Christus Medium
  • Humaniora
  • Teologi
  • Dialog Teologi dan Sains
  • Filsafat
  • Buku
  • Tentang Saya
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil Pencarian
Christus Medium
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil Pencarian
Home Teologi

Teologi Selfie [II] ?

Selfie sebagai bahasa baru penegasan kodrat manusia sebagai makhluk sosial

1 November 2019
inTeologi
13
Teologi Selfie [II] ?
Share on FacebookShare on Whats AppShare on Twitter

Pada Teologi Selfie bagian pertama, fenomena selfie coba dilihat dengan cara pandang baru, sekurang-kurangnya tanpa serta-merta mengadilinya sebagai hal yang melulu buruk karena ekspresi cinta diri atau narsisme, tetapi menerimanya sebagai sebuah bentuk transformasi hidup sosial yang lumrah.

Telah dikatakan pula bahwa selfie merupakan fenomena milenial yang justru menegaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Selfie bukan anti melainkan dukungan bagi kenyataan kodrati manusia sebagai makhluk relasional. Pertimbangan ini sekarang diperkaya:

Manusia makhluk bertubuh. Yang tampil dalam foto selfie ialah tubuh, tidak penting asli atau poles an, kulit atau plastik. Pengakuan paling konkret atas kehadiran individu ialah dimensi kebertubuhannya. Dalam sejarah Filsafat dan Teologi, tubuh menjadi sebuah tema krusial. Ada aliran ekstrim yang memandang tubuh itu buruk, melulu materi, penjara bagi jiwa. Dualisme ini terlalu sempit, sudah ditinggalkan.

Iman Kristen memberi tempat pada martabat manusia secara utuh: jiwa dan raga. Dalam Credo diungkapkan keyakinan akan hidup kekal bagi manusia dengan jiwa dan raganya. [Kali berikut perlu dibahas poin ini: Bagi orang Kristen, Tuhan mengungkapkan diri-Nya dalam sejarah manusia secara nyata: Ia hadir sebagai manusia bertubuh bernama Yesus dari Nazaret].

Manusia makhluk historis. Foto selfie dimaksudkan untuk mengabadikan momen tertentu dan khusus. Feature ponsel pintar memudahkan kita untuk merekam setiap momen atau objek dengan caption singkat dan jelas. Rekaman itu pada saatnya membantu orang untuk mengingat kembali momen istimewa dalam hidup. Artinya tindakan manusia itu konkret, tidak abstrak. Manusia menempatkan diri dalam konteks sosial yang real. Ia tidak teralienasi dari dunia dan sejarah.

Memoria. Salah satu kemampuan manusia yang dikagumi St. Agustinus dari Hippo, ialah daya ingatnya. Dalam istilah Agustinus: memoria. Tentu daya memori manusia tidak sehebat rekaman memori digital, yang dapat menyimpan informasi sebanyak-banyak dan seluas-luasnya.

BacaJuga

Yesus Bangkit Atau Dibangkitkan?

Kebangkitan Teologi Harapan

Teologi Perdamaian Paus Leo ke-XIV

Kekristenan di Era Posthuman

Misteri “Aku Haus”

Mengapa Maria Bergelar Advocata?

Namun menarik untuk diperhatikan, bahwa manusia tidak hanya mengingat. Lebih dari sekedar mengingat, ia juga mengenang dan memaknai setiap peristiwa. Dalam Injil, Bunda Maria digambarkan sebagai wanita yang mampu “menyimpan dan merenungkan segala perkara dalam hatinya” (Luk 2: 19): Ingat, dia tidak hanya menyimpan tetapi juga merenungkan.

Pantas direnungkan bahwa, meskipun tidak memiliki kapasitas memori sebesar memori digital, manusia mampu memilah informasi. Pelaku selfie dengan mudah memutuskan apakah mau save atau delete sebuah foto. Hal ini menyingkapkan kemampuannya untuk menyeleksi. Secara wajar kita menentukan mana hal yang diingat mana yang tidak. Memori manusia justru terganggu, bahkan sakit, ketika ia hanya menyimpan segala sesuatu tanpa menatanya dengan baik. Pesannya: simpanlah foto dengan caption bermakna dalam memori hati Anda, tertata, tak asal menumpuk agar memorinya tidak hang. Isilah ruang memori anda dengan file-file yang penting, berguna, dan bebas virus.

Selumbar versus Balok. Kata self mengindikasikan secara jelas bahwa yang melakukan selfie itu terfokus pada dirinya. Ia melihat dan mengatur penampilan dirinya. Ia sedang membangun gambaran diri (self-image) yang lebih baik. Sebab ia tahu bahwa ia hadir dalam dunia sosial. Ia tidak sedang terlempar di hutan rimba atau padang belantara, melainkan di dalam sebuah wadah raksasa yang bernama media sosial.

Fenomena selfie secara implisit mengatakan hal penting tentang relasi antara pribadi: bereskan diri sendiri dulu agar relasi dengan sesama berjalan baik. Orang yang paling problematik dalam komunitas sosial atau dunia kerja (teamwork) ialah dia yang belum selesai dengan diri sendiri.

Selfie menyingkap pentingnya cermin diri sebelum melihat sesama di sekitar kita. Yesus mengajarkan dan mengkritik para pengikut-Nya yang mudah melihat selumbar di mata sesama tetapi lupa melihat balok di matanya sendiri. “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui”? (Mat 7: 3).

Dengan kata lain, selfie adalah fenomena milenial yang membahasakan secara baru prinsip dasar pembentukan diri manusia, sebuah prinsip paling esensial dalam berbagai metode konseling: Manusia perlu pertama-tama masuk dalam diri sendiri, mengenal dan menerimanya dengan baik, agar interakasi sosialnya dapat dibangun di atas dasar gambaran diribyang adekuat. Bersambung.

 

Tags: memoriaselfieteologi selfie
Share134SendTweet
Artikel Sebelumnya

Teologi Selfie [1] ?

Artikel Berikut

Orang Kristen tak Takut akan Maut

TerkaitTulisan

Yesus Bangkit Atau Dibangkitkan?

Yesus Bangkit Atau Dibangkitkan?

Kebangkitan Teologi Harapan

Kebangkitan Teologi Harapan

Teologi Perdamaian Paus Leo ke-XIV

Kekristenan di Era Posthuman

Misteri “Aku Haus”

Mengapa Maria Bergelar Advocata?

Apa Itu Neraka?

Apapun Agamamu Anda ‘Merayakan Ekaristi’

Komentar 13

  1. Iwan Jemadi says:
    6 tahun yang lalu

    “Fenomena selfie secara implisit mengatakan hal penting tentang relasi antara pribadi: bereskan diri sendiri dulu agar relasi dengan sesama berjalan baik. Orang paling problematik dalam komunitas sosial atau dunia kerja ialah dia yang belum selesai dengan diri sendiri”

    Mantapp, Pater

    Balas
    • Andre Atawolo says:
      6 tahun yang lalu

      Terima kasih Iwan… ?

      Balas
  2. Eugenita says:
    6 tahun yang lalu

    Saya membaca artikel Teologi Selfie (2), membuka wawasan dan Romo mengemasnya dengan baik.

    Terima kasih Romo.

    Balas
    • Andre Atawolo says:
      6 tahun yang lalu

      Tuhan memberkati selalu

      Balas
  3. Felix Beda Tukan says:
    6 tahun yang lalu

    Terima kasih pater. Saya sudah baca. Baik.kami sebagai awam ini sebagai bahan refleksi. Selamat pagi Tuhan memberkati.

    Balas
    • Andre Atawolo says:
      6 tahun yang lalu

      Terima kasih bapa. Tuhan memberkati selalu.

      Balas
  4. Agustinus Pati Arkian Atakowa. says:
    6 tahun yang lalu

    Sebelum berselfie dan mempublikasikan,hal pertama yang perlu diperhatikan adalah mengenal diri sendiri…..ulasan mengandung makna yang dalam ..Sama seperti Bubda Maria,Menyimpan dan merenungkan segala perkara dalam hatinya***(Salam & Doa ..semoga ama pater sehat selalu)

    Balas
  5. Farida Denurs says:
    6 tahun yang lalu

    Pater, bolehkah saya kutip untuk muat di media online kami arahkita.com.di kanal Suara Kita?

    Balas
    • Andre Atawolo says:
      6 tahun yang lalu

      Boleh. Silakan ama. Asal tetap tunjukkan link. Tuhan memberkati selalu.

      Balas
  6. Farida Denura says:
    6 tahun yang lalu

    Malam Pater Andre,
    Berikut link tulisan Pater yang saya publish di online kami: (Berseri)

    https://www.arahkita.com/suarakita/read/15898/mempertimbangkan_perlunya_refleksi_teologis_tentang_fenomena_selfie

    Balas
    • Andre Atawolo says:
      6 tahun yang lalu

      Baik ama.saya sudah baca yg dipublish. Terima kasih. ?

      Balas
      • Farida Denura says:
        6 tahun yang lalu

        Malam Pater, saya publish tulisan kedua:

        https://www.arahkita.com/suarakita/read/16037/selfie__bahasa_baru_penegasan_kodrat_manusia_sebagai_makhluk_sosial

        Balas
        • Andre Atawolo says:
          6 tahun yang lalu

          Happy Sunday. Tuhan memberkati

          Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terbaru

  • Yesus Bangkit Atau Dibangkitkan?
  • Kanonisasi Carlo Acutis 7 September 2025
  • Mukjizat Ekaristi di India diakui Vatikan
  • Mengapa Juni Disebut Bulan Hati Kudus Yesus?
  • Tragedi Gletser di Swiss dan ‘Nubuat’ Paus Fransiskus

Komentar Terbaru

  • Nita Garot pada Yesus Bangkit Atau Dibangkitkan?
  • Nita Garot pada Mukjizat Ekaristi di India diakui Vatikan
  • Filip D Zaoputra pada Mukjizat Ekaristi di India diakui Vatikan
  • Sr M.Gertrudis PRR pada Mukjizat Pada Seorang Swiss Guard
  • Irene pada Mukjizat Ekaristi di India diakui Vatikan

Tag

AllahBonaventuraBunda MariaCorona VirusdisabilitasdoaEkaristiEnsiklik Tutti FratelliFransiskanFransiskus AssisiFratelli TuttiGerejaGereja Katolikharapanhikmat roh kudusimankarunia Roh KuduskasihLaudato Silogika kasihlogika salibManusiamanusia sebagai citra AllahnatalPatris CordePaus Benediktus XVIPaus FransiskusPaus Leo ke-XIVRoh KudussabdaSalibSanta Mariasanto agustinusSanto BonaventuraSanto Fransiskus AssisiSanto YusufTeilhard de ChardinTeologiteologi selfieTrinitasvirus koronawaktuwaktu dan kekekalanYesus kristusYohanes Pembaptis
@Christusmedium.com
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil Pencarian
  • Humaniora
  • Teologi
  • Dialog Teologi dan Sains
  • Filsafat
  • Buku
  • Tentang Saya

© 2018 - Andreatawolo.id