Vatikan secara resmi mengganti gelar Co-Redemptrix pada Bunda Maria, karena dianggap dapat mengaburkan peran eksklusif Yesus sebagai Penyelamat dan Pengantara.
Pernyataan ini diumumkan secara resmi dalam Nota Doktrinal yang dikeluarkan Dikasteri Doktrin Iman (DDI) melalui dokumen Mater Populi Fidelis (Bunda Umat Beriman) pada 4 November 2025. Nota itu disampaikan setelah refleksi mendalam di intern Takhta Suci.
DDI melihat bahwa gelar Co-Redemptrix dapat menimbilkan salah paham karena terkesan menempatkan Maria sebagai rekan penyelamat yang sejajar dengan Kristus. Konsili Vatikan II tidak menggunakan istilah itu karena alasan dogmatis, pastoral, dan ekumenis.
Paus Yohanes Paulus II menggunakan gelar itu dalam beberapa kesempatan, namun menempatkannya dalam konteks pemaknaan keselamatan dalam Kristus, sehingga seperti Maria, umat Allah dapat menyatukan penderitaan mereka dengan Kristus, khususnya dalam peristiwa salib.
Paus Leo telah menyetujui dokumen Nota Doktrinal tersebut, yang ditandatangani oleh Perfek DDI Kardinal Víctor Manuel Fernández dan sekertaris Mgr. Armando Matteo pada 7 Oktober.
Gelar Co-Redemptrix atau rekan penyelamat telah diperdebatkan dalam beberapa dekade terakhir. Pihak yang menolak seperti Ratzinger, sejak tahun 1996, memandang bahwa gelar ini tidak seluruhnya jelas, dapat menimbulkan salah tafsir. Ratzinger kembali menyampaikan kritik itu pada tahun 2002.
Ada pula yang melihat bahwa gelar ini tidak menguntungkan dalam dialog ekumenis. Sedangkan para pendukung menghendaki agar gelar itu dijadikan dogma.
Perdebatan juga muncul terkait gelar Mediatrix atau Pengantara, terutama dengan tekanan Pengantara segala rahmat. Gelar ini tak dilarang, namun harus dimaknai secara persis agar tidak menimbulkan kebingungan terkait peran Kristus Pengantara segala rahmat Allah.
Kardinal Fernández menjelaskan bahwa gelar-gelar Maria yang muncul dari berbagai devosi sering kali berlebihan. Gelar-gelar tersebut ketika dibawakan secara intensif melalui media sosial, dapat menimbulkan kebingungan di kalangan umat Katolik sendiri.
DDI terutama bemaksud menegaskan peran Maria bersama umat beriman dalam terang Kristus sebagai satu-satunya Penyelamat dan Pengantara segala rahmat Allah. Dengan demikian devosi mariana ditempatkan pada makna aslinya, tanpa mengurangi penghargaan pada kesalehan umat.
Karena itu DDI mendorong umat beriman untuk fokus memaknai peran keibuan Maria dengan menggunakan gelar seperti Bunda Allah dan gelar Bunda Umat Beriman. Gelar ini menekankan kedekatan Maria dengan umat Allah: ia salah satu di antara mereka, turut merasakan suka dan duka mereka.
Sebagai ibu yang melahirkan Pengantara segala rahmat, Maria mengikuti Kristus sampai di kaki salib (Yoh 19: 25). Ia menderita bersama anaknya dengan mempersembahkan hatinya yang tertusuk pedang (Luk 2: 35). Ia setia ikut Yesus sejak inkarnasi, salib, sampai kebangkitan.
DDI menegaskan bahwa Maria diselamatkan oleh putranya dengan cara yang khusus dan antisipatif. Keistimewaan Maria yang tiada duanya ialah keterbukaan pada Roh Kudus, kesediaannya untuk mengikuti Kristus, sehingga menjadi model semangat kemuridan bagi umat Allah.
Vatikan tidak mengubah dogma tentang Maria, tetapi menegaskan bahwa keistimewaan Maria hendaknya diberi tempat, dan untuk itu Ia tidak boleh disejajarkan dengan Yesus. Menyejajarkan dia dengan Yesus justru mengaburkan keunikannya dan menjauhkannya dari ikatan batin dengan umat Allah.


