Dalam topik kali lalu telah dikemukakan keyakinan iman Kristen bahwa Allah sebagai sumber wahyu sungguh menyatakan diri dalam Sabda atau Firman. Sebagaimana Allah itu ilahi maka Firman pun ilahi. Dalam bahasa saya: sumber dan media wahyu setara. Kali ini kita mendalami poin ini:
Frase Firman itu Adalah Allah. Menurut pakar Injil Yohanes, Raymond Brown (The Gospel According to John 1I-XII, 4-5, 23-25) prolog Injil Yohanes merupakan sebuah madah atau himne liturgis tentang sejarah keselamatan. Madah ini dimulai dengan frase “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah” (Yoh 1: 1).
Frase “Firman itu adalah Allah” (the Word was God) banyak didiskusikan para ahli. Pertanyaan utamanya ialah bagaimana mungkin Firman sama dengan Allah? Ada ahli yang mempersoalkan aspek redaksional: Kata ‘God’ dalam frase ini sebenarnya bukan nama diri (Tuhan atau Allah) melainkan sifat (ilahi), sehingga frase tersebut seharusnya berbunyi: Firman itu Ilahi.
Rumusan Penulis Prolog. Terkait diskusi itu Brown memberi sebuah observasi: Jika yang mau dikatakan penulis prolog ialah bahwa Firman itu ilahi, jadi tidak sama dengan Allah, ia seharusnya dapat menggunakan kata Yunani theios (=ilahi). Nyatanya yang digunakan ialah kata theós yang berarti Allah. Mengapa demikian, kiranya penulis sendiri memiliki maksud tertentu.
Prolog ini memperlihatkan perbedaan sekaligus kesamaan antara Logos dan Allah. Berbeda, karena Allah itu sumber wahyu, sedangkan Logos adalah pewahyuan. Namun keduanya sama-sama ilahi. Logos bergantung pada Bapa, yaitu Allah Israel, namun tak lebih rendah dari Dia. Secara teologis penempatan ini memperlihatkan bahwa dalam Allah kesatuan dan perbedaan tidak saling bertentangan. Allah itu subjek sekaligus predikat (Piero Coda, Dalla Trinità, 303-305).
Madah Sejarah Keselamatan. Tekanan dari himne ini ialah bahwan sejak kekal Logos terkait sangat erat dengan Allah dan berperan penting dalam seluruh sejarah keselamatan sejak sebelum penciptaan. Prolog juga menekankan relasi Allah dengan manusia yang terjadi sejak semula, dan berdampak bagi hidup manusia, jadi bukan semacam ide spekulatif dari pihak manusia.
Himne ini menonjolkan relasi erat antara Firman dengan Bapa sebagaimana diyakini umat beriman. Tema keilahian Firman belum menjadi hal yang dipikirkan secara sistematis, namun sudah diungkapkan dalam seruan doa untuk memuliakan Tuhan atas karya keselamatan yang Ia kerjakan. Seruan serupa tampak dalam teks-teks lain seperti Yoh 1: 18; 20: 28; Rm 9: 5; Ibr 1: 8; 2 Ptr 1:1.
Kebaruan: Diri dan Tindakan Yesus. Bagi Brown, frase Yoh 1: 1b dapat dibaca dalam perspektif pengakuan Thomas akan Yesus, “Ya Tuhanku dan Allahku” (20: 28), sebagai konklusi seluruh Injil Yohanes. Alur ini merupakan cara penginjil Yohanes menegaskan keilahian Yesus melawan tuduhan orang Yahudi bahwa klaim diri-Nya sebagai Allah (bdk 10: 33; 5: 18) adalah skandal.
Kesan yang dapat ditarik ialah bahwa penulis Prolog mengabaikan mentalitas Yahudi, yang ketika menyebut ‘Tuhan’ hanya memaksudkan Yahwe. Penulis ini jelas berlatar belakang Yunani, karena menggunakan kata logos, tetapi ia tak sedang berbicara tentang suatu prinsip logis bagi kosmos. Jadi penulis ini memperlihatkan cara berpikir yang baru sama sekali. Kebaruan itu termaktub dalam perikop Prolog ini: Firman yang telah menjadi Manusia. Jelas bahwa Prolog ini dikaitkan dengan pribadi Yesus Kristus. Logos versi Injil Yohanes ialah Yesus, Sabda yang menjadi daging.
Terkait dengan poin itu perlu ditegaskan bahwa para penulis Perjanjian Baru menunjuk keilahian Yesus bukan dengan cara mencari bukti gelar ‘Tuhan’ (Theos), melainkan dengan menunjuk seluruh diri dan pekerjaan-Nya yang sama dengan karya Allah Bapa (bdk 5: 17, 21; 10: 28-29). Sedangkan gelar ‘Tuhan’ bagi Yesus muncul dalam seruan doa-doa jemaat, sebagai ungkapan iman.
Kesatuan Subjek dengan Predikat Wahyu. Dalam konteks pemikiran teologis, yang mau dikatakan dari Prolog ini ialah bahwa Allah adalah subjek sekaligus predikat. Allah berfirman, dan Firman yang merupakan ungkapan diri-Nya itu adalah Allah pula. Allah berfirman (sumber wahyu), dan firman (pewahyuan) sekaligus berpredikat Allah. Yang berfirman dan Firman itu sendiri identik.
Firman adalah satu-satunya predikat yang adekuat dari subjek wahyu, yaitu Allah Bapa. Keyakinan ini ditegaskan dalam ayat 18: “Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah yang ada di pangkuan Bapa, Dia lah yang menyatakan-Nya”. Bagaimana Bapa dapat dikenal? Jawabannya pasti: dengan memandang wajah Anak-Nya (Piero Coda, Dalla Trinità, 305).
Tentu frase Firman itu adalah Allah pada Prolog ini berbeda dengan rumusan dogmatis Yesus Sungguh Allah sungguh Manusia yang baru dihasilkan dalam Konsili Nikea tahun 325 M. Dalam konteks ini kita perlu membedakan antara bahasa biblis PB dan bahasa dogmatis hasil Konsili Gereja Kudus. Di sesi berikut kita perlu melihat teks-teks biblis yang memperkaya teks Prolog Yohanes.
Terimakasih Tulisannya Pater
Terimakasih banyak Pater Andre atas pemikirannya. Salam sehat dan bahagia. Slmt hr Minggu.
Ya Tuhan, Berkat daya RohKudus, Engkau selalu menghantar kami untuk selalu lebih dekat denganMu,, dengan memandang Wajah AnakMu,, melalui Firman yang setiap hari kami baca.. Somoga Engkau selalu meneguhkan kami lewat SANTAPAN SABDA…. Terima kasih Pater atas suguhan lewat artikel yang sangat menarik.. Salam & doa, semoga Pater sehat selalu..
Allah Berfirman…Firman itu adalah Allah…Firman itu menjadi Manusia(Yesus)…Yesus adalah Allah..yess tidak diragukan lagi.
Trima kasih Pater…Firman adlah Allah..semga kita semakin mencintai kitab suci..
Terimakasih pater tulisan ini membuka wawasan lwbih luaa tentang Allah.
Ma ksh tata pater sharenya yg sl luar biasa..