Kita adalah ciptaan. Ciptaan itu tidak kekal, tidak niscaya ada. Ia pernah tidak ada. Namun ia juga makhluk yang mengagumkan: “Apakah gerangan manusia, sehingga dia Kauanggap agung, dan Kauperhatikan, dan Kaudatangi setiap pagi, dan Kauuji setiap saat?” (Ayb 7: 18).
Santo Agustinus mengagumi manusia sebagai citra Allah, homo capax Dei. Sebab itu adanya manusia di dunia bukan sebuah kebetulan. Ia dilahirkan, bukan dilemparkan begitu saja ke dunia. Kita manusia adalah kesadaran tentang hakikat makhluk tercipta. Kerena itu pertanyaan tentang asal-usul dan tujuan hidup melekat di dalam diri kita: ‘Dari mana saya berasal’? ‘Apa makna hidup saya? ‘Apa tujuan akhir hidup ini?’.
Karena keberadaannya memang dikehendaki, manusia tidak sekedar berjalan di dunia. Ia berziarah. Ia makhluk peziarah, homo viator. Ia mencari kepastian. Kadang-kadang ia perlu menjadi diri sendiri – bukan untuk menjadi terasing tetapi untuk lebih mengenal dunia sekitar. Sebab menurut hakikatnya, manusia dijadikan sebagai makhluk tegak, bukan hanya tegak tubuhnya, tetapi juga pandangannya, agar ia dapat memandang dunia sekitar, tidak hanya menunduk memandang ke dalam dirinya – layaknya interaksi sempit I – Pohne.
Di dunia manusia adalah mikro-kosmos, bola mata dari makro-kosmos. Ia bagaikan mata sang Pencipta. Ia utuh, seutuh adanya dia menurut ukuran sang Yang Khalik. Ia menjadi pribadi oleh karena seluruh dirinya. Ia utuh, maka ia indah.Renè Descartes pernah begitu mengagungkan intelektualitas manusia: ‘Aku berpikir maka aku ada’, demikian ia melukiskan kebanggannya pada manusia. Lain halnya dengan St. Paulus. Ia menempatkan hakikat manusia sebagai ciptaan yang dikehendaki Allah. Bagi Paulus, manusia telah dipikirkan maka ia ada: “Dalam Kristus Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan” (Ef. 1: 4).
Kiranya orang seperti Nabi Isa Almasih itu adalah contoh pribadi yang utuh. Ia utuh bagi Tuhan, tidak bagi dunia. Hidup-Nya adalah ziarah untuk kembali seutuhnya kepada Sang Pencipta. Orang yang melihat Dia dapat mengerti bahwa keutuhan dirinya pun dijamin oleh sang Pencipta. Sebelum pergi dari dunia Ia meninggalkan pesan: “…kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita” (Yoh 16: 20). Selamat hari raya Kenaikan Isa Almasih.