Titik tolak dan spirit dasar Ensiklik Fratelli Tutti dari Paus Fransiskus ialah persaudaraan universal dalam cara hidup Fransiskus Assisi: Ia memperlakukan segenap makhluk sebagai saudara dan saudari. Santo Fransiskus mengajak kita untuk mencintai sesama baik yang jauh maupun yang dekat. Bagi Santo Fransiskus, semua makhluk adalah saudara. Semua manusia makhluk dari daging [2].
Fransiskaus Assisi berani ‘kelaur dari batas’: Ia berani menjumpai Sultan Malik Al Kamil di Mesir pada masa perang salib dengan membawa misi damai dan kasih, bukan perang. Mengapa Fransiskus berani? Karena ia memiliki damai otentik dalam dirinya. Dasar dari semangat damai itu ialah inti Injil: Allah adalah kasih (Yoh 1 Yoh 4: 16). Semua manusia adalah anak-anak yang dikasihi Bapa yang sama [3-4]. Titik tolak Fratelli Tutti ialah komunitas segenap ciptaan, bukan individu [8]. Berikut inti Bab Pertama:
Bab pertama Ensiklik dengan judul bayangan dunia yang tertutup, memuat ajakan untuk melihat realitas dunia dengan jujur: mengakui bahwa dunia masih ditutupi topeng yang bernama kemajuan. Asosiasi-asosiasi besar seperti Uni Eropa misalnya, dengan semboyan tentang kesetaraan belum membuktikan suatu komitmen komunual. Masih tampak nasionalisme maupun ideologi yang eksklusif. Belum ada sebuah kesadaran tentang kerja sama dalam rumah bersama. Ciri memisahkan dan memecah-belah masih terjadi; belum menjadi sebuah proyek ‘kita’ [10-112, 15-17].
Dunia diliputi suasana kesendirian dan kesepian, karena generasi tua yang kurang mendapat perhatian dari generasi muda. Kematian banyak orang tua karena pandemi korona menandakan bahwa mereka telah diabaikan, diperlakukan sebagai ‘sisa’ yang saatnya dibuang [19].
Dunia dibayangi damai palsu, karena hanya digerakkan oleh rasa takut: takut akan orang lain, akan budaya lain…. Jadi, meski dunia sudah terkoneksi oleh kemajuan digital, dan kota-kota dibangun megah, namun kegersangan batin terus dirasakan oleh para penghuninya. Dalam damai yang palsu ini, gerakan mafia yang meneror dan menjanjikan kenyamanan palsu bertumbuh cepat [26-28].
Dalam situasi seperti ini, kita harus menyadari bahwa kita berada dalam satu perahu. Kita mengupayakan keselamatan sebagai satu persaudaraaan, bukan sebagai individu. Indah rasanya bersolider sebagai saudara. Pandemi korona membuka topeng egoisme, dan menyingkap kenyataan bahwa kita telah mengabaikan harta bersama yang paling berharga, yaitu menjadi saudara satu sama lain [31-2].
Persaudaraan universal juga ditantang oleh kemajuan digital. Kita terpenjara dalam dunia virtual. Dengan kamajuan itu, dunia marketing tumbuh subur. Namun kita tenggelam dalam penjara dunia virtual, dan sering kali mengabaikan realitas. Jangan sampai kita hidup dalam sebuah ilusi global [36]. Ironis: dalam kemajuan komunitas virtual, banyak orang justru mau meninggalkan tanah arinya karena peperangan, dan di tempat baru mereka pun ditolak, dan mengalami kekerasan karena rasisme [41].
Ini paradoks dalam dunia digital: di satu pihak manusia bisa menampilkan diri dengan bebas. Di lain pihak, ia bisa tampil anonim, dan dengan cara itu dapat melacak korbannya secara detail, bahkan ekstrim. Jaringan kekerasan pun dengan mudah disebarkan dengan teknologi informasi. Ternyata kemajuan teknologi digital bukan jaminan untuk membentuk sebuah ‘kita’ [42-3].
Kemajuan teknologi informasi telah menjadikan dunia sebagai dunia tuli; orang tidak dapat saling mendengarkan. Fransiskus Assisi adalah orang yang mampu mendengar suara Tuhan, suara alam dan suara orang miskin. Kiranya benih sikapnya ini bertumbuh dalam diri banyak orang [48].
Komunikasi superfisial dan instan harus disikapi dengan dialog yang otentik. Atau sebaliknya kebebasan kita sebenarnya sebuah ilusi saja: bebas di hadapan layar, bukan di hadapan sesama [49-50].
Bab pertama dengan judul yang terdengar muram ini (bayangan dunia yang tertutup), diakhiri dengan dua paragraf yang bernada pengharapan. Di masa pandemi korona ini, apa yang disebut harapan itu justru datang dari orang-orang biasa yang mendedikasikan hidupnya bagi hidup sesama, yaitu para dokter, perawat, guru, petugas kebersihan, penjaga keamanan, pedagang di pasar…. . Mereka adalah orang-orang yang paham bahwa krisis global harus diatasi bersama, bukan sendiri; mereka menunjukkan dengan jelas bahwa harapan sejati terwujud dalam solidaritas dan pengorbanan [54-55].
Selamat siang pater, terima kasih kiriman ensiklik Fratelli Tutti bab 1 nya.
Terimakasih pater, tulisan fratelli tutti. Persaudaraan universal.
Grazie fratello, e vero siamo Francescano venuti per la fratenita e pace…..Buonagiornata.
Terima kasih Pater.
Mantap Sdr. Andre A.
Bisa dinikmati langsung
Tanpa buka Google translate..
Sehat selalu
Sdr. Tarjo
Persaudaraan tanpa batas.
Mantap, boleh unduh ringkasan,
I have taken it for granted.
Terimakasih Pater?
Terima kasih Pater
Hola, hace poco he conseguido una freidora para agilizar un poco a la hora de comer que siempre vamos justos de tiempo, entre las actividades de los niños el trabajo… la verdad es que me gusta mucho, sobretodo con la utilidad que aporta.