Santo Kesayangan Umat. Peringatan St. Antonius Padua (1195-1231), yang bernama asli Fernando dan berasal dari Lisboa-Portugal, dirayakan setiap tanggal 13 Juni oleh Gereja Katolik mondial. Paus Leo XIII pernah berkata bahwa St. Antonius adalah santo kesayangan seluruh dunia. Tengok saja gereja-gereja di KAJ yang menyelenggarakan Novena Besar St. Antonius Padua (NBSAP). Biasanya selalu penuh seperti Misa pada hari Minggu. Bahkan di masa pandemi seperti saat ini, umat masih antusias menanyakan informasi mengenai jadwal Misa live streaming NBSAP. Citra etis St. Antonius Padua, terutama sebagai pembuat mukjizat (miracle worker), rupanya sangat melekat di hati segenap umat beriman. Kendatipun demikian, tidak banyak orang yang mengenal teologi sang Pujangga Injili (Doctor Evangelicus).
Guru Teologi dalam Ordo. Dalam tradisi intelektual Fransiskan, St. Antonius dihormati sebagai Guru Teologi yang pertama dalam sejarah Ordo. Dia mendapat mandat dari St. Fransiskus Assisi yang memintanya mengajar Teologi (St. Francis of Assisi, Omnibus of Sources: 164) bagi para Saudara Fransiskan. St. Antonius tidak pernah menulis karya sistematik, semacam Summa atau traktat teologis. Dia juga tidak menciptakan teologinya sendiri, selain memerikan kembali Alkitab, Tradisi, dan Magisterium Gereja dalam konteks dialog dengan Filsafat dan Teologi Abad Pertengahan. Corak Teologi St. Antonius dan Teologi Abad Pertengahan pada umumnya merefleksikan kembalinya seluruh ciptaan di dalam Allah.
Pengkhotbah. Seumur hidupnya, St. Antonius hanya menulis Opus Dominicale (Khotbah Hari Minggu) dan Opus Festivale (Khotbah Hari Raya). Menurut Paul Spilsbury, St. Antonius tidak banyak menulis karena meninggal dalam usia muda 36 tahun (hanya 10 tahun sebagai Fransiskan) mengingat Opus Festivale juga belum sempat diselesaikannya (Paul Spilsbury, St. Anthony of Padua: 174). Opus Dominicale et Festivale dalam edisi kritis diberi judul Sermones Dominicales et Festivi (Sermons for Sundays and Festivals). Keduanya memuat aneka komentar teologi biblis atas bacaan-bacaan liturgis menurut Kalender Liturgi pada zamannya (Abad Pertengahan) yang dijadikan pedoman dasar bagi para Saudara Fransiskan dalam berkhotbah. Dengan kata lain, Opus yang ditulis St. Antonius Padua menjadi buku saku yang menolong tugas pewartaan para Saudara, terutama sebagai pengkhotbah keliling (itinerant preacher) yang menyerukan pertobatan bagi kaum heresi Katarisme/Albigens.
Misteri Allah Trinitas. Dalam komentarnya pada bacaan liturgi Hari Minggu ke-VI setelah Paskah (SSF I, 387), St. Antonius menguraikan Allah Trinitas yang diinspirasikan oleh St. Augustinus. Dia menyebut Bapa sebagai Summa Origo atau Penyebab Asali segala sesuatu yang daripada-Nya Putera dan Roh Kudus berasal. Putera disebutnya Perfectisimma Pulchritudo (Keindahan Sempurna). Putra juga disebut Veritas Patris (Kebenaran Bapa) karena memancarkan kebenaran Bapa dan disembah bersama dan di dalam Bapa. Roh Kudus sebagai Beatissima Delectatio atau Summa Bonitas, yaitu Karunia Rahmat yang memancarkan Kebaikan Tertinggi dari Bapa dan Putera bagi dunia.
St. Antonius menyadari kerapuhan insani ciptaan yang tidak mampu menyelami misteri ilahi Allah Trinitas, Sang Maha Pencipta. Oleh karena itu, dalam terang rahmat ilahi sekurang-kurangnya bahasa manusia dapat memahami Allah Trinitas dalam prinsip kesatuan kodrat dalam Tiga Pribadi, yaitu Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Ketiganya setara, seutuhnya, kekal. Jejak Allah Trinitas terdapat juga dalam diri manusia, yaitu di dalam ingatan, pengertian, dan kasih (atau kehendak). Oleh karena itu, umat kristiani harus senantiasa menyelaraskan ingatan, pengertian, dan kasihnya sesuai dengan rencana dan kehendak Allah bagi dirinya.
Penciptaan dan Penebusan. Dalam komentarnya pada Septuagesima (SSF I, 10) yang diawali dengan Kitab Kejadian, Antonius membuat kesejajaran antara karya penciptaan dan karya penebusan/penciptaan kembali. Dia ingin mengatasi pemisahan seolah-olah karya penciptaan adalah tugas Bapa dan karya penebusan diambil alih oleh Putera dan Roh Kudus. Menurut St. Antonius, Bapa sudah menciptakan (created) dan menciptakan-kembali (re-creates) “pada awal mula” bersama Putera dan Roh Kudus dalam proses tatanan keselamatan di dunia. Tekanan “pada awal mula” sangat penting karena menegaskan kesatuan ilahi antara Bapa, Putera, dan Roh Kudus sejak awal penciptaan yang berpuncak pada misteri Inkarnasi yang diikuti oleh Pentakosta dan terus berlanjut sampai akhir zaman (eskatologis). Selain itu kesatuan ilahi Allah juga menggambarkan kesatuan batiniah antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Hal tersebut dapat digambarkan dalam skema berikut:
Penciptaan terang – Kelahiran Kristus; Penciptaan cakrawala – Pembaptisan Kristus; Penciptaan tumbuhan (pepohonan) – Penderitaan Kristus di salib; Penciptaan matahari dan bulan – Kebangkitan Kristus; Penciptaan burung-burung (dan ikan-ikan) – Kristus terangkat ke Surga; Penciptaan manusia – Roh Kudus Penghibur diutus kepada para murid; Sabat – Pengadilan di akhir zaman.
Berdasarkan skema tersebut, St. Antonius menekankan bahwa gerak penciptaan dan penebusan mengikuti dinamika relasi Trinitarian. Allah adalah Sumber Asali, Putera adalah Pengetahuan/Hikmat/Logos, dan Roh Kudus adalah Cinta Kasih. Dalam hal ini, perjalanan sejarah seluruh ciptaan sejak awal penciptaan sampai akhir zaman diarahkan untuk kembali bersatu kepada Allah Trinitas, sumber dan tujuan segala sesuatu.
Peran Alkitab dalam Pewahyuan. Dalam komentarnya pada Sexagesima, St. Antonius menjelaskan bahwa Allah dalam Perjanjian Baru adalah satu dan sama dengan Allah dalam Perjanjian Lama, dan tentu saja Yesus Kristus, Logos, adalah Putera Allah (SSF I, 35). Posisi teologis ini selalu diulanginya, khususnya ketika berhadapan dengan kaum heresi Katarisme/Albigens. Kaum heresi ini adalah manikeisme baru zaman itu yang menekankan pada ajaran dualistik/prinsip kehidupan yang hanya menerima yang baik (rohani spiritual) dan menolak yang buruk (materi fisik). Mereka hanya menerima Perjanjian Baru yang menempatkan Kristus sebagai Allah baru dan menolak Perjanjian Lama yang identik dengan YHWH sebagai Allah. St. Antonius mengkritik mereka dan menegaskan bahwa hanya ada satu Allah, pencipta langit dan bumi, sebagaimana yang diajarkan dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Baru.
Pembacaan St. Antonius Padua terhadap Alkitab lebih menekankan pada tafsir alegoris yang lebih banyak menggali makna rohani spiritual biblis daripada tafsir literal/historis. Selanjutnya, ia mengikuti tiga level tafsir biblis, yaitu Kristologis/Eklesiologis, moral, dan anagogis (menunjuk pada kehidupan surgawi) yang diintegrasikan dalam term khas teologi Abad Pertengahan: “Peziarahan jiwa menuju Allah”. Bagi umat kristiani, peziarahan ini dilandaskan pada dan dimungkinkan oleh Kristus dengan cara ambil bagian dalam persekutuan (communio) keanggotaan Gereja. Karena itu, moral kristiani menempati peran yang penting untuk membantu kita mengusahakan pertobatan terus-menerus sampai akhirnya manusia hidup dalam persatuan abadi dengan Allah di surga.
Ekaristi dan Pertobatan. Dalam komentarnya pada Kamis Putih, St. Antonius menekankan pentingnya Sakramen Ekaristi sebagai pusat kehidupan yang mencerminkan “sumber dan puncak” iman kita (SSF IV, 185). Dalam Ekaristi, St. Antonius menekankan kehadiran yang sungguh (realis praesentia) dari Kristus yang miskin dan tersalib. Kristus yang dilahirkan msikin dan tersalib dengan hina sungguh-sungguh hadir dalam rupa roti dan anggur yang dikonsekrasi imam di altar. Karena itu, kita sebagai umat kristiani patut bersyukur dan memuji Allah karena teladan luhur-Nya yang tetap bersikap rendah di hadapan kita makhluk rapuh. Ekaristi menjadi lambang pengurbanan dan penebusan Kristus yang teramat luhur dan mulia. Karena itu, St. Antonius mengajak kita untuk bertobat secara sungguh-sungguh. Sebab, Kristus telah sangat menderita karena kita dan berbelas kasih dengan tangan terbuka menerima kelemahan kita. Oleh karena itu, hendaknya kita mengusahakan dengan sungguh-sungguh hidup pertobatan di dalam Kristus.
Devosi kepada Maria. Refleksi teologis Antonius mengenai Maria (Sermones Mariani) terdapat dalam komentarnya mengenai Maria, baik di dalam Khotbah-Khotba Hari Minggu (SSF III: 389-437) maupun Khotbah-Khotbah Hari Raya (SSF IV: 109 dan 159). Bagi St. Antonius, keistimewaan peran dan kedudukan Maria sebagai Bunda Allah dan Perawan Abadi hanya dapat dijelaskan dalam kaitannya dengan Yesus Kristus dalam tatanan keselamatan. Karena itu, pendekatan teologis St. Antonius mengenai Maria yang berciri Kristosentris hendak menjelaskan hidup Maria yang berpusat pada misteri Inkarnasi. Pendekatan ini dalam studi Mariologi lebih dikenal dengan nama pendekatan Kristotipikal.
Dalam pendekatan ini, Maria nyaris disejajarkan dengan Yesus Kristus karena hampir seluruh “citra” Yesus Kristus diterapkan pada Maria. Misalnya, legenda kelahiran Maria menyerupai kisah Injili kelahiran Kristus yang ditandai dengan sorak sorai para malaikat yang turun ke bumi. Demikian pula, jika Kristus terangkat ke surga maka Maria juga diangkat ke surga beserta tubuh dan jiwanya sekaligus. Saat ini, St. Antonius Padua dikenal sebagai Doctor Marian karena refleksi teologisnya tentang Maria (sermones Mariani) turut memberi sumbangan yang besar bagi Dogma Maria Diangkat ke Surga (Paus Pius XII, Bulla Munificentissimus Deus: No. 29).
Berkaitan tentang Maria, St. Antonius selalu mengacu terutama dalam konteks devosi dan teladan moral. St. Antonius menekankan pentingnya devosi kepada Maria karena perannya sebagai Mediatrix. Namun, St. Antonius mengingatkan bahwa kebaktian kepada Maria sebagai teladan moral dan devosi tidak boleh menjadi Marianisme. Sebab kebaktian kepada Maria tidak boleh berhenti sampai pada sosok Maria belaka tetapi harus sampai kepada Allah Trinitas melalui Tuhan Yesus Kristus. Maria menjadi pengantara yang membawa doa-doa kita kepada Puteranya, Tuhan kita Yesus Kristus, sebagai Pengantara Sejati antara manusia dan Bapa dalam persekutuan dengan Roh Kudus.
Akhirnya, seluruh Teologi St. Antonius tersebut mau menggambarkan kekudusan hidupnya sebagai pewarta Sabda Allah di dunia. St. Fransiskus Assisi lebih suka menganggap dirinya orang kecil dan tidak terpelajar. Karena itu, ia lebih menekankan panggilan sebagai Fransiskan pada perbuatan suci. Namun, St. Antonius melengkapinya dalam perbuatan dan kata-kata yang suci sekaligus. Hingga kini, St. Antonius Padua tidak hanya dikenal sebagai pembuat mukjizat tetapi juga pengkhotbah ulung yang mempertobatkan banyak orang. Dari sang Doctor Evangelicus, kita belajar bahwa setiap perkataan dan perbuatan kita seharusnya berlandaskan pada Firman Allah. Sebab kita semua dipanggil untuk mewartakan Kerajaan-Nya di dunia dengan cara mengupayakan kesucian hidup, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Kiranya upaya kita untuk menjadi saksi dan pewarta Sabda Allah menjadi berkat bagi orang lain dan lingkungan di manapun kita berada (sdr. Sulaiman Ottor OFM).
Sumber Bacaan
St. Anthony of Padua. Sermons for Sundays and Festivals (SFF): General Prologue; Sundays from Septuagesima to Pentecost. Vol. I. Diterjemahkan oleh Paul Spilsbury. Padova: Messagero di Sant’Antonio, 2007.
St. Anthony of Padua. Sermons for Sundays and Festivals (SFF): from the Seventeenth Sunday after Pentecost to the Third Sunday after Epiphany and Marian Sermons. Vol. III. Diterjemahkan oleh Paul Spilsbury. Padova: Messagero di Sant’Antonio, 2009.
St. Anthony of Padua. Sermons for Sundays and Festivals (SFF): Sermons for Festivals and Indexes. Vol. IV. Diterjemahkan oleh Paul Spilsbury. Padova: Messagero di Sant’Antonio, 2010.
Spilsbury, Paul. Saint Anthony of Padua: His Life and Writing. Padova: Messagero di Sant’Antonio, 2015.
Berjuang utk menyelaraskan perkataan dan perbuatan..berjuang utk meniru telada sang Santo yg suci….. walu pontang panting namun tetap semangat.
Terima kasih Pater ulasan yg sangat bagus menambah wawasan.
Terima kasih Pater,, Suguhan lewat tulisan yang menarik, menambah wawasan bagi para pembaca.. —-Salam dan doa,, semoga Pater sehat selalu.
Trima kasih Pater artikelnya…..Sto. Antonius telah menunjukan …keseimbangan atara kata & perbuatan……semoga Setia …mengikuti teladan sang santo..walaupun kadang sulit…