Fulgens Corona, istilah bahasa Latin yang kira-kira berarti “Mahkota Emas”. Ini adalah judul sebuah Ensiklik yang dikeluarkan oleh Paus Pius XII pada 8 September 1953, bertepatan dengan peringatan kelahiran Bunda Maria.
Ensiklik ini diproklamirkan untuk merayakan usia satu abad Dogma Maria Immaculata atau Maria dikandung tanpa noda dosa, yang diproklamirkan apda tahun 1854 oleh Paus Pius IX.
Dengan Fulgen Corona, Paus menetapkan satu tahun sebagai tahun kudus (Little Holy Year), dibuka pada 8 Desember 1953 di Basilika Santa Maria Maggiore di Roma, dan berlangsung selama satu tahun. Dalam Ensiklik ini Paus menegaskan kembali dua alasan keyakinan Gereja bahwa Maria sejak ia dikandung, telah dilindungi dari noda dosa, dan bahwa hal itu merupakan rahmat istimewa dari Allah bagi Maria.
Pertama Paus menegaskan keistimewaan Maria, yaitu sebagai orang yang secara khusus dipilih dan dilindungi Allah sejak dikandung. Paus berkata: “Jika kita mengakui kasih Allah yang berkobar-kobar dan manis, yang dengannya Ia telah mengasihi dan terus mengasihi Ibu dari Putra tunggal-Nya, bagaimana mungkin kita masih memikirkan (mencurigai) jangan-jangan ia (Maria), pada suatu masa adalah pelaku dosa dan karena itu berada di luar daya daya rahmat ilahi”? (DS 3908).
Kedua, Paus menegaskan kesucian Maria berdasarkan kisah penetapan permusuhan antara keturunan Hawa dan ular, sebagaimana dikatakan dalam Kej 3: 15. Keyakinan Gereja akan Maria sebagai Hawa Baru pun telah ditegaskan secara definitif dan meriah dalam dogma Maria Immaculata.
Menegaskan hal itu, Paus berkata: “Seandainya pernah ada suatu saat tertentu Santa Perawan Maria berada di luar rahmat ilahi, karena terkontaminasi dosa warisan pada saat ia dikandung, maka tak benar bahwa antara ia dan ular akan terjadi permusuhan abadi sebagaimana dikatakan sejak dari tradisi paling antik sampai pada saat pernyataan meriah tentang keperawanannya….”.
Pernyataan ini mengandung keyakinan bahwa teks Kej. 3: 15 merupakan model paling awal Kabar Sukacita (Proto Evangelium), meterai perjanjian Allah yang tak terbatalkan. Sebab, kutukan terhadap ular di taman Eden dirangkai dengan janji Allah kepada manusia: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya” (Kej 3: 15).
Para penulis Kristen kemudian menafsirkan teks ini sebagai proto evangelium, yang kemudian dinyatakan pula bagi umat Israel, dan dalam Perjanjian Baru terpenuhi dalam diri Yesus Kristus, Putra Allah yang lahir dari perawan Maria, Hawa Baru itu (bdk. Hayes, 1989: 16-17; Gagliardi 2017, 469).
Dogma Maria Immaculata telah diproklamirkan oleh Paus Pius IX pada tahun 1854 dalam sebuah bulla kepausan yang berjudul Ineffabilis Deus (Tuhan yang tak terlukiskan). Ada pun jejak dogma ini digali dari Kitab Suci, diajarkan oleh para Bapa Gereja, dan secara tegas dibela oleh teolog Fransiskan, beato Yohanes Duns Scotus (1266-1308), dengan sintesi argumen yang terkenal: Oleh karena rahmat Allah yang terjelma dalam diri Yesus, Maria dapat, patut, maka terjadilah (potuit, decuit, ergo fecit).
Terimakasih tulisannya Romo….
Terima kasih Pater
Terima kasih Pater,, semoga menambah wawasan kami dalam ber katekese.. —(Salam & Doa,, semoga Pater sehat selalu.)
Terimakasih ama pater,sungguh luar biasa,bisa menjadi permenungan yang berharga di saat pandemi corona saat ini.selamat dan sukses terus ama pater..????
Terima kasih ama
Tk Pater atas renungan ini, smga kita semakin dikuatkan oleh Rahmat Tuhan dan kasih dari Bunda Maria
Terima kasih Pater untuk pencerahannya
Terima kasih Pater.