Manusia adalah makhluk yang bertanya: Ia bertanya tentang apa saja. Ia memiliki rasa ingin tahu. Ia bertanya agar dapat mengerti, untuk memperoleh informasi pasti, untuk dapat membuat pertimbangan yang jelas. Manusia juga bertanya tentang sebab-musabab benda atau kejadian, tentang tujuan sebuah tindakan, tentang keberadaan orang atau makhluk lain di sekitarnya.
Rasa ingin tahu manusia begitu luas, sehingga ia mengembangkan ilmu pengetahuan untuk membuka tabir keajaiban alam semesta. Menarik bahwa pertanyaan manusia juga ditujukan kepada dirinya atau keberadaannya sebagai manusia: Dari mana aku berasal? Ke manakah aku akan pergi? Apa yang paling kucari dalam hidup? Setelah hidup di dunia ini, apa yang akan kualami? Itulah contoh pertanyaan mendasar manusia.
Lebih lagi manusia tidak hanya bertanya tentang hal-hal sekitar dirinya maupun tentang dirinya sendiri. Sebenarnya manusia itu sendiri merupakan sebuah pertanyaan. Karl Rahner (1904-1984) menulis begini: ‘Saya percaya bahwa manusia adalah sebuah pertanyaan yang tidak ada jawabannya’ [I believe that man is the question to which there is no answer].
Pandangan bahwa manusia dapat bertanya dan bahwa dia sendiri adalah sebuah pertanyaan mau mengatakan keberadaan manusia di dunia ini sifatnya terbatas, tidak mutlak, makhluk fana. Hasrat manusia terarah kepada sebuah realitas yang tidak dapat ia jangkau. Semakin mendalam pertanyaannya, semakin ia sadar bahwa ia sendiri tidak mampu menjawabnya.
Dalam kegiatan hidupnya manusia berusaha, dengan penuh kesadaran dan kemauan, mewujudkan apa yang dikehendakinya. Tindakan-tindakan konkret manusia selalu mengarah pada maksud tertentu. Menurut Maurice Blondel (1861-1949), kehendak manusia tidak akan pernah berhenti mendambakan kebahagiaan (atau apa yang dianggapnya sebagai kebahagiaan).
Manusia mendambakan sesuatu yang dapat memenuhi keinginannya secara total dan definitif, sesuatu yang serba memuaskan; bukan hanya dalam satu atau beberapa segi melainkan menyeluruh; dan bukan hanya untuk sementara waktu tetapi untuk selama-lamanya.
Tetapi kalau ditanya seperti apa kebahagiaan itu, jawabannya kabur (sekurang-kurangnya beragam). Rupanya manusia belum tahu juga apa yang persis membahagiakannya secara menyeluruh dan untuk selamanya. Yang jelas hanyalah bahwa setiap orang ingin bahagia.
Blondel merumuskan pertanyaan dengan lebih tajam: Dalam dan oleh objek konkret manakah keinginan umum dan dasariah akan kebahagiaan dapat dipenuhi sedemikian rupa sehingga puaslah manusia secara total dan untuk selamanya? Atau pertanyaannya: bilamanakah kegiatan manusia selesai? Tujuan konkret manakah yang bersifat sedemikian memuaskan dan memenuhi keinginan manusia sehingga pencapaiannya membuat ia ‘beristirahat’?
Terimakasih Pater. Tulisan manusia bertanya.