari kegelapan dosa akibat ketidaktaatan Hawa lama. Hawa Baru ini adalah ibu yang membawa pembaruan. Jika Yesus adalah Terang Ilahi, maka Maria adalah pancaran dari terang itu[1].
Sekitar abad ke sembilan berkembang sebuah devosi yang memuat seruan kepada Maria Ave Maris Stella: Salam Bintang Laut. Paulinus dari Aquileja († 802) juga menggambarkan Maria sebagai bintang laut. Dalam tradisi, gelar tersebut dikenal juga dengan sebutan yang mirip: Stella Matutina (Bintang Kejora atau Bintang Timur atau Bintang Samudra).
Variasi gelar itu umumnya bermakna petunjuk arah atau petunjuk pertama di pagi hari sebelum terbitnya matahari. Bintang tersebut memang tampil di ufuk timur sebelum matahari terbit (Venus). Venus, oleh orang Roma dahulu dipuja sebagai dewi kecantikan dan cinta[2].
Menarik bahwa gelar ini sering dikaitkan dengan arti nama Maria. “Nama Perawan itu Maria” (Luk. 1: 27), tulis penginjil Lukas. Nama Maria berarti ‘bintang laut’ (star of the sea). Dan selalu dipasangkan dengan seorang ‘perawan’. Bintang mendapat terang dari matahari, dan tidak secerah matahari. Maria bagai terang bintang yang tak mengurangi terang Matahari sebagai sumbernya.
Rabanus Maurus († 780) memberi gelar Pembawa Terang, Bintang Laut, Ratu (Domina) bagi Bunda Maria. Ibarat bintang yang menjadi petunjuk bagi keselamatan, demikian pula Maria, dengan melahirkan Kristus di dunia, ia membawa kita kepada Sumber Terang sesungguhnya[3].
Sebagai Bintang Laut, Maria bukan sembarang terang tetapi terang yang menjadi tuntunan kepada Sang Terang Sejati, yaitu Yesus. Dengan mengikuti arah bintang, perahu para nelayan tiba di tempat tujuan dengan selamat. Dalam konteks ini Maria juga diibaratkan dengan fajar karena, cahaya fajar menuntun orang kepada pelabuhan akhir yang tenang[4].
Santo Bernardus Clairvaux († 1153) juga melukiskan Maria sebagai bintang laut yang memancarkan terang. Bagai bintang yang terus memancarkan terang tanpa menjadi rusak, demikian pula Maria melahirkan Yesus tanpa menjadi ternoda. Ia tetap seorang perawan: perawan sebelum dan sesudah melahirkan Yesus. Ia laksana ‘bintang keturunan Yakub’ yang melahirkan Terang.[5]
Paus Benediktus XVI dalam Ensiklik Spe Salvi-Harapan yang Menyelamatkan, merenungkan makna himne Ave Stella Maris sejak abad ke delapan atau sembilan itu, dan menyebut Maria sebagai Bintang Pengharapan, karena hidupnya menjadi model pengharapan orang Kristiani.
Hidup berlangsung bagaikan perjalanan di laut sejarah, yang seringkali gelap dan terkena badai, di mana kita melihat bintang-bintang yang menunjukkan arah tujuan kita. Bintang-bintang sejati hidup kita adalah orang-orang yang telah menghayati hidup yang benar.
Tentu saja, Yesus Kristus sendiri adalah Cahaya sejati, Matahari yang terbit mengatasi semua kegelapan sejarah. Tetapi untuk mencapai Dia kita membutuhkan sinar-sinar terdekat, yaitu pribadi-pribadi yang menyinarkan cahaya-Nya dan membimbing arah perjalanan kita.
Manusia manakah dapat menjadi bintang harapan bagi kita melebihi Maria, yang dengan fiat-nya kepada Allah sendiri telah membuka pintu dunia kita. Dalam pengharapan yang teguh ia mengikuti jalan salib Yesus, dan menerima tugas sebagai ibu (Yoh 19: 26), dan terus bertekun dalam doa (Kis 1: 14), sampi saat ia diangkat ke surga dengan suluruh jiwa raganya.
Berdoa bersama Maria dan berdevosi kepadanya bararti menjadikan dia sebagai bintang yang memberikan petunjuk arah kepada kita dalam palayaran menuju Sumber Terang. Maria Bintang Laut andalan kita ketika kita terombang ambing oleh gelombang dunia. Bersama Maria kita tiba di dermaga akhir yang tenang.
“Santa Maria, Bunda Allah, Ibu kami, ajarilah kami percaya, berpengharapan dan mengasihi bersamamu. Tunjukkan kepada kami jalan menuju Kerajaan-Nya. Bintang Samudera, sinarilah kami dan bimbinglah kami dalam perjalanan kami” (SS 50).
[1] Bdk. Graef, Mary, 48-49.
[2] Bdk. Groenen, Mariologi. Teologi dan Devosi, 181.
[3] Bdk. Graef, Mary in the Middle Ages, 68.
[4] Bdk. Graef, Mary in the Middle Ages, 84-85
[5] Bdk. Graef, Mary in the Middle Ages, 139-140.
Banyak terima kasih Ama pastor, telah berbagi pengetahuan dan memberi pencerahan hidup untuk segenap orang beriman agar berdevosi kepada Bunda Maria, Tuhan memberkati
Bruder Gerardus, terima kasih sudah menyimak artikelnya. Salam hormat Bruder.
Puji Tuhan…terima kasih bny Pater Andre, semakin bertambah wawasan kami akan Bunda Maria yg sungguh mulia…???????
Berkah Dalem mba Catrine. Sehat selalu
Terimakasih Pater, telah membagi pengetahuan dan semoga sehat dalam pewartaan kasih Kristus.
Terima kasih Sr Alfonsa SFD sudah mengunjungi blog saya dan menyiamak artikel ini. Pace e Bene!
Trima kasih Pater atas renungan yang membuka wawasan baru dari Bunda Maria
ama pastor, stella matutina sepertinya lebih ke bintang fajar, mengacu pada waktu (terlambatnya) venus menghilang di pagi hari.
maria dan maris (laut) merupakan permainan kata dalam bahasa latin. maria (gen:mariae) merupakan nama seseorang, sedangkan maris (nom: mare) berarti laut. apakah mungkin ini juga yang menjadi insiprasi timbulnya gelar dan devosi Maria yang diasosiakan pada laut ya?