Paus Fransiskus memimpin Ekaristi pada Hari Raya Pentakosta, Minggu 31 Mei 2020 di basilika Santo Petrus, Vatikan. Sekitar 50 umat hadir di basilika dengan mematuhi arahan social distancing.
Dalam Khotbahnya Paus terutama merefleksikan perikop 1 Kor 12: Rupa-rupa Karunia, tetapi satu Roh. Ia mengingatkan kita akan tiga musuh persekutuan Gereja, yang lebih buruk dari pandemi korona, yaitu: narsisme, viktimisme dan pesimisme.
Rupa-Rupa dan Satu. Dalam Gereja sekarang, sebagaimana Gereja awal, terdapat keberagaman, misalnya kebaragaman pandangan, pilihan, sensibilitas. Meski demikian, kata Paus, “prinsip kesatuan adalah Roh Kudus”. Roh Kudus, adalah Satu yang menyatukan rupa-rupa. Satu Roh menyatukan rupa-rupa karunia.
Begitulah Gereja lahir: kita yang beragam disatukan dalam Roh Kudus. Menegaskan ciri kesatuan itu, Paus mendesak kita untuk mengatasi “godaan buruk”, yaitu mempertahankan ide-ide kita dengan pedang”. Dengan demikian kita dapat “memandang Gereja seturut cara pandang Roh Kudus, bukan menurut pandangan dunia”.
«Roh Kudus menjumpai kita dalam segala keberagaman maupun duka derita kita, untuk mengatakan kepada kita bahwa kita memiliki hanya satu Tuhan, Yesus, dan satu Bapa; dan oleh karena itu kita semua adalah saudari dan saudara. Mari kita menjadikan hal ini sebagai titik berangkat, memandang Gereja sebagaimana pandangan Roh Kudus, bukan pandangan dunia. Dunia memandang kita di kiri dan di kanan, berdasarkan ideologi ini dan ideologi itu; tetapi Roh Kudus memandang kita dari Bapa dan dari Yesus.
Dunia melihat yang konservatif dan yang progresif; Roh melihat anak-anak Allah. Pandangan duniawi melihat struktur untuk mendapat yang paling efektif; pandangan spiritual melihat saudara dan saudari para pencari kerahiman [NB: kami terjemahkan kata medicanti dengan kata pencari, tetapi menarik diperhatikan bahwa arti harfiah-nya adalah pengemis]. Roh Kudus mencintai dan mengenal keberadaan setiap orang secara utuh: bagi-Nya, kita bukan confetti yang ditiup angin, melainkan kepingan-kepingan mosaik yang tak tergantikan».
Umat yang dibentuk oleh Roh Kudus. Hal utama yang perlu kita sadari ialah bahwa “semua kita adalah anak-anak yang dikasihi Allah, semua setara dan semua berbeda”. Paus mengingatkan bahwa para Rasul adalah orang-orang sederhana yang dipanggil tanpa diubah. Mereka memiliki latar belakang sosial beragam. Yesus tidak mengubah mereka; Ia memberi tempat bagi keberagaman mereka. Ia menyatukan mereka melalui pengurapan Roh Kudus.
«Pada hari Pentakosta, para Rasul memahami daya penyatu dari Roh Kudus. Mereka menyaksikannya dengan mata mereka. Dengan berbicara dengan beragam bahasa, mereka menyatukan umat: umat Allah yang dijadikan oleh Roh Kudus, yang merajut kesatuan dari keberagaman kita, yang menciptakan keharmonisan, sebab dalam Roh ada keharmonisan. Dia (Roh) adalah keharmonisan».
Roh Menjamin Kesatuan. Paus menegaskan pula bahwa pada Pentakosta “para Rasul tidak menyediakan strategi khusus”. Mereka juga, kata Paus, “tidak memiliki rencana pastoral”. Roh tidak menghendaki bahwa kenangan akan Yesus sang Guru dipupuk dalam kelompok-kelompok yang tertutup, sekan-akan “tinggal bersarang di ruang perjamuan”. Suatu penyakit buruk, menurut Paus, ialah “melihat Gereja bukan sebagai komunitas, keluarga atau Ibu, tetapi sebagai sebuah sarang. Roh Kudus membawa Gereja keluar dari model keyakinan yang tertutup dan kaku. Roh Kudus menjamin kesatuan bagi orang-orang yang melakukan pewartaan”.
«Demikianlah para Rasul mulai: tanpa persiapan, mereka mulai bertindak, mereka pergi keluar. Mereka memiliki hanya satu hasrat jiwa: memberi apa yang telah mereka terima. Akhirnya kita mengerti apa rahasia kesatuan, rahasia Roh Kudus. Rahasianya adalah karunia. Sebab Dia adalah karunia, hidup dengan cara memberi, dan dengan demikian kita dipersatukan, dimungkinkan untuk mengambil bagian dari karunia yang sama.»
Tuhan adalah Anugerah. Paus menekankan kata kunci peran Roh Kudus, yaitu sebagai anugerah. Bagi Bapa Suci, memaknai Tuhan sebagai anugerah turut mengubah cara pandang kita.
«Kalau kita menyadari dalam hati bahwa Tuhan adalah sebuah anugerah, itu akan mengubah semua cara pandang. Kalau kita menyadari bahwa keberadaan kita adalah karunia dari-Nya, pemberian gratis dan cuma-cuma, maka kita pun dapat menjadi karunia yang serupa. Dengan mengasihi dengan rendah hati, melayani secara sukarela dan gembira, kita memperlihatkan kepada dunia citra Allah yang sejati. Roh Kudus yang adalah kenangan yang hidup dalam Gereja, mengingatkan bahwa kita semua lahir dari sebuah anugerah dan bahwa kita bertumbuh dengan memberi; bukan mengambil melainkan memberi».
Musuh-Musuh Anugerah. Apa yang menghalangi kita untuk memberi? Bagi Paus, “ada tiga musuh utama yang menghalangi pintu hati, yaitu narisisme, viktimisme dan pesimisme. Orang yang narsis selalu melihat ke cermin, mengidolakan diri sendiri, menyukai apa yang dapat menguntungkan diri sendiri. Orang yang merasa sebagai viktim atau korban selalu mengeluh dan berpikir negatif, merasa bahwa tidak ada orang yang dapat memahami dan mendukung apa yang kita lakukan. Orang yang pesimis melihat semua gelap, tak ada hal yang akan pulih”. Lalu Paus menegaskan: “dalam cara pikir seperti ini, yang tidak akan kembali adalah harapan”.
«Kita lapar akan harapan dan kita perlu menghargai karunia kehidupan, karunia yang ada pada masing-masing kita. Karena itu kita membutuhkan Roh Kudus, karunia dari Allah yang menyembuhkan kita dari narsisme, viktimisme dan pesimisme».
Datanglah Roh Kudus. Paus mengakhiri khotbahnya dengan menegaskan makna autentik dari karunia serta musuh dari karunia. Ia memberi kata-kata yang bernada peneguhan dan doa:
«Roh Kudus, kenangan dari Allah, bangkitkanlah dalam diri kami ingatan akan karunia yang telah kami terima. Bebaskan kami dari kungkungan egoisme dan tumbuhkanlah keinginan untuk melayani, untuk berbuat baik. Sebab, yang lebih buruk dari krisis ini ialah drama menyia-nyiakan karunia, tertutup bagi diri sendiri. Datanglah Roh Kudus: Engkau yang adalah keharmonisan, satukan kami; Engkau yang selalu memberi, berilah kami semangat untuk keluar dari diri sendiri, mencintai dan menolong, agar kami menjadi satu keluarga».
Terima kasih Pater
Trima kasih Pater…kotba Bp. Paus Fransiskus… Tuhan Murah hati…jadilah murah hati dalam hidup ini…
Tuhan lindungi kami dari tiga musuh itu. Amin