Adakah sarana untuk mengukur waktu? Tentu saja ada. Di tangan kita ada ukuran waktu. Lazim disebut ‘jam tangan’ , meskipun tidak hanya ada di tangan; disebut juga ‘jam dinding’, meskipun tidak selalu di dinding.
Kini ukuran waktu itu begitu dekat dengan diri kita. Ia begitu privat sehingga semakin jarang orang mengukurnya dengan memandang ke dinding, apalagi sekedar sebagai pintu bertegur sapa: ‘sekarang jam berapa ya’? Ini zaman ‘jempol’: cukup sekali pencet, sekali klik. Setiap orang mengukur waktu sebagai jarak dan batas. Tak jarang orang berujar: ‘kesempatan tidak datang dua kali’.
Kemarin kita pernah menyinggung bahwa waktu tidak selalu berkaitan dengan jarak dan batas. Waktu bukan sekedar sesuatu (thing), tetapi juga makna (meaning). Ketika Anda melirik ‘karangan bebas’ saya ini, mungkin saja Anda tergerak memberi sebuah tanda: sekali klik tanda ‘like’.
Yang Anda berikan itu sangat simple, hanya sepersekian detik dari waktu Anda. Namun bagi saya, itu lebih dari sekedar ‘sesuatu’. Itu adalah tanda yang mengandung pesan dan makna. Terima kasih atas tanda dan pesannya.
Kiranya kita sepakat: Rupanya teknologi turut merangsang kesadaran kita. Coba Anda bayangkan: kalau sepersekian detik untuk satu klikan itu bermakna, betapa bermaknanya waktu semenit dua menit ketika itu dapat diberikan kepada orang yang membutuhkannya. Ah, jangankan semenit dua menit! Memangnya berapa detik yang dibutuhkan misalnya untuk berkata: ‘terima kasih’, ‘mohon maaf’,‘selamat pagi’, atau ‘semoga lekas sembuh’? Memberi waktu berarti memberi makna. Sekalipun itu hanya sekejap. Waktu bagaikan nafas.