Bab Lima Fratelli Tutti: Politik Terbaik. Visi persaudaraan universal mengandaikan politik yang sehat. Kita berhadapan dengan orientasi politik dunia, yang sayangnya, menawarkan arah yang sangat berbeda [154]. Bab ini memuat seruan Paus bagi para leader untuk membangun paradigma politik yang sungguh berpihak pada komunitas manusia. Paus berbicara tentang politik kasih.
Populisme dan Liberalisme. Beberapa tahun terakhir istilah populisme menjadi terkenal. Orang mulai mengelompokkan diri: seorang populis atau non-populis. Orang bisa berpihak pada suatu aliran dan melebih-lebihkan atau anti terhadapnya. Populisme bisa menjadi motif terselubung yang sebenarnya merendahkan martabat rakyat kecil, tetapi melayani para penguasa [155].
Paus mengingatkan kita akan bahaya metodologi demagogi aliran populisme (demoagogi: penghasutan terhadap orang banyak dengan kata-kata yang dusta untuk membangkitkan emosi rakyat). Kita juga mengenal sistem ‘demokrasi’ yang berarti pemerintahan oleh rakyat. Yang utama adalah rakyat, dan bukan sekedar gerakan mayoritas namun tidak terpusat pada rakyat [155].
Dan ketika kita menyebut ‘rakyat’, kita memaksudkan orang, manusia sebagai subjek. Manusia bukan sebuah kategori logis, yang sudah dipahami seluruhnya. Manusia adalah sebuah proses. Ia adalah realitas yang lebih dari patokan logis. Dan karena itu memahami manusia adalah sebuah proses, yang tentu tidak instan, bahkan sering kali dengan proses yang sulit [156-158].
Ada leader populer yang licik: ia memainkan isu-isu populisme, seakan-akan berpihak pada rakyat, tetapi sebenarnya diam-diam memperalat rakyat untuk kepentingan kuasa politik. Leader seperti ini pandai menawarkan pelayanan populer, pandai memainkan emosi rakyat, sehingga orang mudah terkesan dan memilih mereka. Para populis pandai menenangkan rakyat untuk sementara waktu, agar kuasa mereka langgeng; mereka mau memenangkan ideologi yang parsial [159].
Gerakan populisme mereduksi makna rakyat (manusia). Politisi populis memang menggunakan kategori rakyat, namun sebenarnya hanya mau mengendalikan masyarakat, dan tidak berurusan dengan ‘rakyat’ konkret. Ini sebuah kemerosotan. Para politisi ini berkepentingan mengamankan elektibilitas dan kuasa, tidak menjamin kebebasan dan masa depan masyarakat [160-161].
Seorang populis dalam arti sesungguhnya ialah dia yang mengupayakan pertumbuhan kesejahteraan rakyat. Ia merakyat. Ia populis, tetapi bukan demi popularitas. Ia bekerja untuk menumbuhkan benih kebaikan dalam diri rakyat, demi masa depan rakyat. Terkait tema ini, Paus mengangkat isu lapangan pekerjaan. Seorang leader yang merakyat mengupayakan lapangan kerja bagi rakyat, bukan hanya untuk mendapat gaji, tetapi sebagai wadah pengungkapan bakat dan kemampuan, untuk hidup lebih manusiawi, dan pada gilirannya berbuat baik sebagai warga negara [162].
Lebih dan Kurang Aliran Liberal. Aliran liberal mengusung kebebasan. Prinsip ini perlu direfleksikan secara kritis: Kaum liberal individualistis dikritik Paus, karena aliran ini menamai diri orang-orang yang menjunjung kebebasan, namun tanpa berakar pada sebuah narasi bersama. Rakyat dilihat sebagai kumpulan individu. Bagi mereka yang nyata adalah individu, bukan komunitas rakyat [163].
Di hadapan kenyataan ini, Paus menegaskan kebajikan Kristiani: Kasih (caritas) mempersatukan semua. Kasih menggerakkan orang menjumpai sesama dan memperlakukannya sebagai rakyat, dan lebih jauh sebagai saudara dan saudari. Ini butuh kerja sama pada level internasional. Ada berbagai aliran politik, gerakan sosial. Namun tanpa dasar kasih, semua hanya menjadi proyek instan [165].
Kita berhadapan dengan propaganda politik dan provokasi media yang hanya mengutamakan kepentingan dan citra diri penguasa. Cara-cara ini akan mengakumulasi individualisme. Di sini Paus mengingatkan kita akan bahaya konkupisensi, yaitu kecenderungan untuk tertutup dalam kesenangan diri, dan menutup mata terhadap kepentingan komunitas masyarakat [164-166].
Dunia pendidikan memainkan peran penting membentuk kesadaran orang akan sebuah pandangan tentang manusia secara integral, yang tidak memihak pada kepentingan ekonomi, politik, dan media. Kaum liberal ditantang untuk memandang rakyat sebagai komunitas sosial, bukan individu yang mengklaim selalu memiliki solusi atas berbagai kesulitan dalam kehidupan [167].
Dari aliran liberal, muncul kelompok neo-liberal. Dan salah satu dogma yang diusung kelompok ini ialah pasar bebas: setiap orang dapat memasarkan produk ke pasar dunia dengan sarana marketing dan media terkoneksi, dengan tujuan mendapat keuntungan banyak dan cepat. Dampaknya: orang mudah mendapat untung tetapi lapangan kerja berkurang. Kata ‘solidaritas’ tidak masuk dalam kamus pasar bebas. Yang utama ialah strategi mendapat untung [168].
Krisis di masa pandemi korona membuktikan bahwa ekonomi neo-liberal yang mengusung sistem pasar bebas dan global, ternyata tidak mampu memberi solusi efektif. Sementara itu ada gerakan-gerakan populer yang mengusung solidaritas dari bawah: mengupayakan lapangan kerja bagi mereka yang tidak dapat masuk dalam sistem pasar yang besar dan stabil. Gerakan populer ini menyadarkan kita bahwa politik pasar global itu tertuju kepada orang miskin, tetapi tidak pernah bersama dan dari orang miskin. Dalam kenyataan rakyat menjalani rutinitas sendirian [169-170].
Kuasa Internasional. Bagi Paus, upaya dunia untuk keluar dari krisis keuangan pada 2007-2008 belum berhasil. Sistem politik keuangan dunia masih didominasi kelompok dominan. Sistem distribusi ekonomi yang menyeluruh belum terwujud. Terdapat banyak sektor ekonomi, namun tidak semuanya dijamin oleh sistem hukum, militer, serta teknologi. Sektor-sektor kecil menjadi korban. Seiring pasar global di abad XXI, kita membutuhkan sistem internasional yang sungguh mencakup semua sektor, terutama berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia [171-172].
Diperlukan semacam keluarga internasional, yaitu sistem yang menyatukan semua bangsa, baik yang kaya maupun miskin. Komunitas internasional perlu dibangun atas dasar hukum yang tidak memihak pada kepentingan negara besar. Pakta-pakta multilateral harus menjamin kesetaraan semua negara. Paus menilai positif inisiatif-inisiatif yang berusaha menutup kelemahan komunitas internasional dengan gerakan-gerakan yang mengutamakan prinsip subsidiaritas. Rasanya indah, karena gerakan-gerakan seperti ini sering kali bersifat heroik demi membela kemanusiaan [173-175].
Karitas Sosial dan Politik. Bagi banyak orang sekarang ini, ‘politik’ adalah kata yang buruk. Ini bisa dimengerti, sebab nyatanya dalam politik terjadi banyak korupsi dan kepentingan ideologis. Sistem politik dengan motif ekonomi adalah sistem politik yang tidak sehat. Motif ekonomi menyebabkan penegakkan hukum lemah. Kita perlu memikirkan sistem politik yang sehat [176-177].
Tanda politik yang sehat: siap dan mampu mengatasi situasi sulit dan mampu menjamin kebaikan bersama dalam jangka panjang: sekarang dan masa depan. Politik yang sehat memiliki mimpi akan masa depan manusia yang lebih baik, bukan hanya demi kepentingan elektorat sesaat. Dengan kata lain, jika politik itu sehat, bukan kepentingan ekonomi yang mengendalikannya, tetapi ia menjadi wadah untuk mengarahkan sistem ekonomi demi kesejahteraan bersama [178-179].
Politik Kasih. Memperlakukan sesama sebagai saudari dan saudara bukanlah cita-cita kosong. Ini mungkin terjadi kalau setiap aktivitas di semua sektor digerakkan oleh semangat kasih. Dalam hal ini kita membutuhkan sistem politik yang sehat, sebab politik sesungguhnya panggilan yang luhur, yang bertujuan menciptakan kebaikan bersama. Dunia sekarang membutuhkan ‘politik kasih’.
Yesus mengajarkan bahwa kasih adalah hukum utama (Mat 22: 36-40). Dan hukum kasih dapat diwujudkan bukan hanya antara pribadi manusia, tetapi juga disalurkan pada tingkat relasi yang lebih luas, yaitu dalam dunia politik, ekonomi dan relasi sosial. Nah, kesulitan untuk mewujudkan cita-cita ini ialah individualisme yang sudah mengakar. Politik yang sehat memperlakukan rakyat sebagai pribadi. Kata ‘rakyat’ dan ‘pribadi’ terkait sangat erat: keduanya memaksudkan manusia subjek yang bebas, bukan sasaran dominasi atau ambisi-ambisi politik [180-182].
Kasih yang dimaksudkan bukan perasaan atau emosi subjektif yang juga akan memengaruhi emosi rakyat, melainkan kasih sejati, yang didasarkan pada nilai kebenaran. Kasih perlu diterangi dengan kebenaran, agar ia tidak jatuh pada emosi sesaat atau untuk pihak tertentu saja. Kasih yang universal tidak jatuh dalam relativisme. Politik yang dilandasi semangat kasih, tidak menjanjikan kenyamanan sesaat bagi rakyat, tetapi membentuk kemanusiaan secara integral [183-185].
Aktivitas Politik Kasih. Seorang warga melakukan tindakan kasih berupa aksi kecil (aksi yang ditimbulkan), sedangkan seorang politisi, oleh karena panggilannya, dapat melakukan aksi yang lebih besar (aksi yang diharuskan). Contoh: jika seorang warga membantu seorang tua menyeberang sungai, seorang politisi membangun jembatan penyeberan; jika seorang warga memberi makan warga lain, seorang politisi dapat menyediakan lapangan kerja bagi warga.
Seorang warga terpanggil untuk melakukan aksi solidaritas; seorang politisi terpanggil mengupayakan aksi subsidiaritas: menyediakan sarana distribusi barang kebutuhan rakyat secara lebih luas dan tentu demi kebaikan rakyat yang lebih banyak. Politik itu mulia, ia adalah ruang untuk melakukan aksi kasih yang lebih besar demi kesejahteraan umum [186-187].
Dengan kata lain, perlu pengorbanan dalam politik. Hal yang urgen dalam politik ialah keberpihakan bagi mereka yang lemah. Dalam situasi krisis, politik memainkan peran penting. Tujuan politik ialah membantu warga semakin mandiri, bukan menjadikan rakyat sasaran pemerasan. Perlindungan anak-anak, orang tua, perempuan dari kekerasan merupakan peran sentral institusi politik dan perangkat hukum. Bencana kelaparan rakyat adalah skandal bagi politik [188-189].
Para pemimpin politik hendaknya mampu mengayomi dengan kasih yang berdaya menyatukan dan mengumpulkan. Ini bukan utopia melainkan target yang tinggi. Tantangan bagi politik sekarang ialah mempersatukan individu dan kelompok yang hidup dalam logika eksklusivisme. Kepada organisasi politik dan keuangan internasional, Paus bersama Imam besar Al-Tayyeb telah menekankan pentingnya keterbukaan dan dialog demi damai dan toleransi bagi warga dunia [190-192].
Ketahanan lebih utama dari Hasil. Seorang pemimpin politik memikirkan kebutuhan komunitas warga. Dan ia ditantang untuk lebih khusus memerhatikan kau lemah dan terpinggirkan. Mengutamakan yang lemah tidak mengurangi mutu politik. Sebab, seorang politisi juga adalah manusia, yang tentu memiliki dala diri hasrat untuk mengasihi sesama. Sebagai manusia ia juga memiliki tempat dalam hati untuk mengasihi dengan kehangatan kasih [193-194].
Seorang politisi juga memiliki panggilan nurani untuk memperlakukan warga sebagai saudari dan saudara. Tentu aksi kasih tidak harus berupa proyek besar atau aksi besar. Politik kasih dapat dimulai dengan melakukan perubahan kecil bagi kehidupan warga. Inilah keindahan hidup sebagai warga Tuhan: tidak ada domba yang diabaikan oleh gembalanya. Politisi yang hebat tahu menanam benih yang baik bagi warga, agar mereka memiliki harapan akan masa depan [195-196].
Politisi yang muncul karena marketing dan make-up media adalah politisi murahan, cenderung memprovokasi perbedaan kelompok. Pertanyaan serang politisi besar ialah bukan: berapa orang yang telah memilih saya, berapa warga yang menyenangi saya, berapa yang memberi kesan positif tentang saya. Bukan. Pertanyaannya lebih serius: sejauh mana saya mewujudkan kasih dala karyaku, apa yang telah kulakukan demi kesejahteraan rakyat, sejauh mana saya membangun interaksi dan relasi antara warga, apa yang telah saya hasilkan di tempat saya diberi kepercayaan [196-197].
Tk sdra atas artikelnya yg bagus dan sgt inspiratif, semoga bangsa dan negara kita mjdikn org2 sbgai politik kasih dan yg sehat agar tetap damai.
Ma ksh tata Pater to sharenya yg sl luar biasa…..
Smga politik dinegara kita mjd politik yg sl membela kepentingan rakyat yg penuh kasih dan cinta…..
Slm sehat dan tetap semangaaat dr kami b3 …
Terima kasih utk para pejuang politik kasih. Politik kasih terus berjuang utk kesejahteraan umum, pengentas kemiskinan dan perlindungan hak-hak manusia. Salam sehat dan bahagia.
Betapa indahnya, masyarakat diutamakan dalam tugas pelayanan..
Sungguh inspiratif…